Thursday, 26 May 2016

BENT, NOT BROKEN!

Dear Everyone.

Kembali saya menyapa Anda semua dari dinginnya Auckland di awal musim dingin ini. Belum terlalu drop sih suhunya hari ini masih 19 dan kalau over night masih drop di 12, belum di bawah 10 lah intinya. Tapi untuk saya sih, itu sudah dingin banget hehehe. Entahlah semoga saya bisa survive di winter. Ini aja hidung saya meler terus dan selalu bersin di kamar saya di unilodge. Insya Allah semuanya akan terlewati, amin.

Saat ini seperti yang telah saya kabarkan di wall FB saya, alhamdulillah, saya berhasil melewati masalah rumit yang saya hadapi di negeri orang ini. Tidak gampang, rumit sekali masalah yang saya hadapi sejak awal tahun 2016 ini. Berbeda dengan gemilangnya pencapaian saya di 2015, 2016 terasa sedikit terseok seok. Namun bukan menyerah, saya selalu berusaha memecahkan apa yang saya hadapi. Well, saya menghadapi masalah berlapis. Saya di bawah kontrak beasiswa, berada di tahun pertama saya sebagai PhD student di Kimia, dan merasa tidak mampu meneruskannya. Pilihannya sudah jelas, SAYA GAGAL. Lalu saya tenggelam dalam depresi berat yang membuat saya berdiri saja susah. Kepala saya pusing, tidak nafsu makan, mual dan muntah. Benar-benar hal yang saya hadapi di negara orang ini, tidak mudah.

Ok, mari saya bagi tulisan ini berdasar timeline. Penting sekali untuk melihat ini sebagai tulisan dengan plot agar Anda semua bisa melihat bagaimana saya akhirnya melewati rintangan satu demi satu hingga tiba di hari ini.

Maret 2016
Inilah saat saya sudah tidak kuat lagi. Saya menangis, menelpon konselor emergency di kampus dan hampir bunuh diri. Yup, BUNUH DIRI. Seperti yang Anda tahu, saya merasa bahwa hanya akademik lah yang bisa saya lakukan di hidup ini. Saya sudah gagal dalam rumah tangga, kehilangan anak saya, jadi apalah saya ini, selain hanya seorang wanita sendiri yang akhirnya hidup dari satu beasiswa ke beasiswa lain. Nah, saat akademik pun saya gagal, disitulah saya merasa IT IS THE END OF THE WORLD. Saya ingin mati. Habis sudah hajat hidup saya, itu pikiran saya. buat apa hidup kalau semua hal dalam hidup saya tidak bisa lakukan. I am a BIG F. BIG FAILURE! Itu yang saya pikirkan tentang diri saya saat itu. Pastinya itu bagian dari depresi saya. Saya tidak lagi menghargai diri saya. Kepercayaan diri yang terbangun saat saya sekolah di India, habis begitu saja. Untunglah, saya masih punya iman, yang membuat saya bertahan. Istilahnya biar sejelek jeleknya nasib di dunia, jangan sampai pulang ke akhirat, apes juga. Kalau bunuh diri yah neraka lah akhirnya. Itulah pikiran yang menyelamatkan saya.

Di  maret ini, saya resmi tumbang. Itu pun, saya masih berusaha. Saya ke international office dan menemui Dr Viv yang akhirnya memberi saya obat escitalopram dan obat tidur yang masih saya konsumsi hingga hari ini. Obat tidurnya sudah tidak rutin lagi, namun escitalopram masih setiap hari. Satu yang saya tahu, SEROTONIN SAYA HABIS! Saya tidak bisa bahagia lagi tanpa obat. Otak saya mandeg, linglung, terganggu fungsinya. Barulah saya tahu, apa itu depresi.

Sambil melayang-layang, di bulan ini saya mulai putar arah. Sebenarnya ide putar arah ini sudah disarankan dari dulu oleh beberapa teman yang sering melihat saya menangis di musholla saat shalat zuhur. Namun karena saya tidak tahu siapa siapa disini ditambah ketakutan apakah LPDP akan menyanggupi permohonan pindah saya, visa yang mungkin berubah, intinya ya itu lah, terlalu rumit. Lebih baik besok coba lagi di lab, begitu pikiran saya.

Selain dokter dan konselor, yang saya temui adalah Graduate Center. Ini adalah tempat dimana kita bisa konsultasi tentang berbagai masalah akademis yang kita temui termasuk pindah PhD. Dan saya benar-benar kaget dengan jawaban mereka. SAYA HARUS MENGULANG SEMUA PROSES JIKA INGIN PINDAH PhD KE FAKULTAS LAIN. Intinya ya daftar ulang lagi dari awal. Ya upload dokumen, nyari supervisor, nulis proposal, minta rekomendasi, huhu pingin nangis rasanya. Proses ini kan tidak sebentar. Dan siapa yang mau menerima saya? Saya juga tidak kenal siapa siapa. Bagaimana ini?

Tapi ya itu, dengan kepala depresi, saya putar otak. Tidak akan ada yang bisa membantu saya, jika saya sendiri tidak berusaha. Saya harus bergerak. Apapun hasilnya, saya akan berusaha. Dan jika usaha terakhir ini masih stuck, saya akan pulang ke Indonesia dengan ikhlas. Itu tekat saya.
Dan...mulailah saya menulis PROPOSAL. Saya cari topik yang paling saya akrabi saja tentang pendidikan kimia. Yang penting, bisa masuk, ada supervisor yang menerima. Itu tekat saya. selain itu, saya mulai membuka website education dan melihat daftar dosen mereka. Lalu mengemail mereka, satu per satu.

Tiga diantara banyak yang saya email, akhirnya setuju menemui saya. dan alhamdulillah, tiga tiganya berminat membimbing saya dan meminta saya memilih. Dan tentu saja, saya memilih dua diantara mereka dan dengan sopan memhon maaf dengan yang satu. Saat itu, saya ingat, rasa melayang layang di kepala saya sedikit berkurang. Mungkin karena saya merasa, satu pintu sudah terbuka.

Saat ini juga saya merasa saya seperti LOMPAT. Saya sudah tidak tahu lagi jalan apa yang harus saya lakukan karena PhD saya yang buntu di Kimia. Akhirnya, saya memilih melompat, karena prinsip saya, Allah tidak akan membiarkan saya jatuh. Antara dua yang terjadi, Ia akan menangkap saya sebelum saya jatuh atau Ia akan mengajari saya TERBANG! Saya percaya itu, sangat percaya. Setelah banyaknya masalah hidup yang saya lewati, tidak ada alasan untuk tdak percaya hal ini. 



April 2016
Pertanyaan berikutnya adalah, apakah LPDP mau saya belok jurusan? Satu yang saya pikir, saya harus punya ALASAN DAN BUKTI KUAT untuk pindah. Dan itu harus saya dapatkan dari 4 pihak: doketr, konselor, supervisor saya sebelumnya dan supervisor saya yang berikutnya. Tapi saya tidak boleh langsung daftar tanpa persetujuan LPDP, karena itu menyalahi aturan. Itu lah pikiran saya.
Setelah mendapatkan supervisor, saya pun melobby mereka untuk menulis surat dukungan untuk saya. Berbeda dengan strategi mahasiswa PhD lain yang biasanya menyembunyikan study mereka sebelumnya, saya dengan terus terang menyebut bahwa saya telah bekerja 6 bulan di Kimia dan tidak berhasil. Memang ini sangat be resiko, salah salah, supervisor baru ini bisa men cap saya sebagai ya itu manusia gagal. Namun, alhamdulillah, mereka berdua melihat tindakan saya sebagai TINDAKAN YANG BERANI. Berani mengakui kelemahan dan mencari solusi agar tidak sia-sia ke Auckland. Dan akhirnya, mereka berkenan menulis surat dukungan itu untuk saya.

Berikutnya, dokter, konselor dan akhirnya supervisor saya di Kimia. Setelah semua lengkap, saya pun scan semua dokumen itu dan alhamdulillah, tepat tanggal 25 April, saya mendapat balasan LPDP MENYETUJUI PERPINDAHAN SAYA. saat itu, saya ingat, saya menangis sendiri di kamar saya. Saya baru menelpon RC setelah beberapa jam melihat surat LPDP itu. Rasanya tidak percaya LPDP setuju. Dan untuk pencapaian ini, RC menghadiahi saya cincin blue safir yang indah ini hehehhe.

Sebelum LPDP resmi menyetujui ini, di bulan ini pula, saya memutuskan menerima lamaran Russell. Saya pikir itu juga terapi yang sangat baik untuk saya, karena sudah sekian lama saya menghindarinya namun ia dan kegigihannya memang tak bisa ditolak dan penting untuk seorang yang depresi untuk merasa dicintai. Tapi biarpun sudah ada cincin berlian di jari saya, tetap lah, hasrat ingin belajar, ingin ikut konferensi internasional, punya tulisan di jurnal internasional bukan Cuma di blog hehehe, itu tidak akan hilang. Saya masih seorang pembelajar bukan hanya seorang pencinta hahaha. Jadi meski saat itu dunia asmara saya sedang bagus bagusnya, tetap lah tiap malam saya memikirkan PhD saya dan kadang sedih sendiri.

Di bulan ini pula, saya mulai membaca banyak hal tentang depresi. Saat inilah saya menemukan buku inspiratif ini. Judulnya BENT, NOT BROKEN. Belok, bukan patah. Cerita tentang seorang pelacur yang akhirnya berhasil menjadi dokter. Selain itu, saya mulai membaca buku 15 STEPS TO OVERCOME DEPRESSION AND ANXIETY. Dan dari buku ini pula, saya ikuti tahapnya satu demi satu, termasuk olahraga. Bagaimana berenang melewati pusaran depresi, dan akhirnya berhasil mengapung kembali tanpa tenggelam ditarik olehnya. Bagaimanapun keadaan saya, otak saya harus aktif. Itu pikiran saya.


Mei 2016
Setelah itu, tentu pertanyaan berikutnya, apa saya bisa tembus di education? Iya sih sudah punya supervisor, tapi proposal kan juga harus mumpuni. Dan berbeda dengan di Kimia, dimana supervsiro yang men desain reaksi, di education ya mikir sendiri lah topik apa. Selain itu, ijazah Master Pendidikan saya bukan dari luar negeri. Kalau yang master of Science iya dari India. Tapi apa mungkin tembus dengan ijazah master pendidikan yang diselesaikan 6 tahun lalu itu? Tapi yo wis lah, saya pikir, bikin proposal dulu, lalu upload semua dokumen. Ya saya mengulang semua proses yang saya lakukan tahun lalu itu. Ya upload dokumen, cari rekomendasi, agak malu juga sih mengontak India lagi karena beliau beliau dulu juga yang rekomendasi saya masuk di sains, tapi dengan terus terang, saya mengakui bahwa saya tidak mampu di Kimia dan dibantu dengan rekomendasi dari Indonesia, semua syarat terlengkapi.

Terus terang, saat ini depresi saya sudah jauh membaik. Saya sudah bisa tidur tanpa obat dan sudah lebih tenang. Istilahnya sudah nothing to lose. Apapaun yang terjadi, terjadilah. Tapi tentu saja masih kepikiran lah, masuk nggak ya di education. Pasti masih khawatir dan masih nggak pede apalagi saya gagal di jurusan sebelumnya. Tapi dengan terus tawakkal dan berkomunikasi dengan Allah SWT melalui sujud dan doa, saya pikir, semua pasti sudah ada garisanNya. Kewajiban saya mah Cuma usaha, hasilnya biar Allah yang tentukan. Jika memang PhD ini baik untuk saya, pasti saya berhasil lewat rintangan ini.

Saat ini juga, karena sudah resmi bertunangan, saya dan Russell bertambah dekat. Ia yang melihat semua progress saya. Dari depresi, sedih, menangis, hampir bunuh diri, nggak bisa bangun tempat tidur, wis sudahlah, menyedihkan banget saya saat itu hahaha. Bahkan pernah suatu hari di awal mei, saya tidak bisa bangun mengambil obat dari lemari. Bayangkan, saya tergeletak sendirian di kamar, dan tidak bisa melangkah bahakn hanya untuk ambil obat, hingga akhirnya ditolong oleh mekanik di unilodge yang datang untuk memperbaiki pintu kamar saya.

Sering saat kami makan bersama, cerita tentang apakah saya akan diterima di education itu terbetik dari mulut kami berdua. Dan ia selalu percaya, saya pasti bisa. Meski saya sendiri sudah tidak percaya dengan diri saya. waktu itu, ya worst scenarionya ya pulang, nikah dengannya, lalu melupakan mimpi PhD ini jika tidak diterima di education. Tapi pasti saya masih akan selalu memikrikan hal ini di hati saya. wong memang dasarnya pembelajar ya berat kalau disuruh gak sekolah lagi.

Dan akhirnya penantian saya berakhir. LOA itu resmi di tangan saya. aplikasi saya resmi disetujui di education. Alhamdulilllah, begitu besar rasa syukur saya kepada Allah SWT. Benar-benar saya ditolong olehNya. Belok jurusan, di bawah kontrak beasiswa, tentu tidak mudah. Ada banyak hal yang harus saya lewati.

Dan kemarin, saat saya menghadiri kelas terapi saya yang namanya ANXIETY CLASS, konselor saya sangat bangga melihat pencapaian saya. Ia melihat saya datang menangis, kuyu, tidak punya semangat, hampir bunuh diri saat itu, lalu saya datang lagi, dua bulan kemudian, dengan wajah cerah, bahagia, bersinar, penuh harapan. Saya memeluknya saat itu. Begitu pun dengan beberapa orang di international office yang melihat betapa saya berjuang. Bahkan konselor saya di kelas terapi itu berkata YOU CAN BE A MODEL CANDIDATE OF HOW TO OVERCOME DEPRESSION.

Dan hari ini, saya dan RC pun merayaka hari ini. Ia me sms saya sejak pagi bahwa ia ingin membelikan saya boots setinggi lutut agar saya tidak kedinginan saat berjalan ke bus stop. Ini juga untuk merayakan karena mulai minggu depan saya resmi mulai bekerja lagi di education. Belum full work, masih menui supervisor dan diberi daftar bacaan. Tapi setidaknya sudah ada kegiatan. Dan saat saya tiba di toko sepatu itu, tunangan saya yang baik hati ini telah berdiri di dekat sebuh boots cantik dan memilihkan itu untuk saya. Ah, bagaimana saya tidak mencintai lelaki  ini?



Dan saat saya berjalan menyusuri jalan Auckland hari ini menuju unilodge, saya tersenyum sendiri sambil menenteng kotak boots yang besar. Senang sekali sekarang saya punya knee high boots untuk kaki saya agar tidak kedinginan.  Saya juga telah berhasil melewati masalah rumit yang saya temui di negara orang ini. Saya tidak patah, saya belok. Kapal PhD saya tidak karam, Cuma sedikit lecet tapi berhasil ber manuver tanpa menabrak karang dan karam. Dan saya menatap langit, melihat birunya langit Auckland, menikmati angin, dan saya tersenyum karena melihat satu hal disana. HOPE!

Auckland, 27 Mei 2016


-NK-

3 comments:

  1. Terharu.....keep fighting kak.... Tulisannya sngt menginspirasi....klo dah jd buku sy beli deh hehehhe

    ReplyDelete
  2. Terharu.....keep fighting kak.... Tulisannya sngt menginspirasi....klo dah jd buku sy beli deh hehehhe

    ReplyDelete
  3. Thank you yaaa Yuni Nahumarury sudah berkenan membaca, hehehe semoga nanti bisa benar-benar keluar bukunya amiin...

    ReplyDelete