Yup, here I am again, typing in my blog. Hari ke-6
menghindari facebook dan to be honest, I feel FREE! HIDDEN AND FREE, actually!
Hi there, sorry ya lupa nyapa. Ini karena postingan ini
lebih kepada sambungan postingan lalu tentang betapa saya berusaha menghindari
facebook dan public yg cenderung ungrateful hehe. Kenapa saya bilang
ungrateful? Well, think about it. Intinya anybody who is posting in facebook
itu kita gak pernah tahu motifnya. Ada yg memang suka nge share printilan hidup
even if you think it is not important (to you) but maybe it is important (for
her), ada yg emang suka show off. So, in my opinion public itu harusnya bisa
liat mana yg emang genuinely sharing mana yg senangnya showing off. But that is
them. Ungrateful. Kalau saya sih senang senang aja ada yg posting foto
pemandangan indah dari negara lain, kan enak gak usah terbang jauh-jauh eh kita
liat pemandangan yg oke. Atau ada yg posting pengalamnnya umroh misalnya, juga
enak kan kita gak usah tanya tanya eh ada yg share. But public is public. Ada
saja yg ungrateful dan mean. Dan itu yg saya rasakan. Until finally I choose to
leave facebook.
As I said before, facebook dan Instagram itu hiburan
rakyatnya mahasiswa yg sedang kuliah di luar negeri seperti saya ini.
Bayangkan, you are away in another country, keluarga gak ada, terasing sendiri
di negara lain. Saya termasuk beruntung karena saya punya kawan kerja plus
tunangan dan supervisor yg sangat sangat supportif dengan saya. Gak kebayang
dengan mahasiswa lain yg harus struggle sendiran, terus pas ia posting di
facebook akun nya yah hanya sekedar having a bit fun, yah, dicap show off. Asem
kan?
And I feel that. For your information, hidup saya “sedikit
berubah” sejak saya hijrah ke NZ. Dulu saya juga hijrah sih tapi saat itu saya
ke India dan bukan di kota besarnya seperti Mumbay or Delhi, sehingga meski
dulu saya juga suka posting di facebook ,tapi mungkin menurut public itu tak
terlalu signifikan. I am still pathetic woman yang gak punya akses ke anak, yg
hampir bangkrut karena perceraian dengan hidup yg porak poranda. Dan saat itu
public happy, yay, one woman down, satu saingan terjungkal dalam kerasnya
persaingan hidup ini hehe, seems familiar? Yup, itulah public, senang saat kau
sakit dan sakit saat kau senang.
Namun sejak saya pindah ke NZ, yup, hidup saya berubah.
Sebenarnya awalnya Cuma karena saya dibawa supervisor saya kesini. Jujur saya
bukan si ambisius yg mengkoleksi LOA dari berbagai perguruan tinggi di dunia
lalu menunggu hingga Harvard kirim LOA nya ke saya. Nope, saya benar-benar hanya
wanita sederhana dan bermimpi sederhana. Saya selalu view myself as anak kos
yang gak punya dapur lalu luntang lantung makan di warung-warung. Just that, as
simple as it is.
Daaan, hidup saya berubah hampir 180 derajat saat saya
DILAMAR a kiwi yg memanjakan saya bak putri disini. Tiba-tiba saya dihadiahi
pakaian (sebenarnya karena pakaian yg saya bawa dari Indonesia itu terlalu
tipis untuk cuaca NZ); perhiasan; berbagai liburan; tidak termasuk
keberuntungan yg menghampiri saya seperti mampu tinggal di apartemen ok di
tengah kota Auckland, dapat pekerjaan dan digaji dollar; plus supervisor yg
begitu baik hati menerima saya meski saya Cuma pindahan dari sains. And, public
mulai sakit hati. Awalnya semua pada bilang happy to see you are happy, tapi
tambah kesini aura jealousy nya mulai terlihat jelas. Padahal menurut saya
postingan saya mah sama aja jenisnya saat saya di India. Bedanya mungkin jenis
makanan yg saya posting kalau dulu saya postingnya dosa, rotti, indomie, pani
puri, sekarang saya postingnya cereal, roast, taco, spaghetti carbonara,
goulash, ya menyesuaikan lah namanya juga di negara barat. Tapi kalau
seandainya mata public itu bisa melihat dengan hati yg bersih, postingan saya sebenarnya
sama saja dg saat di India dulu, tentang daily life, tentang kuliah saya,
tentang hidup dan apa yg saya rasakan. But nope, mereka lebih senang melihatnya
dengan mata jealousy.
Di medsos itu sebenarnya serbah salah. Anda posting sedih
Anda di judge CURCOL. Anda share happiness dianggap show off capek deeh hahaha.
Saat saya masih di Indonesia, ada seorang kawan yg saya putuskan hubungan karena
ia tak tahan dengan happy posting saya. Dan well, karena ia laki-laki, (saya
agak sexist untuk hal ini), saya unfriend saja. Buat apa juga saya berteman
jika hanya untuk dibaca postingan saya lalu disindir di statusnya hehe. So,
saat itu langkah saya dengan para haters yg benci dengan my happy posting hanya
UNFRIEND. Begitu pula saat saya di NZ, ada lagi satu teman wanita yg sebenarnya
sering saya dengarkan curhatannya eh malah unfriend saya karena juga tak tahan
dnegan happy posting ala saya. Well, I just let her go then karena saya juga
tak pernah begitu attach dengan siapapun juga.
Until finally, saya melihat itu dari my own Mum. Awalnya
beliau masih happy, senang liat saya engaged, senang liat hidup saya happy.
Lalu mulailah gak komen lagi jika saya posting dibelikan apa apa oleh my
fiancé, lalu juga mulai gak mau lagi texting, bahkan tiap texting selalu curhat
betapa beratnya hidup di tanah air, dan betapa hidup adik saya sekarang susah (which
I don’t understand sebenarnya salah saya dimana, so kalau adik saya agak
unhappy, saya juga harus unhappy gitu?). Saya masih tahan saja dengan bilang
terserah deh mau anggap saya apa. Dan masih berusaha posting happy ala saya.
Belum lagi beliau suka menyamakan saya dengan sepupu sombong yg asli sukanya
show off. I really hate that, because I am not that low hellow, postingan saya jauh
lebih dalam dibanding my cocky cousin yg sukanya posting perhiasan berliannya.
Tepok jidat dah, malas dealing with these people lagi.
Then, as you read before, saya tiba tiba insyaf sendiri dan
mikir “who am I to post” emang saya siapa sih berani-beraninya posting di
sosmed. So, I choose to be silent, sejak hari itu hingga hari ini. Yeah, saya masih
liat postingan orang-orang lain, tapi really, perasaan hidden dan free itu
benar-benar menyenangkan. Saya gak sok alim dengan posting ayat-ayat, saya gak
sok ibu-ibu dengan posting resep-resep yg gak pernah dicoba juga sebenarnya,
saya gak sok bijak dengan share nasehat yang katanya self reminder padahal
sebenarnya juga pingin nyindir orang lain; saya gak lagi terlihat di facebook.
Saya menutupi hidup saya, meski awalnya susah, saya memilih hening di New
Zealand dengan hidup saya dan perjuangan saya menyelesaikan Phd saya. Jika pun
akan posting mungkin hanya untuk mile stones yg penting semisal wisuda,
berangkat konferens, atau hal-hal signifikan lainnya. Itu pun jika saya masih
mood buat posting hehe.
Dan awalnya susah, saya kira saya Cuma insyaf dari facebook
karena belum ada happy thing yg bisa di share, dan saat ada hal yg happy, saya
bisa tergoda lagi untuk posting. Namun ternyata tidak. Seperti kemarin saya buka
puasa, lelaki baik itu menawari membelikan sushi. Tau gak air mata saya menetes
karena ingat saya pernah Cuma bisa buka puasa ma bakso 5 ribuan. Itu pun
makannya di kelas, karena biasanya saya ngajar lagi jam setengah 8 malam. Saat
itu, apakah ada keluarga saya yg saya komplen terus bilang “nih liat hidup saya
susah, kalian kok gak ikut susah juga” nggak tuh, karena menurut saya, setiap
orang punya takdir masing-masing. Bahkan ada saja kejadian saya hanya makan
bakso 5 ribu terus liat adik saya posting makan dimana gitu, yo wis, gak papa,
rejekinya dan saya juga gak akan tertukar. Tapi kemarin, saya ditawari sushi,
halal pie oleh laki-laki itu yg berjalan kaki membelikan unuk saya buka puasa.
Saya buka puasanya di apartemen keren, di lantai 15 di kota terbesar di New
Zealand. Lalu view yg saya liat laut dengan rangitoto mountain nya. Gimana gak
menetes air mata coba. Anak kos lho yg makanannya Cuma bakso 5 ribu an
tiba-tiba punya hidup se wah ini.Apakah saya posting? NOPE, saya memilih
mengaji, bersyukur akan rahmat berbuka puasa saya kemarin. Tanpa perlu hit
tombol POST di hape saya.
Lalu supervisor saya juga bertemu saya kemarin. Salah
seorang diantaranya begitu dekat dengan saya lalu mengamati berbagai jewellery
yg melekat di badan saya (ehem saya kemarin pakai kalung mutiara, plus diamond
engagement ring saya). Beliau berkata “he must really spoils you a lot, dear
Nurul, look at those jewellery on you”. Saya Cuma nyengir sambil bilang “thank
you, yeah, a little”. Lalu beliau memuji betapa pekerja kerasnya saya, mencek
apakah saya happy, lalu bilang saya pretty. See, biasanya saya akan share
perasaan happy ini dengan nge klik tombol POST. Lalu akan ada respon orang lain
entah haters entah liker yg jelas akan ada reaksi karena ada aksi dari saya (based
on Hukum Newton III) hehe.
But nope, I did not post. Sekarang what’s to like and what’s
not to like? Saya masih ngeliat orang lain posting dengan berbagai gayanya. Ada
yg jualan, ada yg share nasihat, ada yg share resep, ada yg posting
kegiatannya, acara weekend nya, foto foto anaknya, masakan yang dibuatnya, banyak
lah, dan me? NOTHING! Saya gak posting APAPUN. Saya juga gak balas message
SIAPAPUN. Saya benar-benar detach dengn facebook dan segala manusia yg
tergabung di dalamnya. So, sekarang, What’s to like, what’s not to like, wong
saya gak ada posting ANYTHING hehe. Saya happy with him, saya enjoy sendiri.
Dan benar-benar SENDIRI. Dan saya happy, saya liat sunrise pagi ini, took a
pic, terus liat dan bilang ke diri sendiri “this is just for me, just for me”.
Lalu saya dimarahi di tempat kerjaan, nangis sendiri, dan instead of hit tombol
post, saya Cuma bilang “this is my battle, my battle”, tanpa berusaha minta
simpati ke siapapun, not even to my mum, and here I am, alone dengan hidup
saya.
Dan tadi malam saya bercerita dengan lelaki itu, saya
ungkapkan betapa saya sekarang merasa jauh lebih baik tanpa facebook. Dan meski
ia tahu setiap kali saya bilang I WILL NOT POST ANYMORE, tapi akhirnya saya end
up posting lagi, tapi kali ini ia benar-benar melihat saya detach dari
facebook, seperti halnya saya detach dengan berbagai hal lain dalam hidup saya.
Daaan, saya melihat sedikit perubahan. My mum tiba-tiba
menjadi simpatik karena berpikir saya sedang menghadapi kesulitan hidup di NZ
sini. Yeah, siapa bilang hidup saya easy piecy di sini? Saya juga bekerja, tiap
malam belajar, gak Cuma haha hihi kok. The difference is, I DON’T COMPLAIN,
saya tak suka mengeluh. Sangat tak suka hingga saya lebih senang menelan
kesedihan saya sendiri. Dan itu yg membuat orang lain berpikir saya SELALU
bahagia! Haha.
Dan di persembunyian saya hingga hari ini, saya merasa
DAMAI. Saya gak perlu nunjukin ke dunia baju apa yg saya pakai, atau liburan
apa yg saya rasakan, orang gak tahu apa yg saya makan, dengan siapa saya makan,
dimana saya saat ini, apa yg saya dapat hari ini, gak perlu lagi orang lain
tahu. Malah bagus, para stalker dan spy itu gak lagi punya bahan untuk
diomongin tentang saya. Juga gak ada alagi yg perlu di like dari saya. Saya
persilahkan FACEBOOK untuk Anda semua, but not me. Silahkan posting apapun, say
amah sembunyi aja. Lebih damai, gak ada lagi yg iri (meski juga gak ada lagi yg
kontak), gak ada lagi yg kasak kusuk dtg minta tolong, gak ada lagi pokoknya
saya putus hubungan dengan dunia luar selain yg saya hadapi di hadapan saya.
Malah bagus kayaknya jika mile stones saja yg saya posting, itu pun jika saya
masih mood hehe. Jika tidak, bukankah lebih nyaman hidden saja?
So, mungkin itu yg diinginkan public. You better silent
kalau gak tahan di bully. Dan sekarang, see, semuanya tetap posting dan saya
SILENT. Sekarang public mau nge like atau nge hate apa dari saya? I give you
NOTHING! No aksi dari saya, so no reaksi dari Anda! Peace buat seluruh makhluk
hidup di dunia!
Auckland, 2 Mei 2017,
-NK-
No comments:
Post a Comment