Saturday 24 September 2016

SIST: SYUKUR, IKHLAS, SABAR, TAWAKKAL. NK: THE UNTOLD STORY

Hai hai, saya lagi nih, sudah lama saya tidak menulis di blog ini. Terakhir saya menulis tentang disney on ice yg saya hadiri bersama RC. Hmm, lama juga saya tidak menulis ya. Well, kesibukan menulis tesis dan hidup di Auckland membuat saya jarang punya waktu untuk duduk dan menulis di blog. Dan karena hari ini hari Minggu, dan saya sedang santai karena tulisan saya sudah siap submit untuk esok, here I am, mulai menulis lagi untuk Anda semua hehehe.

Anyway, tulisan kali ini tentang kebahagiaan dan berkah yg diterima saat kita bersyukur. Hanya sedikit tulisan sederhana saya yang menggambarkan betapa saat kita ikhlas akan apa yang tercabut dari kita, Allah Maha Baik akan Memberikan lebih dari yang kita minta. Niat saya, semoga tulisan ini membawa pencerahan bagi siapa pun yg sedang mumet atau yg sedang bahagia juga dengan hidupnya. Saya hanya ingin menekankan satu hal, bersyukur lah.

Seperti Anda tahu, hidup saya bukan hidup yang mudah. Setahun setelah Najwa hadir, saya terkena penyakit perut yg tak berhenti menyerang saya. Saya diare berkepanjangan hingga menghambat aktivitas saya. Hal ini diperparah dengan kondisi salah jahit yg saya alami sehingga saya sering tak bisa menahan (maaf) BAB. Dengan kondisi seperti itu, akhirnya saya memilih bersabar, ikhlas dengan takdir Allah saat itu. Saya hidup ditopang obat yang mahalnya masya Allah hingga  meghabiskan setengah gaji bulanan saya saat itu, tidak bisa makan seperti orang kebanyakan, dan berat badan saya turun hingga 15 kg. Bahkan saya sempat dikira terkena penyakit berat seperti kanker atau AIDS oleh dokter. Alhamdulillah, dugaan dokter tidak terbukti.

Saat itu saya hidup dengan ikhlas. Kadang saya sudah siap hendak mengajar, eh diare menyerang tanpa alasan, yo wis, saya ganti baju, lalu berbaring di ranjang, dengan Najwa yg masih bayi saat itu, di samping saya. Kadang saya meneteskan air mata, memikirkan biaya obat, biaya anak, sementara saya sakit dan tak bisa bekerja. Tapi saat itulah saya belajar ikhlas. Jika sedang apes dan diare menyerang saya di tempat umum hingga tak sempat ke WC, yo wis pulang ganti baju. Itu saja formula saya. Hidup ikhlas akan takdirNya.

Setelah penyakit perut itu mulai membaik, empat tahun lalu, jodoh saya berakhir dan saya kehilangan satu-satunya buah hati saya, Najwa. Saat itu, dunia seperti jungkir balik untuk saya. All the sudden, saya terbuang dari kapal rumah tangga, terhempas dai samudera hidup, sendirian. Plus, saya tidak punya akses apa apa lagi untuk buah hati saya. Saat itu juga saya hampir tak bisa menerima takdir. Buah hati yg saya lahirkan dengan salah jahit itu, ditakdirkan Allah untuk terenggut dari saya sebagai konsekuensi rumah tangga yg sudah terlalu koyak untuk diselamatkan. Saat itu, saya juga hampir gila. Namun satu yang saya selalu pegang, sesulit appaun hidup, saya harus selalu bersyukur, cari, cari, alasan untuk bersyukur.

Akhirnya Allah Mentakdirkan saya diterima sebagai salah satu penerima beasiswa ICCR ke India. Berangkatlah saya, masih dengan kondisi perut yg sering dangdut an, saya mensiasati kemungkinan diare di jalan dengan memakai pampers dewasa. Saya tidak punya tujuan lagi selain belajar. Hanya belajar yang bisa meredakan kesedihan saya kehilangan Najwa. Belajar dan sekolah itu seperti morfin buat saya. Dengan sibuk belajar, saya bisa sedikit melupakan pedihnya tak bisa lagi tahu kabarnya dan otak saya tidak terlalu linglung akan badai hidup ini. So, saat itu, meski saya sudah punya master pendidikan, saya ambil master of sains lagi. Murni, itu hanya proyek membawa hati yang luka. Saat kondisi di tanah air tidak kondusif untuk saya, pasca perpisahan itu, berangkatlah saya ke India. Pikiran saya hanya, saat saya pulang, dua tahun berikutnya, saya akan punya sedikit tabungan di tanah air karena saya akan hidup dari uang beasiswa. Pikiran saya hanya “bukankah lebih baik menjadi janda dengan gelar M.Pd M.Sc daripada menangis meratapi nasib di tanah air?”.

Dua tahun di India, banyak yang saya lalui. Saya bertemu banyak orang, meihat banyak hidup orang lain yang jauh di bawah saya, ikut makan bersama mereka, hidup dengan masyarakat Hindu disana. Tidak sedikit yang meramalkan saya akan menderita di India karena saya berangkat dengan kepala linglung dan minoritas muslim disana. Tapi alhamdulillah, Allah Maha Memelihara, saya selamat hingga hari ini meski hidup di lingungan mayoritas non muslim disana. Saya tetap shalat, tetap berhijab, tetap puasa, tidak pernah meninggalkan apa yg sudah saya kerjakan. Dan satu lagi, meski saat itu saya tidak tahu kenapa Allah Mentakdirkan saya ke India, saya menjalaninya dengan ikhlas. Dengan iman koboy saya, saya hanya percaya satu hal: ALLAH ITU SESUAI SANGKAAN HAMBA NYA. Jadi saya selalu ingat, ini adalah kebaikan Allah untuk saya.

Dua tahun, selesai lah saya dengan gelar MSc. Meski kuliah saat itu saya jalani dengan linglung. Kadang saya menangis, meraung sendirian saat pedih ingat Najwa itu menyerang saya. Jika Anda lihat saya baik baik saja, jauh saat saya sendirian, kepedihan akan kehilangannya itu masih tetap menyerang saya. Apalagi saat libur, saat saya tidak punya tugas belajar lagi, morfin saya seperti habis dan kesakitan itu menyerang lagi. Tapi iman dan ikhlas saya akan selalu berada di atas rasa sakit saya, sehingga tak pernah sedikit pun saya menyalahkan Allah SWT. Ini adalah takdir Nya, dan takdir Nya, pasti yang terbaik untuk setiap hamba yang bersangka baik pada Nya.

Lalu saat pulang, saya diterpa lagi dengan pemotongan gaji. Masya Allah gaji saya tinggal 1,7 juta saat itu. Meski saya punya orang tua, tapi saya tidak ingin merepotkan siapa siapa. Mulailah saya bergerila mencari penghasilan tambahan di kursus dan alhamdullillah, Allah Memberi rejeki maha dahsyat di EF. Saya digaji dengan rate yang lumayan tinggi sebagai lulusan luar negeri dengan dua gelar master dan pengalaman mengajar yang lumayan tinggi. Saya bertemu banyak orang dan jujur, saya akui, gelar master saya dari India itu cukup memberikan saya fondasi kuat untuk lebih mahir berbahasa inggris. Ya sebelumnya juga bahasa Inggris saya sudah lumayan bagus, namun tentu tidak sama dengan saya yang sudah mereguk pendidikan di negara koloni Inggris tersebut. Istilahnya, saya jauh lebih pede dengan skill saya sepulang dari India. Plus, apa yang saya pelajari di India menunjang pengetahuan kimia saya selain ilmu pendidikan yang saya punya. Istilahnya tidak ada ilmu yang tidak bermanfaat. Ilmu itu pasti ada manfaatnya.

Well well, berkat proyek membawa hati yang luka saya di India itu, saya bertemu Jon melalui email. Supervisor yang akhirnya membuka jalan saya ke Auckland. Dengan tugas akhir MSc yang saya punya itu, Jon menerima saya. Saya dapat beasiswa lagi untuk doktoral. Saat itu saya juga berpikir, kenapa baru setahun saya sudah ditugaskan belajar lagi oleh Allah ya. Dan kali ini ke negara yang mahal, tidak seperti di India yang kebanyakan masih terjangkau oleh rupiah. Tidak seperti dosen kebanyakan, yang berangkat doktoral sudah punya banyak aset di tanah air yang bisa dijual (if things go wrong), saya hanya punya sedikit tabungan tanp aset apa apa. Bahkan saat saya berangkat, satu satunya motor dan laptop yang saya punya saya jual. Saya benar-benar hanya punya otak dan kerja keras sebagai aset saya. Saat itu saya juga berpikir kenapa secepat ini saya ditakdirkan untuk doktoral. Bukankah gaji di EF sudah cukup, sekali sekali masih bisa ketemu Najwa meski harus berjuang dengan waktu dan keterbatasan akses di sekolahnya. Namun Allah takdirkan lagi saya berangkat doktoral. Dan berangkatlah saya, gemetar, takut, khawatir, tapi tawakkal alallah, saya jalani.

Dan yak, hidup kembali mencoba saya. Saya terkena depresi setelah 6 bulan gagal di sains. Awal Maret 2016, saya resmi masuk perawatan depresi. Kadang mual, ingin muntah, tidak nafsu makan, tidak bisa tidur, wis, saya sudah seperti mati rasa saat itu. Bahkan bangun untuk mengambil obat saja say a tidak bisa. Saya terkapar di negara orang, di kamar unilodge saya, sendirian, hanya punya RC yang juga tentu sibuk bekerja. Otak saya berputar terus, memikirkan kemungkinan gagal, kemungkinan dituntut LPDP untuk mengembalikan uang beassiswa, kemungkinan tidak bisa selesai tepat waktu, dapat uang darimana untuk SPP, gimana biaya hidup, siapa yang menopang, wis banyak lah yg dipikirkan. Sampai sampai saya disuruh menulis WORRY LIST lalu belajar membuang kertas itu agar tidak mengganggu pikiran saya. Huah, deperesi, seperti hantu yang menarik saya ke level terbawah mental.

Sekali lagi, saya terus tawakkal. Ikhlas, ya ini sudah takdir Allah. Saya berangkat ke Auckland, memulai di sains, gagal lalu berusaha pindah ke education. Dan alhamdulillah, permohonan pindah saya diterima, saya mulai bekerja di education di bulan ke sembilan beasiswa PhD saya. Saya masih punya jatah 3 tahun 3 bulan dan tentu harus berpacu dengan waktu agar bisa lulus sebelum jatah beasiswa habis.

Dan subhanallah. Saya bertemu banyak orang baik di education. Ada Rani, sang receptionist yang bahkan sering mengundang saya ke rumahnya, ada Neti, si Maorian yang selalu ramah dengan saya. Ada Abdul, sang security yang selalu mengisikan air wudhu untuk saya wudhu di musholla, ada supervisor saya yang baru, alhamdulillah ya Allah, syukur saya, sangka baik saya selalu berbuah manis. Plus ada Russell Church, sang tunangan yang selalu berusaha mendukung saya dan saya bimbing ke muslim an nya. Saya belum tahu apa rahasia Allah mentakdirkan perpisahan saya, tapi itu pasti sudah tertulis di Lauhul Mahfudz untuk saya. Lalu sakit salah jahit pasca melahrikan, lalu kehilangan buah hati yang saya lahirkan dengan salah jahit itu, lalu ke India, lalu bekerja di EF, berangkat doktoral, lalu kena depresi dan sekarang bekerja di education, bertunangan dengan seorang kiwi muslim, dan sedang berusaha lulus PhD. Saya tidak tahu apa hikmahNya. Tapi pasti itu untuk yg terbaik. Dan satu yang saya pelihara, SYUKUR SYUKUR SYUKUR. Apapun takdir itu, seberapa pun takaran Nya, itu pasti yang terbaik untuk saya.

Apakah saya msih tidak bisa menahan BAB? Masiih, tapi sekarang saya jauh lebih sabar. Kadang saya pakai pampers dewasa, kadang ya gitu harus dangdut an ke kamar mandi. That is why, toilet itu penting banget untuk saya. Apakah RC tahu hal ini? Iyaaa tunangan saya yang super sabar itu seringkali saya repotkan dengan pingin ke kamar mandi hehe dan ia paham sekali penyakit saya yang satu ini. Subhanallah.

Jika Anda berkata, “sayang sekali gelar MSc nya tidak terpakai yg terpakai malah gelar M.Pd nya” hoho, tidak, yang membawa saya kesini adalah Allah SWT dengan takdir gelar MSc saya. Dan tesis yang sedang saya kerjakan saat ini pun, tentang aplikasi sains di education, jadi tidak ada ilmu yang sia sia. Jika Anda berkata “sayang sekali setelah salah jahit malah tak punya akses untuk anak pasca berpisah”, hoho, percayalah, ikhas yang saya pegang teguh, itu tidak akan bisa dikecewakan oleh apa apa. Orang yang ikhlas akan takdir Allah, tidak akan kecewa akan apapun. Ia sabar menjalani takdirNya, berusaha bersyukur akan hari ini, tawakkal akan esok hari.

Jika pun ada yang menganggap saya wanita tega yg gila karir dan membuang anaknya sendiri, saya ikhlaskan saja. Saya tidak gila karier. Saya hanya sedang mengkonversi kegagalan saya dalam berumah tangga menjadi hal baik yang masih bisa diraih. Tapi toh, hal iti juga tidak perlu dijelaskan. Saya selalu ikhlas akan apapun anggapan orang lain terhadap saya. Yang selalu saya pelihara adalah, saya harus fokus dengan hidup, bersyukur dan tidak menggunjing orang lain. Dan alhamdulillah, Allah Memberi banyak keberkahan melalui formula saya, SIST.

Sabar
Ikhlas
Syukur
Tawakkal

Ada satu hadist yang selalu saya ingat, “ada dua hal baik yang hanya terjadi pada orang mu’min. Saat ia ditimpa musibah, ia bersabar, saat ia diberi kebahagiaan, ia bersyukur”.

Maka di hari Minggu ini, saya hanya ingin sedikit berbagi tulisan pengalaman hidup saya ini. Semoga bisa bermanfaat, jadi pelajaran, bukan gunjingan, jadi keberkahan bukan kemudaratan, dan semoga Allah selalu Memelihara nikmat iman dan islam yang ada pada diri kita. Karena sungguh, hilang anak, hilang harta, hilang jabatan, hilang nama baik, itu jauh lebih baik dibanding hilang iman, naudzubillah min dzallik.

Bayangkan, ada berapa banyak janda yang akhirnya lari ke narkoba, atau membuka jilbabnya, atau malah terjerumus ke orang-orang yang salah. Ada berapa banyak mereka yang diuji dalam hidupnya justru berakhir dengan meninggalkan keimanan nya. Ada berapa banyak orang yg akhirnya kalah dalam perjuangan hidup dan  malah memilih jalan yang salah karena hidup tak ramah untuknya. Maka Maha Besar Allah yang selalu Memeliharakan saya di jalanNya. Hingga di mana pun saya berada, alhamdulillah, saya masih istiqomah berada di jalanNya. Tentu saya bukan yang terhebat dalam formula menjalani hidup, dan masih banyak yang ujiannya jauh di atas leve saya yang imannya masih level koboy ini. Tapi, itu semua adalah atas kehendak Allah SWT. 


Ingatlah selalu akan tiga hal:
1. Qs. Ibrahim ayat 7: bersyukurlah, maka akan Ku Tambah.
2.  Allah Selalu sesuai sangkaan hamba Nya.
3.  Ikhlas akan hari kemarin, syukur dan sabar untuk hari ini dan tawakkal untuk hari esok.
Insya Allah, barokah Allah akan selalu bersama kita.

Auckland, 25 September 2016
-NK-