Dear Everyone.
Malam ini saya tidak bisa tidur nih hehe. Sepertinya obat escitalopram yang saya minum tiap hari plus olahraga telah cukup mengembalikan stamina saya. Saya merasa begitu berenergi meskipun saya puasa hari ini. Saya baca dari buku how to defeat depression itu, olahraga akan mempercepat produksi serotonin di otak saya dan itu membuat saya jadi happy, in good mood dan merasa positif. Alhamdulillah, meski di awal awal depresi saya bahkan tidak bisa bangun, saat ini saya bahkan tidak merasa mengantuk. Bukan sepert dulu saya tidak bisa tidur karea memikrikan reaksi, saat ini saya tidak bisa tidur karena memang belum mengantuk. Dan here I am, typing for you from my unilodge room, here in Auckland.
Ammm, kali ini saya ingin bercerita tentang Khusnudzon pada takdir Allah. Khusnudzon sebenarnya bagian dari kualitas takwa kita. Karena bagaimana mungkin kita percaya dengan qada dan qadarNya jika kita tidak percaya bahwa apa yang telah digariskanNya adalah yang terbaik untuk masing-masing dari kita? Jika kita menyatakan bahwa kita percaya dan beriman pada Allah, maka kita juga harus mengimani bahwa apapun yang telah diputuskanNya adalah yang terbaik untuk kita. Memang tidak mudah mengasah khusnudzon itu. Kita dengan mudah bisa terjerumus pada menyalahkan takdir Allah, atau bahkan menyesalinya. Namun sesungguhnya, apapun yang terjadi dalam hidup setiap makhluk adalah atas sepengetahuanNya. Bukankah tidak ada sehelai daun pun yang luruh tanpa diketahui oleh Allah SWT. Jadi segala sesuatu yang terjadi pasti adalah yang TERBAIK dariNya.
Mari kita menyimak kisah saya. Di umur yang belum kepala 4 ini saya telah menemui banyak hal dalam hidup. Mungkin banyak dari Anda yang bergidik ngeri jika tahu bagaimana kisah hidup saya dan bagaiman hidup menghempaskan saya kesana kemari. Namun bagi saya, semua telah digariskan Allah SWT dan saya ikhlas menerimanya. Instead of menggerutu dan menyalahkan Allah SWT, saya menjadikan berbagai episode hidup itu sebagai sebuah peluang. Sebuah peluang untuk tumbuh, bukan patah.
Ok, untuk lebih mmeudahkan melihat inti sari kisah ini dan katannya dengan Al Baqarah:216, saya akan membagi tulisan saya ke dalam berbagai episode, sehingga akan lebih mudah melihat cara saya memandang segala sesuatu dari sisi positif. Here they are:
One, takdir KEHILANGAN NAJWA (LOSING DESTINY)
Yup, tidak banyak mungkin yang tahu betapa hancurnya hati saya saat rumah tangga saya harus hancur lebur bersama dengan kehilangan anak yang saya lahirkan dengan susah payah. Ya, saya mengakui rumah tangga saya sudah tidak bisa lagi diselamatkan, namun saya mengira saya masih bisa bertemu dengannya. Namun, tanpa menyalahkan pihak manapun, ternyata takdir itu tidak berpihak pada saya. Saya harus kehilangan Najwa, tidak memiliki akses sama sekali pada anak saya sendiri.
Selama saya di Samarinda, saya harus berjuang untuk bisa menemui Najwa. Cuma 15 menit, waktu yang saya punya di sekolahnya. Untuk itu, saya harus berkendara naik motor dari kampus ke sekolahnya. Lalu, saya kadang harus menemui kekecewaan saat ia tidak masuk atau ia terlalu sibuk dengan tugas-tugasnya. Ada hari dimana saya telah memacu motor saya untuk bisa sempat menemui nya, namun ternyata saat saya tiba di sekolah, ia tidak ada. Berlinang air mata saya kembali ke kampus atau ke EF untuk mengajar. Bahkan esok Najwa genap 10 tahun, saya pun tak bisa mengucapkan sekedar selamat ulang tahun. Sms saya tidak akan pernah sampai kepadanya. Hadiah dari saya akan berakhir di tempat sampah. Uang dari saya pun akan masuk celengan masjid atau pun dibuang. Tidak ada jalan sama sekali untuk ber negosiasi. The door is closed dan saya sudah tidak berani lagi unuk mencoba. Apalah saya ini, cuma wanita sendiri, seorang pegawai rendahan di kampus dan cuma punya kamar kos.
Hingga hari ini, tentu mudah sekali menyalahkan takdir Allah untuk hal ini. Intinya ya Allah, tega nian kau takdirkan hal ini untuk saya. Padahal ia adalah sahabat baik saya dan saya ibu yang baik untuknya, namun mengapa tidak kau takdirkan kami untuk bersama? Namun daripada menggerutu dan tidak menghasilkan solusi apa apa, saya akhirnya memilih ber khusnudzon padaNya. Mungkin saya kufur nikmat, mungkin saya tidak amanah, dan mungkin saya harus banyak mendoakan Najwa. Hal ini saya dapat saat saya di India. Seorang kawan saya dari Yaman, kehilangan ayahnya. Setiap ia rindu dengan ayahnya, ia akan berdoa untuk bermimpi bertemu dengannya. Dan itu yang ia katakan,
"MAKE DHUA NURUL, EVERY TIME YOU MISS HER, MAKE DHUA, DHUA IS THE WEAPON OF EVERY MU'MIN".
So, sejak saat itu saya selalu mendoakan Najwa saat saya rindu padanya. Saya berdoa agar bisa bermimpi bertemu dengannya dan biasanya Alhamdulillah, doa saya di ijabah. Saya selalu bermimpi memeluknya, atau bercanda dengannya saat saya sedang sangat rindu.
Takdir ini tidak membawa saya menyalahkan Allah SWT, takdir ini membawa saya justru jauh lebih banyak berdoa padaNya.
Two, takdir sakit (HEALTH DESTINY)
Yes, sesaat setelah melahirkan Najwa saya kena sakit. Awalnya karena saya kena salah jahit karena bidan yang menjahit saya adalah bidan praktek karena kami tidak punya cukup uang saat itu untuk membayar dokter. Dan you know, everyone melahirkan mah cuma pakai bidan dan it works. Tapi ternyata tidak untuk saya hehehe. Bidan yang menjahit saya adalah mereka yang baru saja lulus teori dan perlu orang coba untuk praktek dan akhirnya, jahitan saya salah. Hingga saat ini saya masih tidak bisa menahan angin dan jahitan itu masih belum benar meski saya sudah ulang jahit lagi. Whoa, itu sakit sekali, saudara-saudara. Jahit ulang itu seperti akan punya bayi tapi tidak ada bayinya. Sakitnya sama seperti melahirkan. Namun sudah dua kali jahit pun, masih juga jahitan itu belum beres.
Sejak salah jahit itu, perut saya sering terganggu. Saya tidak bisa makan sayur, buah, soda, susu, keju, minuman digin, yah pokonya hidup saya kadi kering karena tidak bisa akan apa apa. Saya kehilangan berat badan 15 kg dan hampir dikira AIDS oeh dokter. Namun dengan berbagai pemeriksaan hingga kolonoskopi, dokter tetap tidak bisa menemukan penyebab sakit perut saya.
Apakah saya sedih? Ya tentu saja. Saat itu saya baru 26 tahun, dosen muda dengan cita cita tinggi ingin master ke luar negeri. Namun dengan adanya penyakit itu, akhirnya saya hanya bisa menuntaskan master saya di kampus tempat saya mengajar. Saya tidak punya cukup biaya untuk meninggalkan Najwa dan mengurusi penyakit saya.
Namun apakah saya menyalahkan Allah? Nooo. Saya menemui hikmahNya. Saya jadi tambah langsing hehehe. Lalu saya juga terbiasa puasa senin kamis, akibat tidak bisa makan apa apa, bahkan hingga saat ini saya jadi terbiasa dengan rasa lapar. Setiap saya puasa, saya hanya minum air putih saat sahur, karena saya tidak merasa lapar.
Alhamdulillah, takdir ini tidak membuat saya menggerutu, takdir ini menjadikan saya langsing, lebih ringan dan malah jadi lebih mahir puasa.
Three, takdir POTONG GAJI (FINANCIAL DESTINY)
Yup, ini takdir yang saya temui saat saya baru pulang dari India. Terjadi kesalahan pembayaran gaji saya saat saya di India sehingga saya berutang pada negara sebesar 13 juta rupiah. Saat itu, gaji saya hanya di posisi 3 juta karena sertifikasi saya masih belum aktf akibat saya baru pulang sekolah. Dengan kalkulasi itu, saya diminta melunasi 13 juta either sejaligus atau dicicil. Akhirnya saya memilih mencicil dengan 1,3 juta per bulan selamma 10 bulan. Sejak saat itu, gaji saya di kampus hanya 1,7 juta. Dengan uang kos per bulan sebesar 700 ribu rupiah, otomatis saya hanya menerima 1 juta per bulan. Itu pun saya masih berpikir bagaimana tetap bisa memberi uang pada orang tua saya dan masih bisa menabung. Penting bagi saya untuk menabung, karena saya sendirian. Jika saya sakit, maka uang tabungan bisa saya jadikan uang talangan untuk saya. Begitulah.
Awalnya, saya sedih sekali dengan hal ini. Bagaimana mungkin hidup di Samarinda dengan 1 juta dan masih ingin memberi orang tua. Karena saya tahu tidak akan ada tambahan uang di kampus, akhirnya saya melamar ke kursus bahasa Inggris. Dan saya harus rela kerja siang malam untuk tetap memenuhi semua yang saya perlu bayar.
Lagi-lagi, instead of menggerutu, saya memilih ber positif thinking dengan takdir ini. Dengan pekerjaan saya yang lumayan memuaskan di EF, akhirnya saya menemui banyak orang hebat yang menyukai gaya mengajar saya. Saya menemui manajer resotran, manajer hotel, pemilik perusahaan batubara, bahkan anak anak pejabat. Kursus tempat saya bekerja memang yang terbesar di Samarinda dan banyak orang orang kaya kursus di sana. Termasuk mereka mereka yang memiliki pengaruh besar di kota saya. Dan alhamdulillah, berkat pekerjaan ini, meski saya hanya anak kos, saya bisa mentraktir mahasiswa makan di restoran mahal saat saya lulus beassiwa LPDP, terbang ke sana kemari mengurus berbagai dokumen, dengan tiket pesawat dan hotel yang dibiayai, dan masih banyak lagi. Belum termasuk parcel-parcel lebaran yang memenuhi kamar kos saya hadiah dari murid-murid. Whoa, itu benar-benar hal yang mengejutkan.
Selain itu, justru di EF saya merintis jalan beasiswa saya. Saya banyak meng upload dokumen dari kantor EF karena mereka memiliki jaringan internet yang cukup kencang. Selain itu, suasana kantor yang begitu nyaman juga membuat saya betah nge warnet disana hehehe.
See, takdir ini tidak menjadikan saya menggerutu, tapi banyak hal baik yang terjadi dari takdir pemotongan gaji. Saya bertemu banyak orang dan merintis jalan beasiswa saya.
Four, takdir gagal PhD di Kimia plus depresi (education destiny)
Yah, mungkin karena saya sudah begitu banyak menemui episode hidup, takdir depresi kali ini saya hadapi dengan lapang dada. Jika Anda sudah bisa ikhlas saat kehilangan anak yang anda kandung selama 9 bulan dan dilahirkan dengan salah jahitan, maka setiap episode kehidupan akan terasa lebih ringan kepahitannya. Tetap pahit, siapa yang tidak sedih PhDnya harus belok arah. Apalagi di negara orang dengan kontrak dan resiko menanggung biaya sendiri. Ditambah depresi yang begitu membuat saya tidak mampu bahkan mengurus diri saya sendiri. Kepala saya selalu pusing, lengkap dengan badan yang lesu dan terasa sangat lelah.
Namun, instead of menyesali takdir ini, saya memilih untuk tetap positif dan khusnudzon padaNya. Dengan depresi ini, saya jadi kenal dokter di Uni of Auckland. Beliau sudah jadi seperti kawan saya karena beliau yang menangani depresi saya. Beliau tahu saya kehilangan anak saya dan paham mungkin itulah sumber tersembunyi depresi saya. Namanya Dr. Viv. Orangnya sudah tua namun sangat wise dan baik. Agak tomboy seperti saya, namun tetap cantik hehehe. Pengalamannya sudah kemana mana dan beliau sangat pintar. Beliau pula yang mendeteksi bahwa bidang kimia organik sintesis mungkin terlalu berat untuk saya.
Selain itu saya bertemu konselor. Saya pun berteman dengannya namun tidak sedekat dengan Dokter Viv. Karena terapi konseling saya hanya 2 kali sebulan sedangkan saya bertemu hampir tiap minggu dengan Dr Viv. Plus, saya juga lebih kenal dengan supervisor baru di education. Saya jadi berkenalan dengan ahli pendidikan kimia, dan yay, alhamdulillah, LPDP menyetujui perpindahan study saya karena alasan yang cukup kuat.
Dengan depresi ini pula, saya jadi istirahat total. Sudah lama rasanya saya tidak istirahat. Selama saya di India, saya sibuk dengan tugas dan ujian, lalu tesis. Selesai itu saya langsung pulang ke Indonesia. Lalu sibuk mengajar di dua tempat sambil mempersiapkan beasiswa. Coba, bagaiman saya bisa istirahat. Bahkan hari Minggu pun saya masih mengajar privat di Samarinda. Intinya saya selalu bekerja, cari uang hehehe. Namun sejak saya disini dan kena depresi, saya istirahat. Saya diberi obat paten, makan bergizi dan dicurahi kasih sayang. Dan akhirnya saya punya waktu untuk memeriksakan benjolan di dada kanan saya. Itu pun, ya Allah, barokah Allah itu tidak terkira, asuransi yang saya ajukan hanya 600 NZD malah disetujui 893 NZD. Coba bayangkan, betapa banyak Allah Mengirmkan saya rejeki dari arah yang tidak saya sangka-sangka.
Depresi ini tidak membuat saya menggerutu. Depresi ini membuat saya berkenalan dengan dokter, konselor, punya supervisor baru di bidang pendidikan kimia, dan punya waktu untuk istirahat dan mencintai diri saya.
Five, takdir perceraian (relationship destiny)
Semua orang pasti menyangka saya gila saat saya masih bisa baik sangka pada takdir Allah yang ini. Yeah, saya tidak mengisayaratkan saya mendukung perceraian, namun ada kalanya kita harus berjuang untuk hal yang tidak cocok untuk kita dan melepaskannya. Orang yang berani bukanlah orang yang sealu mendapatkan apa yang diperjuangkannya, namun adalah mereka yang mampu berjuang dan paham saat ia harus melepaskan sesuatu yang diperjuangkannya. Itulah bagaimana saya memandang keruntuhan rumah tangga saya. Kadang kita harus runtuh, hancur lebur, untuk kembali sebagai pribadi yang lebih baik.
Dan yeah, saat tahun 2012 itu saya hancur. Tiba tiba saya kehilangan anak, rumah, status yang tidak jelas, dihujat banyak orang, ditinggalkan, wis pokoknya kiamat sugra dah saat itu. Namun, akhirnya perceraian menjadikan saya kuat. Saya jadi menjaga diri saya sendiri. Saya tumbuh jadi wanita yang percaya diri karena saya banyak menyelesaikan masalah saya sendiri. Saya jadi lebih solid dengan diri saya, dan yang paling penting, saya tidak punya waktu lagi menengok hidup orang lain karena hidup saya terlalu rumit dan memusingkan untuk saya hehehe. Saya kadi lebih fokus dengan diri saya, belajar ber negosiasi, tidak manja dan belajar jadi survivor.
Dan itu yang terjadi. Instead of menangisi kehancuran rumah tangga saya, takdir ini justru membawa pengembaraan saya ke India, menyelesaikan master dan yang membawa saya ke New Zealand. Jika saya masih berumah tangga, mungkin saat ini saya tidak disini.
No, saya tidak menyatakan mendukung perceraian. Itu adalah hal yang paling dibenci Allah, namun jika itu terjadi, maka baik sangka padaNya tidak boleh putus. Meski saya akhirnya kehilangan banyak hal dengan perceraian ini, bahkan akses ke anak saya, saya tidak suudzon pada Allah. Bahkan jika pun saya bisa suudzon, saya memilih untuk positif, memandang ini sebagai suatu kesempatan bukan kesulitan.
Perceraian menjadikan saya kebih kuat, lebih ringan, lebih ikhlas, tidak suka menghakimi apalagi mengurusi orang lain, membawa saya ke India dan ke New Zealand.
Well, buruk sangka pda takdir Allah itu tidak akan merubah keadaan. Itu malah membuat kita makin terpuruk. Lebih baik ber khusnudzon padaNya. Percaya bahwa apa yang ditetapkanNya adalah yang terbaik untuk kita. Karena Allah itu sesuai sangkaan hamba-Nya, so lebih baik bersangka ia Maha Baik pada kita dibanding sebaliknya. Sungguh, Allah itu tidak pernah menzalimi hamba-hambaNya.
Seperti QS. Al-Baqarah:216. Bisa jadi kita membenci sesuatu, meskipun itu baik untuk kita, dan bisa jadi kita mencintai sesuatu meskipun itu buruk untuk kita. Allah Maha Mengetahui sedangkan kamu tidak.
Believe me, it is true. Bersangka baiklah, maka hanya hal baik yang akan terjadi pada hidup Anda.
Well, time to sleep. Sudah lewat tengah malam waktu Auckland. semoga tulisan konyol ini bisa memberikan sedikit pemahaman koboy saya tentang ayat demi ayat yang saya rasakan dala hdup saya. Saya memang bukan seorang penghafal quran, atau belajar agama hingga ke Mekkah sana. Saya hanya seorang yang sederhana yang melihat ayat quran, mengimaninya, lalu melihat itu dalam berbagai episode hdiup yang saya rasakan.
Auckland, 17 Mei 2016
-NK-
Menginspirasi tulisannya,terima kasih.
ReplyDelete