Hai hai, saya lagi nih, sudah lama saya tidak menulis di blog ini. Terakhir
saya menulis tentang disney on ice yg saya hadiri bersama RC. Hmm, lama juga
saya tidak menulis ya. Well, kesibukan menulis tesis dan hidup di Auckland
membuat saya jarang punya waktu untuk duduk dan menulis di blog. Dan karena
hari ini hari Minggu, dan saya sedang santai karena tulisan saya sudah siap
submit untuk esok, here I am, mulai menulis lagi untuk Anda semua hehehe.
Anyway, tulisan kali ini tentang kebahagiaan dan berkah yg diterima saat
kita bersyukur. Hanya sedikit tulisan sederhana saya yang menggambarkan betapa
saat kita ikhlas akan apa yang tercabut dari kita, Allah Maha Baik akan
Memberikan lebih dari yang kita minta. Niat saya, semoga tulisan ini membawa
pencerahan bagi siapa pun yg sedang mumet atau yg sedang bahagia juga dengan
hidupnya. Saya hanya ingin menekankan satu hal, bersyukur lah.
Seperti Anda tahu, hidup saya bukan hidup yang mudah. Setahun setelah Najwa
hadir, saya terkena penyakit perut yg tak berhenti menyerang saya. Saya diare
berkepanjangan hingga menghambat aktivitas saya. Hal ini diperparah dengan
kondisi salah jahit yg saya alami sehingga saya sering tak bisa menahan (maaf)
BAB. Dengan kondisi seperti itu, akhirnya saya memilih bersabar, ikhlas dengan
takdir Allah saat itu. Saya hidup ditopang obat yang mahalnya masya Allah hingga meghabiskan setengah gaji bulanan saya saat
itu, tidak bisa makan seperti orang kebanyakan, dan berat badan saya turun
hingga 15 kg. Bahkan saya sempat dikira terkena penyakit berat seperti kanker
atau AIDS oleh dokter. Alhamdulillah, dugaan dokter tidak terbukti.
Saat itu saya hidup dengan ikhlas. Kadang saya sudah siap hendak mengajar,
eh diare menyerang tanpa alasan, yo wis, saya ganti baju, lalu berbaring di
ranjang, dengan Najwa yg masih bayi saat itu, di samping saya. Kadang saya
meneteskan air mata, memikirkan biaya obat, biaya anak, sementara saya sakit
dan tak bisa bekerja. Tapi saat itulah saya belajar ikhlas. Jika sedang apes
dan diare menyerang saya di tempat umum hingga tak sempat ke WC, yo wis pulang
ganti baju. Itu saja formula saya. Hidup ikhlas akan takdirNya.
Setelah penyakit perut itu mulai membaik, empat tahun lalu, jodoh saya
berakhir dan saya kehilangan satu-satunya buah hati saya, Najwa. Saat itu,
dunia seperti jungkir balik untuk saya. All the sudden, saya terbuang dari
kapal rumah tangga, terhempas dai samudera hidup, sendirian. Plus, saya tidak
punya akses apa apa lagi untuk buah hati saya. Saat itu juga saya hampir tak
bisa menerima takdir. Buah hati yg saya lahirkan dengan salah jahit itu, ditakdirkan
Allah untuk terenggut dari saya sebagai konsekuensi rumah tangga yg sudah
terlalu koyak untuk diselamatkan. Saat itu, saya juga hampir gila. Namun satu
yang saya selalu pegang, sesulit appaun hidup, saya harus selalu bersyukur,
cari, cari, alasan untuk bersyukur.
Akhirnya Allah Mentakdirkan saya diterima sebagai salah satu penerima
beasiswa ICCR ke India. Berangkatlah saya, masih dengan kondisi perut yg sering
dangdut an, saya mensiasati kemungkinan diare di jalan dengan memakai pampers
dewasa. Saya tidak punya tujuan lagi selain belajar. Hanya belajar yang bisa
meredakan kesedihan saya kehilangan Najwa. Belajar dan sekolah itu seperti
morfin buat saya. Dengan sibuk belajar, saya bisa sedikit melupakan pedihnya
tak bisa lagi tahu kabarnya dan otak saya tidak terlalu linglung akan badai
hidup ini. So, saat itu, meski saya sudah punya master pendidikan, saya ambil
master of sains lagi. Murni, itu hanya proyek membawa hati yang luka. Saat kondisi
di tanah air tidak kondusif untuk saya, pasca perpisahan itu, berangkatlah saya
ke India. Pikiran saya hanya, saat saya pulang, dua tahun berikutnya, saya akan
punya sedikit tabungan di tanah air karena saya akan hidup dari uang beasiswa. Pikiran
saya hanya “bukankah lebih baik menjadi janda dengan gelar M.Pd M.Sc daripada
menangis meratapi nasib di tanah air?”.
Dua tahun di India, banyak yang saya lalui. Saya bertemu banyak orang,
meihat banyak hidup orang lain yang jauh di bawah saya, ikut makan bersama
mereka, hidup dengan masyarakat Hindu disana. Tidak sedikit yang meramalkan
saya akan menderita di India karena saya berangkat dengan kepala linglung dan
minoritas muslim disana. Tapi alhamdulillah, Allah Maha Memelihara, saya
selamat hingga hari ini meski hidup di lingungan mayoritas non muslim disana. Saya
tetap shalat, tetap berhijab, tetap puasa, tidak pernah meninggalkan apa yg
sudah saya kerjakan. Dan satu lagi, meski saat itu saya tidak tahu kenapa Allah
Mentakdirkan saya ke India, saya menjalaninya dengan ikhlas. Dengan iman koboy
saya, saya hanya percaya satu hal: ALLAH ITU SESUAI SANGKAAN HAMBA NYA. Jadi saya
selalu ingat, ini adalah kebaikan Allah untuk saya.
Dua tahun, selesai lah saya dengan gelar MSc. Meski kuliah saat itu saya
jalani dengan linglung. Kadang saya menangis, meraung sendirian saat pedih
ingat Najwa itu menyerang saya. Jika Anda lihat saya baik baik saja, jauh saat
saya sendirian, kepedihan akan kehilangannya itu masih tetap menyerang saya.
Apalagi saat libur, saat saya tidak punya tugas belajar lagi, morfin saya
seperti habis dan kesakitan itu menyerang lagi. Tapi iman dan ikhlas saya akan
selalu berada di atas rasa sakit saya, sehingga tak pernah sedikit pun saya
menyalahkan Allah SWT. Ini adalah takdir Nya, dan takdir Nya, pasti yang
terbaik untuk setiap hamba yang bersangka baik pada Nya.
Lalu saat pulang, saya diterpa lagi dengan pemotongan gaji. Masya Allah
gaji saya tinggal 1,7 juta saat itu. Meski saya punya orang tua, tapi saya
tidak ingin merepotkan siapa siapa. Mulailah saya bergerila mencari penghasilan
tambahan di kursus dan alhamdullillah, Allah Memberi rejeki maha dahsyat di EF.
Saya digaji dengan rate yang lumayan tinggi sebagai lulusan luar negeri dengan
dua gelar master dan pengalaman mengajar yang lumayan tinggi. Saya bertemu
banyak orang dan jujur, saya akui, gelar master saya dari India itu cukup
memberikan saya fondasi kuat untuk lebih mahir berbahasa inggris. Ya sebelumnya
juga bahasa Inggris saya sudah lumayan bagus, namun tentu tidak sama dengan
saya yang sudah mereguk pendidikan di negara koloni Inggris tersebut. Istilahnya,
saya jauh lebih pede dengan skill saya sepulang dari India. Plus, apa yang saya
pelajari di India menunjang pengetahuan kimia saya selain ilmu pendidikan yang
saya punya. Istilahnya tidak ada ilmu yang tidak bermanfaat. Ilmu itu pasti ada
manfaatnya.
Well well, berkat proyek membawa hati yang luka saya di India itu, saya
bertemu Jon melalui email. Supervisor yang akhirnya membuka jalan saya ke
Auckland. Dengan tugas akhir MSc yang saya punya itu, Jon menerima saya. Saya
dapat beasiswa lagi untuk doktoral. Saat itu saya juga berpikir, kenapa baru
setahun saya sudah ditugaskan belajar lagi oleh Allah ya. Dan kali ini ke
negara yang mahal, tidak seperti di India yang kebanyakan masih terjangkau oleh
rupiah. Tidak seperti dosen kebanyakan, yang berangkat doktoral sudah punya
banyak aset di tanah air yang bisa dijual (if things go wrong), saya hanya
punya sedikit tabungan tanp aset apa apa. Bahkan saat saya berangkat, satu
satunya motor dan laptop yang saya punya saya jual. Saya benar-benar hanya
punya otak dan kerja keras sebagai aset saya. Saat itu saya juga berpikir
kenapa secepat ini saya ditakdirkan untuk doktoral. Bukankah gaji di EF sudah
cukup, sekali sekali masih bisa ketemu Najwa meski harus berjuang dengan waktu
dan keterbatasan akses di sekolahnya. Namun Allah takdirkan lagi saya berangkat
doktoral. Dan berangkatlah saya, gemetar, takut, khawatir, tapi tawakkal
alallah, saya jalani.
Dan yak, hidup kembali mencoba saya. Saya terkena depresi setelah 6 bulan
gagal di sains. Awal Maret 2016, saya resmi masuk perawatan depresi. Kadang
mual, ingin muntah, tidak nafsu makan, tidak bisa tidur, wis, saya sudah
seperti mati rasa saat itu. Bahkan bangun untuk mengambil obat saja say a tidak
bisa. Saya terkapar di negara orang, di kamar unilodge saya, sendirian, hanya
punya RC yang juga tentu sibuk bekerja. Otak saya berputar terus, memikirkan
kemungkinan gagal, kemungkinan dituntut LPDP untuk mengembalikan uang
beassiswa, kemungkinan tidak bisa selesai tepat waktu, dapat uang darimana
untuk SPP, gimana biaya hidup, siapa yang menopang, wis banyak lah yg
dipikirkan. Sampai sampai saya disuruh menulis WORRY LIST lalu belajar membuang
kertas itu agar tidak mengganggu pikiran saya. Huah, deperesi, seperti hantu
yang menarik saya ke level terbawah mental.
Sekali lagi, saya terus tawakkal. Ikhlas, ya ini sudah takdir Allah. Saya
berangkat ke Auckland, memulai di sains, gagal lalu berusaha pindah ke
education. Dan alhamdulillah, permohonan pindah saya diterima, saya mulai
bekerja di education di bulan ke sembilan beasiswa PhD saya. Saya masih punya
jatah 3 tahun 3 bulan dan tentu harus berpacu dengan waktu agar bisa lulus
sebelum jatah beasiswa habis.
Dan subhanallah. Saya bertemu banyak orang baik di education. Ada Rani,
sang receptionist yang bahkan sering mengundang saya ke rumahnya, ada Neti, si
Maorian yang selalu ramah dengan saya. Ada Abdul, sang security yang selalu
mengisikan air wudhu untuk saya wudhu di musholla, ada supervisor saya yang
baru, alhamdulillah ya Allah, syukur saya, sangka baik saya selalu berbuah
manis. Plus ada Russell Church, sang tunangan yang selalu berusaha mendukung
saya dan saya bimbing ke muslim an nya. Saya belum tahu apa rahasia Allah
mentakdirkan perpisahan saya, tapi itu pasti sudah tertulis di Lauhul Mahfudz
untuk saya. Lalu sakit salah jahit pasca melahrikan, lalu kehilangan buah hati
yang saya lahirkan dengan salah jahit itu, lalu ke India, lalu bekerja di EF,
berangkat doktoral, lalu kena depresi dan sekarang bekerja di education,
bertunangan dengan seorang kiwi muslim, dan sedang berusaha lulus PhD. Saya
tidak tahu apa hikmahNya. Tapi pasti itu untuk yg terbaik. Dan satu yang saya
pelihara, SYUKUR SYUKUR SYUKUR. Apapun takdir itu, seberapa pun takaran Nya,
itu pasti yang terbaik untuk saya.
Apakah saya msih tidak bisa menahan BAB? Masiih, tapi sekarang saya jauh
lebih sabar. Kadang saya pakai pampers dewasa, kadang ya gitu harus dangdut an
ke kamar mandi. That is why, toilet itu penting banget untuk saya. Apakah RC
tahu hal ini? Iyaaa tunangan saya yang super sabar itu seringkali saya repotkan
dengan pingin ke kamar mandi hehe dan ia paham sekali penyakit saya yang satu
ini. Subhanallah.
Jika Anda berkata, “sayang sekali gelar MSc nya tidak terpakai yg terpakai
malah gelar M.Pd nya” hoho, tidak, yang membawa saya kesini adalah Allah SWT
dengan takdir gelar MSc saya. Dan tesis yang sedang saya kerjakan saat ini pun,
tentang aplikasi sains di education, jadi tidak ada ilmu yang sia sia. Jika
Anda berkata “sayang sekali setelah salah jahit malah tak punya akses untuk
anak pasca berpisah”, hoho, percayalah, ikhas yang saya pegang teguh, itu tidak
akan bisa dikecewakan oleh apa apa. Orang yang ikhlas akan takdir Allah, tidak
akan kecewa akan apapun. Ia sabar menjalani takdirNya, berusaha bersyukur akan
hari ini, tawakkal akan esok hari.
Jika pun ada yang menganggap saya wanita tega yg gila karir dan membuang anaknya sendiri, saya ikhlaskan saja. Saya tidak gila karier. Saya hanya sedang mengkonversi kegagalan saya dalam berumah tangga menjadi hal baik yang masih bisa diraih. Tapi toh, hal iti juga tidak perlu dijelaskan. Saya selalu ikhlas akan apapun anggapan orang lain terhadap saya. Yang selalu saya pelihara adalah, saya harus fokus dengan hidup, bersyukur dan tidak menggunjing orang lain. Dan alhamdulillah, Allah Memberi banyak keberkahan melalui formula saya, SIST.
Sabar
Ikhlas
Syukur
Tawakkal
Jika pun ada yang menganggap saya wanita tega yg gila karir dan membuang anaknya sendiri, saya ikhlaskan saja. Saya tidak gila karier. Saya hanya sedang mengkonversi kegagalan saya dalam berumah tangga menjadi hal baik yang masih bisa diraih. Tapi toh, hal iti juga tidak perlu dijelaskan. Saya selalu ikhlas akan apapun anggapan orang lain terhadap saya. Yang selalu saya pelihara adalah, saya harus fokus dengan hidup, bersyukur dan tidak menggunjing orang lain. Dan alhamdulillah, Allah Memberi banyak keberkahan melalui formula saya, SIST.
Sabar
Ikhlas
Syukur
Tawakkal
Ada satu hadist yang selalu saya ingat, “ada dua hal baik yang hanya
terjadi pada orang mu’min. Saat ia ditimpa musibah, ia bersabar, saat ia diberi
kebahagiaan, ia bersyukur”.
Maka di hari Minggu ini, saya hanya ingin sedikit berbagi tulisan
pengalaman hidup saya ini. Semoga bisa bermanfaat, jadi pelajaran, bukan
gunjingan, jadi keberkahan bukan kemudaratan, dan semoga Allah selalu
Memelihara nikmat iman dan islam yang ada pada diri kita. Karena sungguh,
hilang anak, hilang harta, hilang jabatan, hilang nama baik, itu jauh lebih
baik dibanding hilang iman, naudzubillah min dzallik.
Bayangkan, ada berapa banyak janda yang akhirnya lari ke narkoba, atau membuka jilbabnya, atau malah terjerumus ke orang-orang yang salah. Ada berapa banyak mereka yang diuji dalam hidupnya justru berakhir dengan meninggalkan keimanan nya. Ada berapa banyak orang yg akhirnya kalah dalam perjuangan hidup dan malah memilih jalan yang salah karena hidup tak ramah untuknya. Maka Maha Besar Allah yang selalu Memeliharakan saya di jalanNya. Hingga di mana pun saya berada, alhamdulillah, saya masih istiqomah berada di jalanNya. Tentu saya bukan yang terhebat dalam formula menjalani hidup, dan masih banyak yang ujiannya jauh di atas leve saya yang imannya masih level koboy ini. Tapi, itu semua adalah atas kehendak Allah SWT.
Bayangkan, ada berapa banyak janda yang akhirnya lari ke narkoba, atau membuka jilbabnya, atau malah terjerumus ke orang-orang yang salah. Ada berapa banyak mereka yang diuji dalam hidupnya justru berakhir dengan meninggalkan keimanan nya. Ada berapa banyak orang yg akhirnya kalah dalam perjuangan hidup dan malah memilih jalan yang salah karena hidup tak ramah untuknya. Maka Maha Besar Allah yang selalu Memeliharakan saya di jalanNya. Hingga di mana pun saya berada, alhamdulillah, saya masih istiqomah berada di jalanNya. Tentu saya bukan yang terhebat dalam formula menjalani hidup, dan masih banyak yang ujiannya jauh di atas leve saya yang imannya masih level koboy ini. Tapi, itu semua adalah atas kehendak Allah SWT.
Ingatlah selalu akan tiga hal:
1. Qs.
Ibrahim ayat 7: bersyukurlah, maka akan Ku Tambah.
2. Allah
Selalu sesuai sangkaan hamba Nya.
3. Ikhlas
akan hari kemarin, syukur dan sabar untuk hari ini dan tawakkal untuk hari
esok.
Insya Allah, barokah Allah akan selalu bersama kita.
Auckland, 25 September 2016
-NK-
Subhanallah Mba NK, what an inspiring life story, as a fellow Indonesian woman, I am so proud of you!
ReplyDeletePerkenalkan nama saya Isye, saya nemu blog mba NK pas googling info soal Auckland karena insyaAllah saya mau ambil master disana tahun ini. Klo berkenan boleh saya minta emailnya Mba NK? mungkin suatu saat nanti kita bisa ngobrol2 di Auckland.. :)
Waah maaf mbak Isye saya baru liat blog lagi nih. Email saya nkas227@aucklanduni.ac.nz. Apakah sdh di oklen tahun ini? Atau pindah haluan ke negara lain? Email me yah!
ReplyDelete