Tuesday, 24 May 2016

AN IDIOT GUIDE ON HOW TO DEAL WITH DIFFICULTIES

Dear everyone.

Saat ini saya kembali duduk di depan laptop saya di unilodge. Urusan saya telah selesai hari ini. Saya memulainya sejak pagi buta untuk men scan file asuransi dan keperluan visa. Lalu saya ngantri di Graduate Centre dan international office untuk mendapat kejelasan atas hal yag saya perlukan. Alhamdulillah, by lunch time, semuanya sudah selesai.

Seperti yang Anda tahu, saya baru saja dapat kabar gembira dengan diterimanya aplikasi saya di education. Dan seperti yang Anda ketahui pula, saya melakukan semua proses itu di tengah timbul dan tenggelamnya sya dalam depresi berat yang akhirnya mematahkan perjuangan saya di jurusan sebelumnya. Di tengah kepala yang melayang layang itulah, saya terus berjuang agar saya bisa membelokkan arah PhD ini agar tidak terlalu sia sia telah jauh-jauh datang ke Auckland. Istilah saya, LANDING WITH MINIMUM IMPACT. Mendarat dengan tabrakan minimal hehehehe.

Well, kali ini saya ingin menulis tentang bagaimana kita mengatasi kesulitan. Mungkin ini bukan guidance baku wong saya juga masih belajar untuk bisa menjadi problem solver. Tapi setidaknya karena telah berbagai episode hidup saya lewati, setidaknya apa yang pernah saya lewati dan pecahkan bisa jadi acuan saat mungkin Anda terbentur pada masalah. Yang penting tulisan saya membawa manfaat lah. Itu saja heheeh.

Untuk lebih mudah melihat bagaimana saya meng crack suatu masalah, mari kita aplikasikan idiot guide ini pada masalah yang baru saya lewati, yaitu perubahan arah PhD di negara orang yang bernama New Zealand. Ok, here we go.

One, KNOW THE ROOT OF THE PROBLEMS
Hal yang paling esensial dari how o deal wth difficulties itu adalah bagaimana kita mengenal kesulitan itu sendiri dan akarnya. Seperti kemarin, akar masalahnya adalah saya kena depresi dan tidak memungkinkan untuk kembali bekerja. Intinya it is not right for me lah. Jadi akarnya itu. Depresi dan harus berubah lingkungan kerja.

Adalah penting untuk mengenal akar dari suatu kesulitan agar kita bisa merumuskan strategi untuk memecahkannya. Biasanya saya perlu berhari hari sebelum akhirnya bisa mengetahui apa yang sebenarnya yang menjadi akar masalah saya. Dan saya tidak akan berhenti berjuang hingga saya lihat, well, I can't do it anymore.

Two, ACCEPT IT; DON'T FIGHT IT
It is also important to accept difficulties. Menerima kesulitan bukan berarti kita berkompromi dengan kesulitan itu sendiri lalu berperan sebagai korban yang selalu disakiti. Tidak akan berubah keadaan suatu kaum hingga ia merubah kedaaannya sendiri. Itu prinsip dari Al Quran yang selalu say apegang teguh. Meneima sebuah kesulitan akan menjadikan kita ber sinergi dengan kesulitan itu dan akhirnya memudahkan kita untuk mengenalinya. Istilahnya kita jangan musuhan dulu dengan kesulitan kita pada saat kita baru dapat serangannya, tapi pura pura jadi sahabatnya dulu hingga kita tahu titik kelemahannya. Setelah itu, baru attack back.

Saya menerapkan ini pada depresi saya. Pasti panik lah kena penyakit aneh di negara orang. Badan melayang layang, nafsu makan hilang, dan kepala selalu pusing dan bahkan muntah. Belum lagi kepikiran dengan pekerjaan di kimia dan bagaimana jika saya ketinggalan banyak. Pasti pinginnya segera sembuh. Tapi jika kita selalumemaksa untuk sembuh, padahal belum sembuh, ya itu akhirnya malah tambah down. Akhirya saya menerima depresi ini sebagai bagian dari hidup saya saat itu. Tidur seharian, lambat bergerak, hingga akhirnya minum obat depresi dan ikut konseling. HIngga saat ini pun, saya masih ikut anxiety class, kelas untuk mengatasi rasa gelisah karena saya kadang masih suka tidak bisa tidur.

Saat saya menerima depresi ini, akhirnya saya bisa slowly mengapung ke atas dan akhirnya menemui kualitas syukur saya lagi.

Three, SOLVE WITH TACTIC
Yang berikutnya yang saya sarankan adalah, PAKAI TAKTIK. Jangan gerabak gerubuk. Lihat akar masalah, lalu rumuskan hal apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi hal itu.

Untuuk masalah saya:
1. Saya perlu sembuh dari depresi ini, tapi juka depresi ini tidak akan hilang jika saya masih dihimpit masalah, jadi saya harus terapi depresi sambil menyelesaikan masalah saya.
2. Saya punya kontrak dengan LPDP yang harus segera saya clearkan, saya perlu sponsor agar bisa tetap PhD disini.
3. Saya perlu LOA untuk bisa tetap di sponsori LPDP.
4. Saya perlu supervisor baru tanpa mengurangi rasa hormat dengan supervisor yang lama.
5. Saya perlu PROPOSAL untuk dapat supervisor.

Jadi jelas, saya perlu punya proposal dulu, lalu cari supervisor, lalu punya LOA lalu bisa tetap dibiayai LPDP. Anda bisa lihat bagaimana taktik saya. Saya tidak gegabah langsung mundur di Kimia, tapi saya telusuri pelan pelan jalan apa yang bisa saya tempuh tanpa lecet hehehe.

Pertama tama yang saya lakukan adalah MENULIS PROPOSAL.
Terus terang ini proposal dengan durasi belajar ter singkat yang pernah saya tulis. Cuma lima hari, proposal saya jadi saya buat, meski saya agak tidak pede dengan isinya, yang penting ada modal dulu untuk ngomong dengan supervisor, begitu lah pikir otak saya yang depresi saat itu.

Setelah proposal jadi, saya MENCARI SUPERVISOR
Saya bergerilya lagi meng email beberapa profesor yang mungkin berkenan menerima saya. Hingga akhirnya ada 3 supervisor yang berkenan meng interview saya. Meski dengan badan melayang-layang, saya akhirnya menemui mereka satu demi satu. Satu di antara mereka memuji semangat saya, mereka tahu saya sedang kurang enak badan, begitu istilah saya hehe, namun tetap bersemangat untuk menghadiri interview. Bahkan akhirnya, mereka yang meminta saya memilih dua diantara mereka untuk jadi supervisor saya. Intinya tiga tiganya berminat membimbing saya padahal yang diperlukan cuma dua heheheh. Salah satu diantara mereka bahkan berkata "YOU ARE A DESIRED CANDIDATE".

Setelah itu beres, saya mulai MELOBBY LPDP
Seperti yang Anda tahu, saya melobby banyak pihak untuk menguatkan alasan kepindahan saya. Saat ini saya juga merasa beruntung telah memilih LPDP sebagai sponsor saya, karena saya pikir mungkin sponsor lain tidak akan bisa se supportif itu untuk mewujudkan mimpi PhD saya yang hampir karam dan berkenan memberikan kesempatan kedua. Alhamdulillah, semua pihak mendukung saya, baik supervisor, dokter maupun konselor. Setelah semuanya cukup, saya upload lah permohonan saya. Sambil terus berdoa semoga saya bisa disetujui permohonan untuk pindah. Dan alhamdulillah, permohonan saya disetujui! Dengan resiko tanggung sendiri jika tidak bisa selesai dalam sisa waktu kontrak. Fair enough, menurut saya meski harus hidup dengan budget super ketat, saya akan berusaha.

Dan yes, setelah itu mulailah saya submit aplikasi baru saya di School of Education. Dan itulah hasil perjuangan saya selama 2 bulan ini, terjawab kemarin sore dengan LOA unconditional di tangan saya. Meski awalnya saya tidak percaya dengan proposal yang saya buat, belum lagi master pendidikan saya yang sudah 6 tahun yang lalu dan bukan dari luar negeri. Wis minder lah saya dengan semua yang saya coba di education itu. Belum lagi trauma di kimia membuat saya takut gagal lagi. Tapi alhamdulillah, semua terlewati :-)

Selama melakukan proses ini, saya juga terus ber proses dengan depresi saya. Terus minum obat, ikut terapi, konseling dan sekarang saya tambah dengan olahraga.

Dan alhamdulillah, sejak awal Mei, saya sudah mulai membaik. Bisa bangun pagi, bisa mulai banyak membaca dan sudah mulai segar. Semuanya memang tepat pada waktuNya.

Well, that is my idiot guide on how to deal with difficulties. Saya yakin Anda pasti punya formula sendiri dan mungkin guidance ini terlalu sederhana untuk diikuti. Maka itulah namanya IDIOT GUIDE. Bimbingan yang begitu sederhana dan masih perlu banyak revisi hehehe.

Enjoy!

Auckland, 25 Mei 2016,

-NK-

No comments:

Post a Comment