Dear Everyone.
Kembali saya menyapa Anda semua
dari dinginnya Auckland di awal musim dingin ini. Belum terlalu drop sih
suhunya hari ini masih 19 dan kalau over night masih drop di 12, belum di bawah
10 lah intinya. Tapi untuk saya sih, itu sudah dingin banget hehehe. Entahlah
semoga saya bisa survive di winter. Ini aja hidung saya meler terus dan selalu
bersin di kamar saya di unilodge. Insya Allah semuanya akan terlewati, amin.
Saat ini seperti yang telah saya
kabarkan di wall FB saya, alhamdulillah, saya berhasil melewati masalah rumit
yang saya hadapi di negeri orang ini. Tidak gampang, rumit sekali masalah yang
saya hadapi sejak awal tahun 2016 ini. Berbeda dengan gemilangnya pencapaian
saya di 2015, 2016 terasa sedikit terseok seok. Namun bukan menyerah, saya
selalu berusaha memecahkan apa yang saya hadapi. Well, saya menghadapi masalah
berlapis. Saya di bawah kontrak beasiswa, berada di tahun pertama saya sebagai
PhD student di Kimia, dan merasa tidak mampu meneruskannya. Pilihannya sudah
jelas, SAYA GAGAL. Lalu saya tenggelam dalam depresi berat yang membuat saya
berdiri saja susah. Kepala saya pusing, tidak nafsu makan, mual dan muntah. Benar-benar
hal yang saya hadapi di negara orang ini, tidak mudah.
Ok, mari saya bagi tulisan ini
berdasar timeline. Penting sekali untuk melihat ini sebagai tulisan dengan plot
agar Anda semua bisa melihat bagaimana saya akhirnya melewati rintangan satu demi
satu hingga tiba di hari ini.
Maret 2016
Inilah saat saya sudah tidak kuat
lagi. Saya menangis, menelpon konselor emergency di kampus dan hampir bunuh
diri. Yup, BUNUH DIRI. Seperti yang Anda tahu, saya merasa bahwa hanya akademik
lah yang bisa saya lakukan di hidup ini. Saya sudah gagal dalam rumah tangga,
kehilangan anak saya, jadi apalah saya ini, selain hanya seorang wanita sendiri
yang akhirnya hidup dari satu beasiswa ke beasiswa lain. Nah, saat akademik pun
saya gagal, disitulah saya merasa IT IS THE END OF THE WORLD. Saya ingin mati. Habis
sudah hajat hidup saya, itu pikiran saya. buat apa hidup kalau semua hal dalam
hidup saya tidak bisa lakukan. I am a BIG F. BIG FAILURE! Itu yang saya
pikirkan tentang diri saya saat itu. Pastinya itu bagian dari depresi saya.
Saya tidak lagi menghargai diri saya. Kepercayaan diri yang terbangun saat saya
sekolah di India, habis begitu saja. Untunglah, saya masih punya iman, yang
membuat saya bertahan. Istilahnya biar sejelek jeleknya nasib di dunia, jangan
sampai pulang ke akhirat, apes juga. Kalau bunuh diri yah neraka lah akhirnya. Itulah
pikiran yang menyelamatkan saya.
Di maret ini, saya resmi tumbang. Itu pun, saya
masih berusaha. Saya ke international office dan menemui Dr Viv yang akhirnya
memberi saya obat escitalopram dan obat tidur yang masih saya konsumsi hingga
hari ini. Obat tidurnya sudah tidak rutin lagi, namun escitalopram masih setiap
hari. Satu yang saya tahu, SEROTONIN SAYA HABIS! Saya tidak bisa bahagia lagi
tanpa obat. Otak saya mandeg, linglung, terganggu fungsinya. Barulah saya tahu,
apa itu depresi.
Sambil melayang-layang, di bulan
ini saya mulai putar arah. Sebenarnya ide putar arah ini sudah disarankan dari
dulu oleh beberapa teman yang sering melihat saya menangis di musholla saat
shalat zuhur. Namun karena saya tidak tahu siapa siapa disini ditambah
ketakutan apakah LPDP akan menyanggupi permohonan pindah saya, visa yang
mungkin berubah, intinya ya itu lah, terlalu rumit. Lebih baik besok coba lagi di
lab, begitu pikiran saya.
Selain dokter dan konselor, yang
saya temui adalah Graduate Center. Ini adalah tempat dimana kita bisa
konsultasi tentang berbagai masalah akademis yang kita temui termasuk pindah
PhD. Dan saya benar-benar kaget dengan jawaban mereka. SAYA HARUS MENGULANG
SEMUA PROSES JIKA INGIN PINDAH PhD KE FAKULTAS LAIN. Intinya ya daftar ulang
lagi dari awal. Ya upload dokumen, nyari supervisor, nulis proposal, minta
rekomendasi, huhu pingin nangis rasanya. Proses ini kan tidak sebentar. Dan siapa
yang mau menerima saya? Saya juga tidak kenal siapa siapa. Bagaimana ini?
Tapi ya itu, dengan kepala
depresi, saya putar otak. Tidak akan ada yang bisa membantu saya, jika saya
sendiri tidak berusaha. Saya harus bergerak. Apapun hasilnya, saya akan
berusaha. Dan jika usaha terakhir ini masih stuck, saya akan pulang ke
Indonesia dengan ikhlas. Itu tekat saya.
Dan...mulailah saya menulis
PROPOSAL. Saya cari topik yang paling saya akrabi saja tentang pendidikan
kimia. Yang penting, bisa masuk, ada supervisor yang menerima. Itu tekat saya.
selain itu, saya mulai membuka website education dan melihat daftar dosen
mereka. Lalu mengemail mereka, satu per satu.
Tiga diantara banyak yang saya
email, akhirnya setuju menemui saya. dan alhamdulillah, tiga tiganya berminat
membimbing saya dan meminta saya memilih. Dan tentu saja, saya memilih dua
diantara mereka dan dengan sopan memhon maaf dengan yang satu. Saat itu, saya
ingat, rasa melayang layang di kepala saya sedikit berkurang. Mungkin karena
saya merasa, satu pintu sudah terbuka.
Saat ini juga saya merasa saya seperti LOMPAT. Saya sudah
tidak tahu lagi jalan apa yang harus saya lakukan karena PhD saya yang buntu di
Kimia. Akhirnya, saya memilih melompat, karena prinsip saya, Allah tidak akan
membiarkan saya jatuh. Antara dua yang terjadi, Ia akan menangkap saya sebelum
saya jatuh atau Ia akan mengajari saya TERBANG! Saya percaya itu, sangat
percaya. Setelah banyaknya masalah hidup yang saya lewati, tidak ada alasan untuk tdak percaya hal ini.
April 2016
Pertanyaan berikutnya adalah,
apakah LPDP mau saya belok jurusan? Satu yang saya pikir, saya harus punya
ALASAN DAN BUKTI KUAT untuk pindah. Dan itu harus saya dapatkan dari 4 pihak:
doketr, konselor, supervisor saya sebelumnya dan supervisor saya yang
berikutnya. Tapi saya tidak boleh langsung daftar tanpa persetujuan LPDP,
karena itu menyalahi aturan. Itu lah pikiran saya.
Setelah mendapatkan supervisor,
saya pun melobby mereka untuk menulis surat dukungan untuk saya. Berbeda dengan
strategi mahasiswa PhD lain yang biasanya menyembunyikan study mereka
sebelumnya, saya dengan terus terang menyebut bahwa saya telah bekerja 6 bulan
di Kimia dan tidak berhasil. Memang ini sangat be resiko, salah salah,
supervisor baru ini bisa men cap saya sebagai ya itu manusia gagal. Namun,
alhamdulillah, mereka berdua melihat tindakan saya sebagai TINDAKAN YANG
BERANI. Berani mengakui kelemahan dan mencari solusi agar tidak sia-sia ke
Auckland. Dan akhirnya, mereka berkenan menulis surat dukungan itu untuk saya.
Berikutnya, dokter, konselor dan
akhirnya supervisor saya di Kimia. Setelah semua lengkap, saya pun scan semua
dokumen itu dan alhamdulillah, tepat tanggal 25 April, saya mendapat balasan
LPDP MENYETUJUI PERPINDAHAN SAYA. saat itu, saya ingat, saya menangis sendiri
di kamar saya. Saya baru menelpon RC setelah beberapa jam melihat surat LPDP
itu. Rasanya tidak percaya LPDP setuju. Dan untuk pencapaian ini, RC
menghadiahi saya cincin blue safir yang indah ini hehehhe.
Sebelum LPDP resmi menyetujui
ini, di bulan ini pula, saya memutuskan menerima lamaran Russell. Saya pikir
itu juga terapi yang sangat baik untuk saya, karena sudah sekian lama saya menghindarinya
namun ia dan kegigihannya memang tak bisa ditolak dan penting untuk seorang
yang depresi untuk merasa dicintai. Tapi biarpun sudah ada cincin berlian di
jari saya, tetap lah, hasrat ingin belajar, ingin ikut konferensi internasional,
punya tulisan di jurnal internasional bukan Cuma di blog hehehe, itu tidak akan
hilang. Saya masih seorang pembelajar bukan hanya seorang pencinta hahaha. Jadi
meski saat itu dunia asmara saya sedang bagus bagusnya, tetap lah tiap malam
saya memikirkan PhD saya dan kadang sedih sendiri.
Di bulan ini pula, saya mulai
membaca banyak hal tentang depresi. Saat inilah saya menemukan buku inspiratif
ini. Judulnya BENT, NOT BROKEN. Belok, bukan patah. Cerita tentang seorang
pelacur yang akhirnya berhasil menjadi dokter. Selain itu, saya mulai membaca
buku 15 STEPS TO OVERCOME DEPRESSION AND ANXIETY. Dan dari buku ini pula, saya
ikuti tahapnya satu demi satu, termasuk olahraga. Bagaimana berenang melewati
pusaran depresi, dan akhirnya berhasil mengapung kembali tanpa tenggelam
ditarik olehnya. Bagaimanapun keadaan saya, otak saya harus aktif. Itu pikiran
saya.
Mei 2016
Setelah itu, tentu pertanyaan
berikutnya, apa saya bisa tembus di education? Iya sih sudah punya supervisor,
tapi proposal kan juga harus mumpuni. Dan berbeda dengan di Kimia, dimana
supervsiro yang men desain reaksi, di education ya mikir sendiri lah topik apa.
Selain itu, ijazah Master Pendidikan saya bukan dari luar negeri. Kalau yang
master of Science iya dari India. Tapi apa mungkin tembus dengan ijazah master
pendidikan yang diselesaikan 6 tahun lalu itu? Tapi yo wis lah, saya pikir,
bikin proposal dulu, lalu upload semua dokumen. Ya saya mengulang semua proses
yang saya lakukan tahun lalu itu. Ya upload dokumen, cari rekomendasi, agak
malu juga sih mengontak India lagi karena beliau beliau dulu juga yang rekomendasi
saya masuk di sains, tapi dengan terus terang, saya mengakui bahwa saya tidak
mampu di Kimia dan dibantu dengan rekomendasi dari Indonesia, semua syarat
terlengkapi.
Terus terang, saat ini depresi
saya sudah jauh membaik. Saya sudah bisa tidur tanpa obat dan sudah lebih
tenang. Istilahnya sudah nothing to lose. Apapaun yang terjadi, terjadilah. Tapi
tentu saja masih kepikiran lah, masuk nggak ya di education. Pasti masih
khawatir dan masih nggak pede apalagi saya gagal di jurusan sebelumnya. Tapi dengan
terus tawakkal dan berkomunikasi dengan Allah SWT melalui sujud dan doa, saya
pikir, semua pasti sudah ada garisanNya. Kewajiban saya mah Cuma usaha,
hasilnya biar Allah yang tentukan. Jika memang PhD ini baik untuk saya, pasti
saya berhasil lewat rintangan ini.
Saat ini juga, karena sudah resmi
bertunangan, saya dan Russell bertambah dekat. Ia yang melihat semua progress
saya. Dari depresi, sedih, menangis, hampir bunuh diri, nggak bisa bangun
tempat tidur, wis sudahlah, menyedihkan banget saya saat itu hahaha. Bahkan pernah
suatu hari di awal mei, saya tidak bisa bangun mengambil obat dari lemari. Bayangkan,
saya tergeletak sendirian di kamar, dan tidak bisa melangkah bahakn hanya untuk
ambil obat, hingga akhirnya ditolong oleh mekanik di unilodge yang datang untuk
memperbaiki pintu kamar saya.
Sering saat kami makan bersama,
cerita tentang apakah saya akan diterima di education itu terbetik dari mulut
kami berdua. Dan ia selalu percaya, saya pasti bisa. Meski saya sendiri sudah
tidak percaya dengan diri saya. waktu itu, ya worst scenarionya ya pulang,
nikah dengannya, lalu melupakan mimpi PhD ini jika tidak diterima di education.
Tapi pasti saya masih akan selalu memikrikan hal ini di hati saya. wong memang
dasarnya pembelajar ya berat kalau disuruh gak sekolah lagi.
Dan akhirnya penantian saya
berakhir. LOA itu resmi di tangan saya. aplikasi saya resmi disetujui di
education. Alhamdulilllah, begitu besar rasa syukur saya kepada Allah SWT. Benar-benar
saya ditolong olehNya. Belok jurusan, di bawah kontrak beasiswa, tentu tidak
mudah. Ada banyak hal yang harus saya lewati.
Dan kemarin, saat saya menghadiri
kelas terapi saya yang namanya ANXIETY CLASS, konselor saya sangat bangga melihat
pencapaian saya. Ia melihat saya datang menangis, kuyu, tidak punya semangat,
hampir bunuh diri saat itu, lalu saya datang lagi, dua bulan kemudian, dengan
wajah cerah, bahagia, bersinar, penuh harapan. Saya memeluknya saat itu. Begitu
pun dengan beberapa orang di international office yang melihat betapa saya
berjuang. Bahkan konselor saya di kelas terapi itu berkata YOU CAN BE A MODEL
CANDIDATE OF HOW TO OVERCOME DEPRESSION.
Dan hari ini, saya dan RC pun
merayaka hari ini. Ia me sms saya sejak pagi bahwa ia ingin membelikan saya
boots setinggi lutut agar saya tidak kedinginan saat berjalan ke bus stop. Ini juga
untuk merayakan karena mulai minggu depan saya resmi mulai bekerja lagi di
education. Belum full work, masih menui supervisor dan diberi daftar bacaan. Tapi
setidaknya sudah ada kegiatan. Dan saat saya tiba di toko sepatu itu, tunangan
saya yang baik hati ini telah berdiri di dekat sebuh boots cantik dan memilihkan
itu untuk saya. Ah, bagaimana saya tidak mencintai lelaki ini?
Dan saat saya berjalan menyusuri
jalan Auckland hari ini menuju unilodge, saya tersenyum sendiri sambil
menenteng kotak boots yang besar. Senang sekali sekarang saya punya knee high
boots untuk kaki saya agar tidak kedinginan. Saya juga telah berhasil melewati masalah
rumit yang saya temui di negara orang ini. Saya tidak patah, saya belok. Kapal
PhD saya tidak karam, Cuma sedikit lecet tapi berhasil ber manuver tanpa
menabrak karang dan karam. Dan saya menatap langit, melihat birunya langit Auckland,
menikmati angin, dan saya tersenyum karena melihat satu hal disana. HOPE!
Auckland, 27 Mei 2016
-NK-
Terharu.....keep fighting kak.... Tulisannya sngt menginspirasi....klo dah jd buku sy beli deh hehehhe
ReplyDeleteTerharu.....keep fighting kak.... Tulisannya sngt menginspirasi....klo dah jd buku sy beli deh hehehhe
ReplyDeleteThank you yaaa Yuni Nahumarury sudah berkenan membaca, hehehe semoga nanti bisa benar-benar keluar bukunya amiin...
ReplyDelete