Dear Life.
Tidak terasa
sudah 4 tahun kita bersama dalam episode bernama kesendirian. Entah kenapa malam ini pikiran saya tidak focus untuk nge jurnal dan merasa ada yg harus
dikeluarkan melalui tulisan. Mungkin hanya sekedar uneg uneg, mungkin sebagai
perayaan bahwa saya survive, selamat dan baik baik saja.
Dear life.
Kau sempat
kejam pada saya. Meskipun saya bukan orang jahat, tapi kau memposisikan saya
seperti itu. Selama 4 tahun, saya diam. Ibarat ketapel, saya sedang mundur ke
belakang. Menghilang, di India. Membangun hidup dari awal lagi. 4 tahun lalu
itu, saya “dipaksa” keluar dari zona nyaman saya. Dari seorang yg SOCIALLY
APPROVED saya tiba tiba jadi aneh. Saya sendirian, Najwa hilang dan yang
tertinggal hanya saya dan kesendirian saya. Meskipun takdir itu tak akan
terjadi jika tanpa trigger yang tidak akan saya buka meski sepedih apapun itu
yg saya alami. Bagi saya, cukup saya yg tahu bagaimana saya diperlakukan dulu
itu. Ah, sudahlah, itu masa lalu.
Dear life.
Saat ini kau
seperti sedang berbaik hati padaku. Sesuatu yg agak menakutkan sebenarnya
karena aku bukan pribadi yg percaya dengan kebahagiaan. Sejak kau melemparkan
ku dalam kesendirian 4 tahun itu, aku belajar bahwa TIDAK ADA LAGI YG BISA
DIPERCAYA. Aku timbul tenggelam dalam kerasnya hidup mengombang ambingkan
kesendirianku. Dihujat, dtinggalkan, dihina, dianggap bejat, itu sudah biasa. Aku
sampai tak bisa merasa pedih lagi saking banyaknya luka di tubuhku. Kenaifan ku
berbalas kejahatan. Kebaikanku dianggap kelemahan. Pengertian dan toleransiku
dimanfaatkan. Hingga akhirnya aku sadar, tidak suami, tidak sahabat, tidak
siapapun di dunia ini, yg foreverly baik dengan kita. Kadang mereka hanya
around saat ada perlunya. Dan aku sudah biasa dengan para oportunis itu dan
biasanya aku melanjutkan hidupku dan melupakan mereka yg melupakanku. Aku tidak
tumbuh menjadi orang jahat, tapi aku juga lebih hati hati dengan perasaanku. Karena
terlalu banyak kehilangan, akhirnya aku memilih tidak memiliki lagi. Yg ku
miliki hanya semangat, diri ini yg tidak akan bisa diambil oleh siapapun
kecuali Allah.
Dear life.
Akhirnya aku
belajar kuat dari kekejaman mu. Aku bangkit, aku membangun hidupku kembali
meski dengan luka di sekujur tubuhku pasca perpisahan itu. Aku seolah gila, aku
terus berlari berusaha menghilangkan luka di tubuhku. Lalu tanpa sadar, aku
telah lari jauh sekali, meninggalkan banyak hal di belakang sana. Saat aku
melihat diriku 4 tahun lalu itu, aku bahkan tak kenal siapa wanita itu. Ia wanita
yg begitu sedih, begitu tertekan, berusaha me toleransi pilihan salahnya dan
berusaha hidup dengan laki-laki yang kurang menghargainya. Hidup penuh
perjuangan hanya untuk SOCIALLY APPROVED. Saat ini, aku melihat diriku 4 tahun
lalu itu, aku hanya berkata “who are you?”.
Dear life.
Meski saat
ini kau sedang ramah padaku, aku tak akan lengah lagi. Aku tak percaya siapapun
lagi, bahkan ia yg saat ini sedang menyayangiku. Semua harus berdasar hukum,
agar aku terlindungi. Selain itu, aku juga harus melengkapi diriku dengan ilmu
bela diri sehingga jika ia menggunakan kekuatan laki-laki nya over me, aku tahu
cara ampuh mempertahankan diri di dalam rumah tanpa ada saksi. Aku masih tidur
dengan tangan terkepal, siap bangun jika ada bahaya tiba tiba menghadangku di
kamar super nyaman ini, meskipun
seharusnya aku tak perlu se khawatir itu. Tapi jika kau jilati seluruh lukaku,
kau akan tahu betapa perih hidup yg telah ku lewati.
So dear
life.
Bahkan saat
kau sedang beramah tamah denganku, aku tak kan lengah lagi. Aku tak akan naïf lagi
dan jatuh pada kesalahan bodoh, percaya dengan orang lain yg akhirnya end up
memanfaatkan kenaifanku. Siapapun itu, aku detach. Aku tak akan pernah meng
attach dirku dengan siapapun itu. Yes, I am happy tapi bukan berarti lengah. Aku
tetap waspada, in case keadaan berbalik dan bahaya kembali menghadangku. Meski aku
hanya seorang wanita sendiri, aku belajar keras mempertahankan diriku.
So dear
life.
Terima kasih
atas pelajaran itu. Terima ksih telah membuat aku diriku hari ini. Terima kasih
atas seluruh luka perpisahan itu, luka ditinggalkan itu, luka dimanfaatkan itu.
Saat ini aku bahkan tak perlu lagi menjilati lukaku. Itu tak terasa pedih lagi.
Aku sudah biasa dengan pedih itu dan terbiasa menelan semua sendiri. Dan malam
ini, untuk pertama kalinya aku menangis di hadapan laki laki. Yang dengan sabar
menggenggam tanganku sambil mengucapkan “you are a strong woman”.
Terima kasih
atas seluruh kekejaman itu. Berkat luka luka itu, aku jadi diriku hari ini.
2.34 am.
Auckland.
16 Juli
2016
-NK-
No comments:
Post a Comment