Saturday 28 October 2017

To Define Where Home Is

This is just a writing because you are just too bored waiting for a flight. I just would like to write about home. Rumah. To be honest, sejak lima tahun lalu, saya tak tahu lagi definisi rumah itu dimana. Dulu saya di India, saat pulang ke Samarinda, I cried too, karena sudah kadung akrab dengan suasana di India, dua tahun saya tinggal disana. Padahal masih ingat awal saya data
ng ke negara itu, saya menangis di mobil yang membawa saya ke Mysore saat itu dan melihat betapa berbedanya makanan yang ada. Saya sempat bilang ke supir taksinya bahwa saya ingin pulang saja. That what happened in the beginning. Lalu saat saya meninggalkan kota itu di Juli 2014, saya juga menangis dan merasa mungkin itu rumah saya. But nope, Allah Takdirkan kembali dulu ke kamar kost yang saya diami di 2012.
Daaan episode selanjutnya berlangsung. I was there di kamar kos itu hingga September 2015. Cukup 14 bulan, Allah Takdirkan lagi saya pindah rumah. Tiba-tiba saya Dibawa lagi ke kota bernama Auckland, yang jauuuuhhh banget rasanya menurut saya. Just take a look, Auckland itu di North Island, negara New Zealand, yang bentuk negaranya kalau dilihat di peta cuma seuprit mirip pulau Jawa. Itu adalah negara terakhir yang berpenghuni sebelum Kutub Selatan, Antartika. Bayangkan, Allah Menjalankan saya dari negara nehi nehi ke negara Barat.
Awal saya datang, saya disambut udara dingin di bandara dan bertemu supir kiwi yang tinggi besar bertuliskan University of Auckland. Beliau membawa kertas bertuliskan nama saya saat itu hingga saya mengenali beliau sebagai yang ditugaskan universitas untuk menjemput saya. Waktu masih di dalam bangunan bandara, masih aman, lha pas keluar, alamak, itu dingin serasa nusuk ke tulang. Saya masuk lagi ke bangunan bandara sambil menangis lalu bilang “NOOOOO, I WANT TO GO HOME”. Lalu si supir itu tertawa terkekeh melihat saya. Mungkin karena sudah biasa melihat orang yang baru datang ke New Zealand, lalu kedinginan seperti biasa. Lalu dingin itu bikin perut saya dangdutan lalu saya pamit lagi ke beliau minta ke WC. Do you know what, tas saya sengaja dimasukkan beliau ke dalam mobil agar saya tidak “lari” hehehe. Lalu dengan sabarnya beliau membujuk saya agar mamu keluar dari bandara dan masuk ke mobil bertuliskan University of Auckland itu. Dan masuklah saya dengan sesenggukan menangis. Beliau tertawa sambil berkata “don’t worry, you will find a good man here and make New Zealand as your home”. BERCANDA. Itu ucapan saya saat itu sambil bilang “I want a muslim man, and what is the chance of meeting a muslim man here, in this western country?”. Beliau Cuma mengangkat bahu sambil tetap bilang “well, you’ll never know”. Sambil menitipkan saya ke Greg, lelaki tua penjaga hostel Rocklands.
Dan well, saya kira Auckland tak akan pernah menjadi rumah saya. But after two years, segala yang awalnya asing, segala yang awalnya tidak ramah, segala yang tadinya tak terasa rumah terasa sebagai rumah. Dan ow well, saya berurai air mata meninggalkan Auckland hari ini. That crucial moment saat saya berbalik meninggalkan ia yang saya cintai di belakang saya. Perih itu terasa lagi. The beauty saat hati kita terbelah karena rumah kita ada di dua tempat. I never thought New Zealand akan terasa seperti rumah untuk saya. Apalagi di awal-awal, saat saya di bully di sains itu wah sudah gak pingin pokoknya hehe. Tapi sekarang dengan saya bekerja di Auckland, diterima dengan sangat baik disana, hehe, Auckland pun mulai terasa rumah.
Anyway, cukup sebentar saja saya menangis, saya harus segara berbenah memikirkan barang bawaan saya. Memikirkan gate imigrasi yang harus saya lewati dan saya menyudahi tangisan saya hanya beberapa bulir saja. Hidup harus terus berjalan. Data untuk riset saya harus diambil di Indonesia dan PhD ini harus diselesaikan. Urusan yang sudah lama tertunda harus diselesaikan dan langkah harus diteruskan ke masa depan. I don’t come to Indonesia without a purpose. I have a huge purpose there.
Dan itulah sekelumit perjalanan mendefinisikan rumah. And for me, rumah saya bukan yang berbentuk bangunan. Rumah saya adalah dimana hati saya bahagia, dimana saya diterima dengan baik, dimana saya dianggap berarti dan tidak dianggap lebih rendah. Tempat dimana kinerja saya dihargai, tempat dimana saya tidak dibedakan hanya karena latar belakang hidup. Mungkin saja saya akan menajdikan New Zealand sebagai rumah saya, karena saat ini saya sudah berencana membangun masa depan dengan lelaki asli Auckland (well, si supir benar, I do find a good muslim in Auckland hehe). Atau mungkin saja rumah saya tidak ter definisi karena saya akan selalu berpindah, menemukan orang baru, tempat baru lalu mewarnai hari mereka dengan keunikan saya. Saya masih ingin post doktoral lagi hehe. Dan itu belum pasti dimana. So, rumah saya mungkin saja tak akan terdefinisi, tapi hanya dimana saya merasa nyaman. Yeah, mungkin saja. I will never know. 

Sydney, 29 Oktober 2017,

-NK-


Saturday 21 October 2017

Let's do this!

Let’s Do This

As usual, in whatever keadaan di hidup saya, I choose to write. Mungkin hanya sekedar melepas ketegangan urat syaraf, atau sebagai penanda jika suatu saat di masa depan saya menengok kembali masa lalu dan menemukan tulisan ini. And I really love writing sehingga apapun yang saya tuangkan cukup powerful untuk dibaca kembali suatu saat nanti, jika saya sudah dalam keadaan yang lebih baik. Ada banyak bukti bahwa tulisan saya cukup kuat untuk dijadikan deposit kekuatan-sesuatu yang pantas dibaca di saat lemah hingga bisa menumbuhkan semangat kembali. Well, after all, saya hanya seorang wanita yang berjuang sendiri di tengah ketidakadilan dan kekejaman seorang laki-laki beserta seluruh keluarganya.

Anyway, mungkin banyak yang bingung kenapa saya se gugup ini padahal ada banyak urusan di luar negeri yang telah saya tuntaskan dengan skill negosiasi dan pendekatan ala saya. Kenapa Cuma urusan di dalam negeri begini saya gentar? Here are beberapa faktor yang membuat mengapa urusan di dalam negeri itu selalu “licin” menurut saya. Here are the sadness factors yang harus saya siapkan untuk hadapi beberapa hari ke depan

  1. Birokrasi. Yup, ini adalah hal konyol yang harus saya hadapi. Kadang ada saja aturan yang sudah nyata tapi bisa dibelokkan kemana mana. Perlu diketahui yang saya hadapi adalah seorang laki-laki beserta seluruh keluarga besarnya yang tersebar di berbagai urat birokrasi. Mereka yang berani keroyokan tanpa tahu masalah dengan embel-embel “itu keluarga saya” lalu ikut menghakimi atau bahkan mempersulit. Itu urusan yang harus saya hadapi. Berhadapan dengan sistem yang kelabu dengan kalimat “itu keluarga saya” inilah yang membuat skill negosiasi saya yang biasanya tajam di luar negeri dimana keadilan jelas, kadang bisa tumpul di negara sendiri. Believe me, saya sudah mengalaminya sejak tahun 2012, kesulitan demi kesulitan diciptakan untuk menghadang saya, demi satu tujuan: mempersulit saya. Itu saja. Dan jika hanya ia seorang yang harus saya hadapi, mungkin kekuatan wanita saya masih cukup untuk itu, tapi yang saya hadapi adalah sekali lagi, keluarga besar yang berada di berbagai urat birokrasi. Now you know, peperangan seperti apa yang ada di hadapan sana dan mengapa saya sedikit gentar di pertempuran ini.
  2.  Materialistik: saya harus sadar bahwa apa yang saya hadapi selain kelicinan birokrasi juga adalah materialisme, sistem dimana jika uang Anda banyak, maka Anda akan dihormati. That also frustrates me, karena saya telah banyak menemui di luar negeri bahwa apa yang saya urus bisa jalan meski tanpa uang. Tapi di hadapan sana, saya sudah tahu akan ada banyak pihak yang menadahkan tangan mereka pada saya yang hampir tak punya apa-apa ini demi memuluskan urusan yang sebenarnya job desc mereka.  Mestinya tak perlu semahal itu, tapi dengan kesulitan yang saya hadapi mereka akan meningkatkan harga agar kesulitan itu bisa terlewati. Dan meski saya muak dengan sistem itu, sepertinya tak ada jalan lain kecuali playing along dengan amplop untuk sementara ini. Itu sebabnya saya bilang “be ready, mentally, financially”. Karena truly, yang saya hadapi bukan hanya kelicinan birokrasi tapi juga manusia-manusia yang ingin uang. Dan the power of amplop akan kembali masuk arena. Saya sudah bekerja keras untuk itu. Saya bekerja keras untuk membeli harga diri saya. Saya tidak meminta dengan orang lain, bahkan tidak pada ia yang ingin membangun hidup dengan saya. This is my battle, saya akan beli harga diri itu dengan keringat saya. Tapi tentu saja saya bukan wanita kaya dan kemampuan amplop saya tak setebal orang lain dan jika bisa dituntaskan dengan biaya seminimal mungkin, maka itu yang akan saya pilih. But saya sadar bahwa permainan di arena itu bisa saja sangat rumit hingga menimbulkan excess biaya. Saya sudah siapkan hal ini, semoga dollar demi dollar yang saya kumpulkan dari bekerja di Auckland sini, cukup untuk menebus harga diri itu, dan melolosi kelicinan birokrasi. Amin.
  3. Penghakiman: contoh, saya ke sekolah untuk bertemu anak saya di sela istirahat. Akan ada ibu-ibu yang merasa mereka jauh lebih baik dari saya karena hidupnya lebih baik dan acceptable di mata masyarakat, mereka itu akan apply kekejaman pada saya. Believe me, hal ini sudah terjadi sejak 2014. Saat mereka memandang saya dengan mata sinis, kadang ada yang sengaja meludah di hadapan saya, atau berkata menyindir “kalau aku ya anak laki tu pang yang utama, lain karir pang. Karir tu seberapa handak dikejar kada cukup”, sambil cekikikan khas para wanita yang bergosip. Mereka itu akan menimbulkan cekikan di kerongkongan saya meski se tuli apapun saya pada ke nyinyiran mereka. I think untuk ini meski tidak signifikan, saya akan hadapi dengan diam khas ala saya. I will put my sunglassess, melihat mereka sebagai “ammm, who are you?” sambil berlalu pergi. Toh mereka tak tahu apa yang saya hadapi di pernikahan itu. Mereka tak tahu perjuangan saya. Mereka hanya ibu-ibu yang melihat dunia dari satu sisi lalu menghakimi siapapun yang bebeda dengan mereka. Yeah, mereka tak signifikan, tapi tetap saat telinga saya mendengar atau mata saya melihat, itu tetap menyakiti saya. No one can deny that.
  4.  Najwa: yak, ia juga sumber kesedihan saya. Sedih karena saat saya melihatnya, ia tak lagi tumbuh seperti yang saya harapkan. Kadang ia kelaparan, tak punya uang, diremehkan kawan-kawannya, karena dianggap ia seorang anak kecil miskin, jelek, dan keluarganya hancur. Dan seandainya pihak seberang itu mau mendengarkan, maka ia tak perlu jadi korban yang sangat menderita. Bayangkan saja, setiap barang yang diberi oleh ibu saya atau saya akan langsung dibuang oleh pihak sana, meskipun Najwa menyenangi barang tersebut. So, yang ia lakukan adalah biasanya ia meminta saya membawakan makanan saja, agar aman di dalam perutnya. Can you imagine that? Saya bisa saja membawakan apapun dari New Zealand, tapi karena ia tak berani membawa pulang, maka hanya makanan yang bisa saya bawakan. You should know bahwa kami pernah menyembunyikan uang di sol sepatunya agar pihak sana tak menemukan uang pemberian saya tersebut. Atau ia pernah sangat gugup saat laki-laki itu datang dan saya sedang memberinya makan, lalu saya bersembunyi di masjid sekolah hanya agar apa? Agar tak terjadi keributan, karena laki-laki itu adalah orang yang tak sungkan berteriak, memaki, meski itu di depan umum, karena merasa “hak”nya saya ganggu. Ya, ia merasa Najwa adalah “hak” nya dan saya tak berhak lagi melihat anak saya. Dan jika Anda bertanya kenapa saya mengalah, kenapa saya pergi, itu karena saya tak ingin lagi ribut. Sudah cukup. Saya tak ingin lagi melihat anak saya gemetaran, atau ketakutan. Jadi saya yang pergi dan ia dengan lantang mengabarkan pada masyarakat bahwa saya ibu yang meninggalkan anaknya. I accept that, biarkan saja ia hendak menyebut saya apa, yang jelas saya menerima seluruh kekacauan hidup ini sebagai takdir Allah yang Maha Baik. Allah Maha Tahu bagaimana ibu saya membawakan makanan ke sekolah dan kadang diteriaki olehnya jika ia menemukan beliau. No one knows that, right? Yang masyarakat tahu, saya pergi sekolah, meninggalkan anak saya. That’s it. Kenapa Najwa menjadi sumber kesedihan saya? Ini adalah pertemuan pertama kami setelah 2 tahun say a tak melihatnya secara fisik. Saat ibu saya masih hidup, beliau yang membawakan kamera dan kami saling menyapa lewat facebook. Tapi sejak beliau meninggal, saya tak tahu lagi kabar anak saya tersebut. Selain itu, ini adalah tahun terakhir Najwa berada di sekolah yang bisa saya akses. Setelah ini, ia akan dipindahkan ke sekolah dimana pihak sana memiliki kontrol penuh sehingga saya tak lagi bisa melihatnya. Sehingga saat saya berpamitan kembali ke New Zealand, itu adalah saat paling menyakitkan karena saya dan Najwa tahu bahwa kami tak akan bisa bertemu lagi (secara hitungan manusia). Tapi saya masih terus berdoa, suatu saat, takdir perpisahan dengan anak ini akan berakhir dan kami akan dikumpulkan kembali. Sesungguhnya saya sudah ikhlas akan takdir ini, tapi tetap saja, saat dimana seorang ibu harus meninggalkan anaknya dan tahu ia tak akan bisa melihatnya lagi, itu sangat-sangat menyakitan.

Anyway, ini sesungguhnya hanya another battle. Satu pertempuran lagi yang harus saya perjuangkan dengan sedikit materi dan kekuatan yang saya punya. Sama seperti pertempuran saat saya tak punya uang di Auckland, atau saat saya me lobby imigrasi New Zealand untuk perubahan visa, atau saat saya berjuang di India, atau saat gaji saya dipotong di Indonesia. Ini hanya another battle, dan yang harus saya lakukan adalah BERUSAHA. Saya tak tahu hasilnya, akankah saya menang menebus harga diri saya di tengah kelicinan birokrasi dan sistem amplop dan keroyokan keluarga besarnya? Akankah saya mampu melewati gemuruh badai kesedihan yang sebentar lagi akan saya alami itu? Saya tak tahu hasilnya. Dan jujur saya merasa seperti seorang wanita sendiri menghadapi barisan keroyokan di hadapan sana. Yah, mungkin kegalauan ini sedikit menggentarkan iman dan tawakkal saya. Yang harus saya dekati saat ini adalah Ia, yang Maha Kuasa, yang Maha Bersiasat, yang Maha Menggenggam segala urusan. Dan saya tak perlu gentar tak punya backing an, saya hanya perlu minta back up dengan Allah SWT dengan segala kebaikan rencana-Nya. Itu cukup.

This is just another battle, Nurul. And all you have to do is TRY. Trust Allah, and everything will be fine. Let’s do this. It is time. Time to go home, time to face reality, time to try, and maybe you will get one thing. WIN. 

Auckland, 22 Oktober 2017

-NK-

Monday 2 October 2017

New Zealand, New Hope, New Land: A List of Gratefulness

Hi there,

Pagi ini tia-tiba saja saya ingin menulis setelah sekian lama blog ini vakum tanpa new posts. well, sebenarnya sih lebih karena tidak ada kerjaan hehe. Saya akan supervision meeting hari ini sehingga ambil off day di kampus.

What would I write? Ammm, kayaknya sih lebih ke peaceful life. Saat ini hidup saya benar-benar damai. Well, sejak dulu juga saya selalu berhasil merasakan kedamaian meski pontang panting bekerja menghidupi diri di Samarinda. Tapi kali ini semuanya benar-benar Dicukupi oleh Allah SWT. What are they? Here are the list of my gratefulness.

1. Life
Ini list pertama yang saya syukuri. Hidup benar-benar up and down buat saya, ya dari pecah rumah tangga, lalu kena badai finansial, lalu kena depresi dan sekarang sedang berjuang untuk menyelesaikan PhD di Auckland ini. Tapi saat ini saya benar-benar merasakan bahwa hidup sedang cruising. Kapal saya sedang berlayar di laut tenang. Yeah saya tahu beberapa minggu ke depan saya akan menghadapi dua hal besar di Samarinda, tapi setidaknya saat ini saya sedang menikmati laut biru tenang meski saya tahu badai mungkin sedang menghadang di depan sana. Tapi ya nikmati saja dulu yg sekarang, badai nanti dihadapi saat sdh di hadapan saja hehe. Saat ini PhD saya sudah selangkah lebih maju-saya sudah di tahap data collection dan sudah melulusi tahun pertama saya di University of Auckland, alhamdulillah. Meski agak terlambat, setidaknya kemungkinan akan gagal PhD ini jauh lebih kecil dibanding saat saya di sains. Alhamdulillah, saya benar-benar merasakan kedamaian hidup saat ini. Saya punya waktu belajar, beribadah, jalan-jalan, shopping, semuanya tercukupi. Luar biasa rasa syukur saya pada Allah SWT.

2. Health
Yak kesehatan itu penting sekali, apalagi saya pernah kena penyakit perut yang luar biasa menyiksa sepanjang 2006-2011. Yah sekali sekali saya kena demam atau agak pusing sebagai bagian dari depresi saya yang (masih mungkin) muncul, tapi selalu saya tackle dengan olahraga dan alhamdulillah itu lumayan berhasil. Saya juga mulai hidup lebih sehat, menghindari minyak, gula dan banyak minum air putih. I think that is a good investment untuk selalu berusaha hidup sehat. Penyakit jauh, berat badan terkontrol dan kita bisa tetap menikmati hidup yang indah ini. Just my opinion though.

3. Love
Yup, ini adalah hal lain yang snagat saya syukuri dalam hidup saya. I am not a clingy woman yang maunya dimanjakan terus and I know I can live by myself. Tapi tetap sangat menyenangkan memiliki seseorang yang selalu bersama kita plus jika ia begitu memanjakan dan menyayangi. Yes, si kiwi man ini benar-benar luar biasa dalam mencintai wanita. Dan I am honored bahwa wanitanya kali ini adalah saya. Imagine, setiap kali ia tiba di pekerjaan ia akan SMS "one minute early today darling, have a good day at your work I love you". Lengkap dengan emoticon smile, love nya hehe. Lalu saat makan siang, ia akan SMS lagi "how is your day Darling?". Atau kadang telpon. Lalu sore hari ia akan SMS lagi, terusss sepanjang hari ia menemani. On weekend ia akan mengajak jalan-jalan atau shopping segala hal yang saya perlukan. So, bagaimana hidup tak terasa damai jika partner yang dimiliki sebegitu setia, tanggung jawab, penuh kasih sayang seperti dirinya? Apalagi jika ia mau bertahan untuk wanita rumit seperti saya ini. Wah, itu sungguh luar biasa ajaib menurut saya. Yeah, jika Anda bilang of course ia bertahan untuk saya karena ia yang sudah menginjak usia 51 tahun sedang saya masih 37 ini, betul, maybe that is one of the factors. Tapi jangan lupa, wanita mah bukan saya saja hehe. Ia bisa saja berpasangan dengan a kiwi woman yang sepantaran dengannya, atau yang muda dan ingin dimanjakan bule juga banyak laaah tak cuma saya saja hehe. So, seburuk apapun anggapan orang pada gap usia kami, yang jelas I am happy. That is enough.

4. Study
Seperti saya sebut di atas, study saya di education ini juga berjalan lancar alhamdulillah. Meski sempat terseok seok di sains, akhirnya saya berhasil memindahkan jurusan PhD ini ke education dan bahkan mendapat banyak opportunity. Well, seperti saya bilang, tidak ada hal yang sia-sia dan smeua pasti ada hikmahNya. Meski saya tidak lagi di jurusan yang sulitnya tingkat dewa, tapi setidaknya saya punya waktu buat have a life. Itu pun saya masih berjuang baca banyak artikel, mengakrabkan diri dengan penelitian kualitatif yang tentu juga tak mudah adanya. Tapi alhamdulillah, ethics saya lulus, seminar proposal lulus hingga kini saya bisa merencanakan data collection saya. Semua berjalan lancar. Alhamdulillah.

5. Work
Saya juga sangat bersyukur pekerjaan saya sangat lancar di Auckland. Tiga bulan lalu saya dikontrak universitas dan ditantang mengerjakan pekerjaan baru di timetabling. Ini pekerjaan super teliti karena kami berurusan dengan banyak data dan harus memikirkan banyak hal saat mendesain jadwal untuk seluruh anak master dan undergrad. Saya jadi tambah pengalaman dan tentunya, SKILL. Saat ini saya bahkan sudah pede untuk nge ganti staff, nge cek ruangan, mendesain seberapa yang diperlukan untuk satu course, intinya sudah akrab dengan timetabling job. Dan ini bikin kualitas diri saya tambah lagi. Sekarang saya tak hanya dipanggil di reception, di student center tapi juga sangat diperlukan di timetable. Dan punya tiga skill di tiga tempat bekerja itu sangat fruitful. Minggu ini saja saya diminta bekerja di student center, timetable dan assignment center. Yang saya kira Oktober akan adem ayem saja sambil menunggu tiket pulang, tapi ternyata rejeki Allah luar biasa. Tabungan SPP saya untuk tahun terkahir PhD yang tidak di support lagi oleh beasiswa sudah fix, saya hanya tinggal memikirkan bagaimana bisa survive dengan living cost saat itu. Tapi seperti prinsip saya, nikmati saja dulu laut biru ini. Perkara di depan ada badai, nanti pada saatnya baru kita alert dan panik. Sekarang mah nikmati saja dulu ketenangan ini hehe.

So, siklus hidup di Auckland itu sekarang berkisar pada: bangun pagi, baca amalan subuh dan baca quran, siap-siap kerja, bekerja hingga jam 5, jam 5 pulang sambil di bis baca Quran lagi, tiba di apartment masak, nonton TV, belajar, tidur. Itu jadwal weekdays. Weekend akan ada undangan dinner atau shopping date atau movie date. Sambil tiap hari si kiwi terus mengirimkan SMS manis. Atau dibahagiakan dengan shopping barang yang diinginkan. Atau makan *smile*.

Saya ingat 5 tahun lalu, saya merasa seperti sedang berenang di samudera luas setelah saya kehilangan segalanya. Lalu saya berhasil membangun sebuah rakit, lalu saat ini saya merasa saya sudah berada di sebuah kapal layar (belum kapal pesiar hehe), tapi hidup sudah jauh sangat membaik ketimbang 5 tahun lalu saat semua hancur tak bersisa. Setidaknya saya tidak berenang sendiri lagi di tengah lautan luas, setidaknya saya tidak berada di atas rakit mini lagi, setidaknya saya sudah berada di atas kapal layar dengan kemampuan nakhoda yang sudah mumpuni dibanding 5 tahun lalu. Dan saat ini my ship is cruising. Sedang berlayar di laut biru tenang. Jika 2 tahun lalu saya menyebut New Zealand sebagai New Hope, New Land, itu benar adanya. Karena sepertinya negara ini akan menjadi tanah baru bagi pelabuhan kapal saya. Setelah puas mengarungi samudera hidup ini seorang diri, maka tawaran seorang lelaki kiwi untuk berlabuh di New Zealand sebagai A New Hope, New Land, memang bisa dipertimbangkan. Jika saat itu saya menyebut New Zealand sebagai A New Hope, New Land sebagai penyemangat untuk memulai perjalanan akademik baru setelah baru saja selesai di India, maka sepertinya apa yang saya sebut itu memang benar adanya. New Zealand adalah tanah baru bagi saya. For me, New Zealand could be My New Hope, New Land.

Have a blessed day, everyone.

Stay grateful. Teruslah bersyukur!

Best Regards,

-Nurul Kasyfita-

Friday 19 May 2017

A WOMAN WITH VICTORY: BANGKIT, INI 20 MEI!


Masih gelap di Auckland saat ia mulai mengetik di tuts keyboardnya. Sambil menikmati sunrise yang muncul malu malu di ufuk timur sana, ia mulai menulis kalimat demi kalimat, menyalurkan hobby menulisnya.
Ia bersyukur. Ada banyak rahmat Allah yang dirasakannya sejak ia memilih hidup sendiri. Di kota besar ini, ia hidup di sebuah apartemen keren dari kampus, ia masih mampu bayar sewa, masih mampu menabung dan masih mampu menjalankan PhD dan pekerjaannya. Kadang ia tak percaya betapa kuatnya ia bekerja. Entah karena ia ingin kebal dari luka atau hanya karena ia memang gila kerja. Dan satu yang ia syukuri, ia tak gengsi dengan pekerjaan. Bukan hanya karena ia seorang dosen di negaranya, ia lalu pilih pilih hal apa yang ia hendak kerjakan. Ia juga menghargai proses. Ia tak suka langsung pakai shortcut, apalagi pakai koneksi sana sini, pakai backing an, diterima hanya karena ia kenal dengan pejabat A atau karena anaknya si B. No, ia lebih suka membangun dinasti dengan tangannya sendiri. Hingga saat ini pun, meski ia sudah punya seorang laki-laki yang menemani, ia tetap bekerja keras. Mengumpulkan dollar demi dollar untuk tuition fee PhDnya. Karena seperti yang ia pernah bilang ke laki-laki itu “this is my PhD and only MINE”. Ia tidak ingin di belakang nanti ada yang menyebut nyebut jasa karena sudah membantunya membayar SPP PhD nya. Nope, lebih baik bekerja keras, berhemat, agar bisa tetap menabung, mengumpulkan dana untuk PhDnya ketimbang di kemudian hari disebut-sebut.
Ia juga bersyukur ia tak hilang iman hingga saat ini. Meski ia sudah merantau ke beberapa negara dengan islam sebagai minoritas, ia tetap teguh dengan amalan subuh nya, amalan maghribnya, tetap khusyuk tengah malam saat orang lain lelap dalam tidurnya, tetap kasak kusuk shalat dhuha, shalat hajat, tetap kasak kusuk sholat 5 waktu diantara jadwal kerjanya. Dan tak pernah menyalahkan Allah atas takdir hidup yang menimpanya. Ia tak pernah hilang keyakinan bahwa Allah Maha Baik dan akan selalu Memberi yang terbaik untuk hamba-Nya. Dalam kondisi seperti dirinya yang selalu disalahkan lingkungan, sebenarnya mudah saja jika ingin hilang iman, buka jilbab, minum, atau nge drugs, hanya sekedar melepaskan luka dan mengkonfirmasi penghakiman lingkungan terhadapnya. Mudah kan, bilang aja pada lingkungan, YES I AM A BAD GIRL dengan brutally melakukan hal yang tak semestinya dilakukan mereka yang mengaku beriman.  Tapi NO, dimanapun ia berada, maghrib ia selalu sudah di rumah, aman, terhindar dari kriminal ataupun ancaman di luar sana.
Ia ingat saat dulu di kos ia tidur dengan pisau di bawah bantalnya. So jika ada pencuri mendobrak pintu kamarnya, ia siap mempertahankan dirinya. Ia juga (dulu) sering membawa larutaan asam yang ia simpan di botol parfum dan diselipkannya di kaos kaki. Jika ada apa apa di jalan, ia selalu bisa menyemprotan asam itu ke siapapun yang hendak membahayakannya. Akhirnya asam itu diambil oleh teman-temannya saat ia di sains dan diyakinkan bahwa ia aman di New Zealand. Hehe, nyengir sendiri ingat hal itu. Tapi itulah, ia harus realistis. Dunia ini bukan cerita negeri dongeng. Ada banyak orang yg suka ngibulin, suka memanfaatkan, orang-orang jahat yang tak segan menyakiti, belum termasuk mereka yang kejam, terlihat baik padahal menikam. Yeah, ia sudah biasa dengan IT’S A REAL WORLD itu. Dan ia selalu realistis dan siap akan segala kemungkinan. Waspada, jaga diri. Tidak ingin menyakiti orang lain tapi juga tak ingin disakiti.
Hari ini tanggal 20 Mei, hari Kebangkitan Nasional di negaranya. Dan menandai hari ini, ia menulis beberapa momentum kebangkitannya. Ada banyak sekali momen dimana ia di knock out oleh hidup tapi ia selalu berusaha BANGKIT lagi. Ia tak patah semangat, meski sendiri saat itu. Bayangkan, di tahun 2012, hidupnya diporak porandakan oleh seorang laki-laki yang dulu ia cintai tapi kini jadi seteru abadi. Nama baiknya dihancurkan, kariernya dirusak, anaknya diambil, harta yang ia punya diambil tanpa jelas pembagiannya, buku-bukunya tak bisa ia ambil, bahkan ijazahnya hampir tak dikembalikan, intinya ya MENANG SENDIRI. Laki-laki itu telah membuat HIS OWN LAW tanpa pengadilan. Dan ia Cuma terhenyak betapa manusia bisa begitu kejamnya bagaimana pun ia telah mengabdikan dirinya. Saat ia tak lagi mau menuruti keinginannya, maka hanya luka dan tikaman yang akan diterimanya.
Yes ia hancur. Lebur saat itu. Ia menghilang ke India. Meski masih terus menerus bertanya kenapa ia Dibawa Allah kesana, ia tetap tawakkal. Tak pernah hilang keyakinan bahwa ini adalah yang terbaik. Dan ternyata negara itu telah mengajarinya BANYAK HAL. Ia belajar kuat, belajar negosiasi, untuk pertama kalinya ia merasa I AM PRETTY, ia masih ingat saat pertama kali mencoba jeans saat seorang kawan dari Rwanda membawanya shoping di mall, ia menjerit “Jeanette, my legs are shown”. Lalu si Rwanda itu bertanya “Shown where? It is fully covered!”. Hehe maksudnya adalah ia kaget betapa ketatnya jeans itu membalut betisnya dan ia merasa seperti “telanjang” saja. Namun Jeanette menjelaskan memang begitu perempuan pakai jeans. Dan sejak itu, ia tahu rasanya belanja ke mall, memilih baju yang pas dan bahagia. Ia punya 2 jeans pertamanya setelah bertahun-tahun dilarang laki-laki masa lalu itu. Ia berpikir “this is not bad. I feel free and pretty”.
Sejak itu ia tahu apa itu SHOPPING. Sesuatu yang dulu tertahan karena memikirkan anak, memikirkan ingin membantu suami, mengumpulkan rupiah demi rupiah meski tak pernah dihargai. Dulu ia membuat kebahagian orang lain sebagai prioritasnya dan berharap orang itu akan ingat jasanya dan baik padanya. Naif, yeah. Sejak kehancuran hidupnya, ia membuat kebahagiaan dirinya sebagai PRIORITAS. Ia belajar jika ia tidak happy bagaimana ia bisa membahagiakan orang lain. Dan di India lah ia mengenggam kekuatan demi kekuatan menghadapi tantangan selanjutnya.
Kembali ke tanah air, ia dihadapkan dengan pemotongan gaji. Lalu ia mulai kasak kusuk mencari job tambahan. Ia masih ingat saat ia datang ke salah satu unit di tempat kerjanya. Ia mengikuti seluruh rangkaian tes, menulis CV, ikut interview. Saat itu ia bahkan berkata pada pimpinan unit tersebut, “berilah saya pekerjan Pak, meski Cuma gulung kabel, yang penting ada tambahan buat saya bayar kos”. Dan mereka sih berjanji melibatkannya. Dan ia masih naif mengira bahwa mungkin karena dulu gelarnya, mungkin dulu karena penyakitnya, mungkin dulu karena ia berkeluarga, sehingga ia tak diberi job. Tapi ternyata bukan itu. Ya kalau memang gak diberi job ya gak diberi job aja meski ia mampu. Supervisornya di NZ sini selalu berkata “there are many people in this world that are too afraid to give somebody a chance because they know she is powerful and will beat them someday. But don’t worry dear, a diamond will always shine”.
Dan akhirnya ia berakhir bekerja di sebuah kursus terbesar di kotanya. Mereka yang menghargai kinerjanya. Bahkan membayar dengan harga pantas. Ia akhirnya bertemu banyak orang. Ia punya akses internet tanpa batas dan mulai menyusun rencana PhDnya. Ia bertemu Jon dan tiba-tiba ia Dibawa ke NZ. Negara dimana ia mengetik ini saat ini. Ia bahkan tak menyangka rencana PhD nya bisa terwujud begitu cepat dan mulus padahal ada banyak rintangan yang harus ia lalui. Dan hari ini, ia berterima kasih pada dirinya sendiri atas semangat pantang menyerah itu. Atas keyakinan kuat itu, atas semangat kerja keras dan tidak gengsi itu.
Ia selalu yakin bahwa jika Allah hendak Mengangkat derajat seseorang, bagaimana pun seluruh dunia hendak menjatuhkannya, tetap ia akan terangkat. Begitu pula jika Allah hendak Menjatuhkan seseorang, bagaimana pun dunia mendukungnya, pasti jatuh juga. Dan ia hanya ingat saat ia memelas minta pekerjaan dulu. Ia bahkan bilang ia siap bekerja apa saja, tapi tetap tak diberi kesempatan. Padahal jika diberi kesempatan, ia insya Alah bisa. Ia hanya pelu waktu sedikit belajar, dan terbiasa dengan pekerjaan. Ia juga ingat saat saat tak punya uang, tak punya dapur, dan harus puas dengan bakso 5,000 rupah itu. Belum lagi kadang ia makan tempe 5,000 agar ia bisa dapat lalapan tempe plus sambal. Nasi ia masak sendiri. Kadang ia pulang mengajar, banyak warung yg sudah tutup dan ia bawa saja tidur perut kosong setelah puasa seharian itu. Toh ini Cuma 24 jam, esok pasti lebih baik. Selalu itu yang ada di pikirannya. So ia tak pernah risau, apalagi menangis. Ia menangis justru saat semua kondisi membaik. Ia menangis bukan saat terjatuh, tapi saat berhasil bangkit. Dan satu lagi, ia pantang mengeluh. Menurutnya, masalah itu DISELESAIKAN bukan DIBICARAKAN. So, sejak ia memilih sendiri, ia tak pernah lagi membagi deritanya. Ia memilih menutup rapat apapun yg sedang dihadapinya lalu hanya bercerita saat ia sudah bangkit saja. Hey, the world doesn’t like si cengeng. Percayalah, saat kita share problem itu, 80% yang mendengar itu tidak perduli, sementara 20% sisanya senang saat kita ada problem. This is a real world, bukan dunia cinderella.  Dan the difference between drama queen and real queen is: while drama queen is busy TALKING about her problems, real queen is busy SOLVING them. Itu prinsipnya.

Dan video ini mungkin bisa sedikit menggambarkan betapa warriornya dirinya. Pantang menyerah. Pantang menangis saat kesulitan datang, menangis saat sudah menang saja, pantang meratap dan selalu berusaha mengatasi apapun yang terjadi. Video yang pantas menggambarkan betapa kerasnya hidup yang ia lihat saat ia di India telah begitu mendewasakannya dan membuatnya tumbuh menjadi tidak cengeng, menadi warrior yang siap berjuang untuk hidupnya. Ia terbiasa melihat orang-orang kejam, biasa ditinggalkan mereka yang mengaku kawan, bisa dicueki orang-orang yang mengaku perduli. Yes, ia sudah biasa dengan kekejaman dunia dan tak lagi meratapinya. Baginya semua itu hanya sekedar lewat saja, ia tetap dengan perjuangannya. 


Ia juga ingat di tahun 2012 itu bajunya hanya beberapa lembar saja yang berhasil dibawa dari kekisruhan rumah tangga yang tak lagi aman itu. Ia tak bersedih mengingat ada banyak baju dan harta bendanya yang tertinggal di rumah itu. Mungkin jika pun ia menangis, itu hanya untuk buku-bukunya yang entah dimana saat ini. Buku-buku farmasinya, doraemon kesukaannya yang ia beli sejak ia  belum menikah, buku Merck Indexnya hadiah dari sahabatnya di Amerika, buku Hembing hadiah abahnya, buku bahasa Inggris yang membantunya mengajar, entah dimana semua itu saat ini. Hanya buku, yang membuatnya menangis. Bukan uang. Terserah uang mau diambil seberapa pun, ia tak terlalu perduli. Ia hanya ingin safe, selamat. Bahkan ia hampir tak berhasil mengambil ijazahnya dan harus kasak kusuk ke kantor polisi buat surat hilang dan bikin ijazah baru hanya untuk menghindari kekejaman laki-laki itu. Yeah, itulah pengadilan tanpa pengadilan. Saat manusia lain bisa semena mena menghukum manusia lain. Adil? TIDAK, tentu saja. Tapi apakah ia akan terus berusaha berkutat dengan orang yang tak lagi mau mendengarkan dan hanya berniat menyakiti? Bodoh sekali jika selalu diam saat disakiti. Lebih baik menghindar, cari jalan yang lebih baik. Dan itu yang diputuskannya. Saat ia memilih detach dengan kebendaan dan berusaha sendiri dengan kekuatan wanitanya. Tapi lihatlah saat ini. Ia bangkit. Bajunya hendak yang mana, ia tinggal buka lemari. Itu pun masih banyak yang ada labelnya karena ia belum sempat memakainya. Meski buku bukunya tak lagi sama dan masih tak sebanyak dulu karena ia selalu berpindah pindah tapi setidaknya kini ia sudah punya buku. Alhamdulillah.
Lalu ia kolaps lagi di sains. Dan akhirnya jatuh dalam depresi. Ia merasa melayang-layang, pusing, tak nafsu makan, tak bisa bangun, selalu merasa lelah. Ia tak bisa tidur hingga diberi sleeping pill. Lalu paginya ia harus minum anti depressan. Lalu ia pusing mengurus kepindahannya ke education, belum lagi tuntutan uang SPP yang harus ditanggung sendiri akibat keputusan ini. Tapi hari ini, ia menulis dengan syukur. Ia bahagia ia dipercaya banyak pihak di education. PhDnya jauh lebih baik di education ketimbang di sains, dan sekali lagi ia BANGKIT dari keterpurukannya. Ia sekarang bukan hanya mahasiswa PhD yang siap proposal di jurusan rangking 20 top dunia, tapi juga baru diangkat sebagai staff di divisi lain di Universitas terbesar di New Zealand ini. Ia masih tak percaya hingga pagi ini.
Bangkit, ini 20 Mei. Siapapun Anda. Mau yang baru patah hati, kehilangan pekerjaan, sakit, kehilangan sahabat, anak atau siapapun itu, BANGKIT! Jangan biasakan meratap pada dunia, itu tidak menyelesaikan masalah. Start solving your problem, stop talking about it. Karena 80% orang yang mendengar masalah Anda tidak perduli, 20% sisanya senang Anda dalam kesulitan. Tak perlu lah dunia melihat saat Anda terpuruk, cukup tunjukkan saat Anda menggenggam victory. Kemenangan. Menang karena tak jadi pribadi cengeng dan suka meratap, menang karena berhasil menyelesaikan masalah, menang karena tetap mengandalkan Tuhan dalam setiap keadaan. Stop playing sebagai KORBAN TAKDIR, tapi jadilah ACTOR OF CHANGE of your own life. Karena percayalah, tak ada yang lebih manis dari kesuksesan yang dibangun dengan usaha sendiri, tanpa short cut, tanpa nepotisme, tanpa kolusi, fair play, itu kesuksesan yang MANIS. Dan bangkit dari keterpurukan itu jauh lebih gemilang dari apapun di dunia. Musuh Anda bisa saja menikam dari belakang, menghancurkan Anda dengan berbagai cara, tapi Anda juga punya PILHAN untuk stay as a loser atau berusaha jadi pemenang. Yeah, pemenang kehidupan. Dan meski Anda wanita, yang mungkin dianggap lemah, believe me, a woman with victory is SEXY. Yes, Sexy!
Selamat hari Kebangkitan Nasional.

Bangkit and be a woman, with VICTORY!

Auckland, 20 Mei 2017
-NK-




Wednesday 17 May 2017

LUKA

Sebenarnya pagi ini saya harus menyelesaikan power point untuk presentasi seminar proposal dua minggu lagi. Tapi entah kenapa membaca postingan tahun lalu tentang Najwa http://the-solitaire-queen.blogspot.co.nz/2016/05/dear-najwa.html?spref=fb ini saya jadi ingin menulis lagi untuknya.

Dear Najwa.

Pagi ini tanggal 18 di Auckland. Ku harap kau disana merayakan ulang tahun dengan bahagia. Kemarin adalah hari yang berat buatku. Saat pagi aku bangun dan ingat bahwa itu adalah hari ulang tahunmu, seluruh sel tubuhku yang biasanya penuh semangat jadi layu. Aku menulis di instagram untukmu, hanya sekedar melepaskan perih luka ku. Tapi tetap mengharu biru meski bagaimana pun aku berusaha mengangkat mood ku. Aku merasa kau dan aku semakin kabur dan tak terlihat lagi. Jika biasanya aku tahu apa kesukaanmu, kini semua itu sudah hampir kabur. Aku bahkan tak punya lagi foto kita berdua.

Dear Najwa.
Aku ingat saat kita masih bersama. Aku adalah teman terbaikmu karena aku tak jaim bermain bersamamu. Yeah aku memang orang dewasa tapi aku tak segan bermain sebahagia anak-anak. Kita sering menonton sponge bob bersama, sering makan es krim, jalan jalan berdua naik motor, dan ah, aku merindukan wangi rambutmu dari shampo yang kau suka. Masihkah kau pakai shampo donald bebek itu anakku? Entahlah, semuanya kabur tak bermakna.

Dear Najwa.
Meski kemarin aku bersedih, aku tak ingin itu terlihat dunia. Apalagi di saat yang sama aku menghadapi ujian proposal. Bayangkan betapa sintingnya otakku ini dipaksa belajar padahal yang ku ingat hanya kenangan-kenangan bersamamu yang membuat mataku kabur akan air mata. Aku ingat saat kita nonton upin ipin lalu kau berkata "mama, kita kan geng" dan kompak bersamaku. Aku tahu aku bukan ibu yang jelek, aku mendidikmu begitu rupa. Yeah mungkin sedikit keras, tapi aku tahu itu untuk kebaikanmu semata.

Dear Najwa.
Ku pikir warnaku sudah tak ada lagi di dirimu. Semua yg ku desain saat kau masih kecil telah terkaburkan oleh warna warni orang lain yang kini bersamamu. Aku masih ingat saat kau ku didik mampu belanja sendiri. Aku memberimu uang lalu kau masuk ke supermarket, memilih barang yang kau suka, lalu membawanya ke kasir. Dan aku hanya melihatmu dari kejauhan. Dan saat itu umurmu hanya TIGA TAHUN. Kau sudah ku didik begitu mandiri. Ibu-ibu lain pasti takut melepas anaknya sendiri ke dalam lorong lorong supermarket untuk belanja sendiri. Atau mereka takut uang nya jautuh dan hilang atau takut kembaliannya salah. Tapi aku tak takut untukmu anakku. Aku tahu JIKA AKU PERCAYA KAU BISA, MAKA KAU BISA. Dan itu yang ku tanamkan padamu meski kau merengek padaku dan berkata "Awa malu ma". Nope, dengan kejamnya aku menepuk punggungmu lalu berkata "Awa bisa". Dan yah, KAU BISA. Betapa bahagianya dirimu saat itu berlari ke arahku yang menunggu di depan pintu supermarket, memberikan uang kembalian dan berkata "AWA BISA MA!". Yeah, kau bisa anakku, tidak ada yang tak mungkin di dunia ini. Dan aku tak pernah dan tak akan mendidikmu menjadi cengeng. Kau akan selalu ku didik (seolah-olah dengan kejamnya) bahwa kau bisa.

Dear Najwa.

Kemandirian itu pula yang membuatmu tumbuh jadi pribadi yang kuat dan tidak panik. Apakah kau ingat saat kau tersesat di mall Balikpapan? Kau tidak panik anakku padahal umurmu baru EMPAT tahun saat itu. Kau terpisah dariku dan yang kau lakukan adalah MENEMUI SATPAM DAN MENYEBUTKAN NAMAKU. Hebat anakku! Itu sungguh hebat. Bayangkan kau dengan otak 4 tahunmu, kau bisa berpikir strategic bahwa yang kau lakukan adalah menemui laki-laki berseragam itu lalu menyebutkan nama IBUMU. Aku sendiri baru sadar kau telah terpisah dariku saat mendengar namaku di sebut di mikrofon mall bahwa Najwa sedang menungguku di bagian informasi. Kadang aku berharap skill ini juga yang akan membawamu padaku suatu saat nanti. Kau selalu ingat nama belakangku KASYFITA dan aku adalah SATU-SATUNYA KASYFITA di dunia. Hingga jika pun kau membuka google dan mengetik nama belakang itu, HANYA AKU, IBUMU YANG AKAN DIBAWA GOOGLE KEPADAMU. Ku harap suatu saat kau akan menunggu lagi di suatu tempat begitu kau menemukan nama belakangku di dunia ini. Dan aku masih hidup untuk hari itu. Semoga.

Dear Najwa.

Saat ini aku sudah memutuskan untuk hijrah ke masa depan. Mungkin kau tak akan melihatku lagi di Samarinda setelah masa baktiku selesai. Aku akan hijrah ke New Zealand, negara tenang dimana seorang laki-laki kiwi baik menungguku disini. Aku tahu kau mungkin tak akan mengerti kenapa aku memutuskan ini. Mungkin kau akan mencapku ibu bejat, ibu tak punya kasih dan banyak hal lain lagi yang selalu ditanamkan lingkungan padamu. Aku hanya melihat bahwa negosiasi untuk berbagi dirimu itu sudah tak ada lagi. Dan ku pikir sudah saatnya aku menata hidupku kembali ketimbang selalu terombang-ambing dalam dilema dan pertikaian tanpa henti. Kau pun tahu betapa berat halangan yang harus aku dan keluargaku dapatkan hanya untuk melihatmu saja. Mereka telah merasa begitu berhak akan dirimu dan aku sekeluarga tak lagi pantas untukmu. Tapi sudahlah anakku, aku sudah tak ingin berdebat lagi. Rasanya sudah cukup banyak usaha yang dilakukan tapi semuanya tak ada jalan negosiasi. Itulah yang mendasari keputusanku bahawa aku sebaiknya minggir saja. Aku akan hijrah, anakku. Aku memutuskan New Zealand adalah rumahku. Tapi percayalah, suatu saat jika kau cukup dewasa untuk memilih, kapanpun kau ingin untuk mengunjungiku, kami disini akan sangat bahagia menemuimu. Ia laki-laki yang baik, mampu menghargai ibumu yang sudah tak jelas ini dan mengangkatnya menjadi wanita terhormat lagi. Ia juga begitu romantis, hingga mataku sering basah betapa besar kasih sayang yang ia curahkan padaku, anakku, dan aku bahagia. Aku harap kau pun akan menemukan laki-laki yang begitu menghargaimu seperti ia menghargaiku saat ini.

Dear Najwa.

Kemarin sejak pagi aku menahan tangisku. Aku tak suka menangis. Menangis membuat otakku buntu sementara aku harus berpikir apa yang harus ku lakukan saat itu. Aku harus menghadapi supervisor ujianku anakku, lalu harus berpacu dengan waktu untuk me revisi sisa proposalku. Dan semua itu perlu OTAK YANG TENANG jauh dari gelayut kesedihan. Tapi meski aku hanya mengizinkan diriku bersedih di tanggal 17 Mei untukmu, aku memaksa diriku untuk tetap ceria, tetap semangat menghadapi ujianku.

Dan saat di bis, air mataku masih menggantung. Namun tidak begitu masuk ruang ujian. Yang dilihat supervisor hanya Nurul yang tenang, Nurul yang ceria, Nurul yang happy, tanpa pernah terlihat luka di matanya. Lalu aku masih harus berjuang me revisi proposalku anakku. Selama 2 jam aku diberi waktu untuk itu. Dan alhamdulillah aku berhasil mengatasi itu.

Ku pikir luka kehilanganmu itu telah membuatku berlari hanya agar luka itu tak terasa lagi, tapi akhirnya aku berlari begitu cepat hingga mampu mencapai apa yang tak ku kira sebelumnya. Aku tak suka meratap pada dunia karena menurutku ketimbang meratap akan kesulitan lebih baik kita berpikir bagaimana mengatasinya. Dan itu yang ku lakukan kemarin. Aku cukup kuat untuk ujianku, untuk deadline itu dan begitu proposal itu SUBMIT dan LOLOS, keluarlah air mataku. Dan aku menangis. Meraung di sofa apartemenku. Seluruh sel di tubuhku memanggil dirimu Najwa, tapi aku tahu aku tak lagi bisa bersamamu. Saat itu aku melepaskan seluruh kesedihanku. Aku mengizinkan diriku menangis. Dan aku menangis, hingga aku tertidur di sofa itu.

Dear Najwa.

Pagi ini aku sudah tak sedih lagi. Hanya sehari dalam setahun aku boleh bersedih, dan itu hanya untukmu. Air mataku terlalu mahal untuk dihabiskan oleh kekejaman orang lain padaku. Aku tak pernah menangis untuk mereka, orang-orang kejam itu. Mereka tak pantas mendapatkan air mataku. Pagi ini aku juga sudah semangat lagi. Aku sudah berencana menghabiskan hariku dengan belajar lalu membuat slide untuk presentasiku. Ku harap kau juga bahagia disana dengan mereka yang menemanimu. Ini saatnya aku move on, anakku. Saatnya hijrah. Tapi percayalah, meski aku tak lagi berada satu kota dengan mu suatu saat nanti aku tetap menyayangimu. Dan kau, selalu dalam doaku. Selalu.

Selamat ulang tahun Najwa. Tetaplah jadi anak yang ceria, pemberani, banyak akal, bijaksana, tak mudah mengeluh dan pantang menyerah. Dan semoga suatu saat kita bisa bersama. Amin.

Auckland, 18 Mei 2017,

-ME-


Friday 5 May 2017

ALHAMDULILLAH, HIDUP PUN BERUBAH

Hi there.

I posted on facebook *malu* huaaa tobatnya cuma tobat sambel ternyata hehe. Sebenarnya sih rada males posting, you know sedari pagi saya benar-benar menghindari FB dan cuma jawab seperlunya text. Posting pun cuma naruh video India gitu terus kabur.

And theeen tak disangka, saya diajak shopping oleh si kiwi. Gak nyangka juga karena awalnya ia bilang ia akan sibuk di bengkel, yo wis lah, gak maksa juga. Eh ternyata habis shalat Jumat ia ngajakin shopping. Yeah, gimana gak menggeliat semangat berburu sale hehehe.

Daaan kami pun shopping. Awalnya cuma ngambil coat yg di alter sepuluh hari yg lalu. Coat yg dikasih si Jerman tapi gak masuk akibat perkembangan tubuh yang tak terkendali di NZ hahaha. Jadilah terpaksa tu dress di alter hehe. Muahaaalll minta ampun biaya alter nya, 120 NZD booo gileeee seharga baju baru. Tapi RC paham betapa berartinya coat itu bagi saya dan juga bagi MC. So, akhirnya dengan 2 kali bayar, terbayarlah 120 NZD itu hehe. From his pocket of course, saya mah ogah bayar semahal itu cuma buat alter hehehe.

Lalu kami ke warehouse. Say arencana hanya mau cari clearance, eh ternyata malah liat kalung pearl yg cantik banget. Tanpa dinyana, ia menyanggupi lagi membelikan kalung itu. Entah kena apa tuh kiwi kemarin yang jelas setelah nge bayarin alteration dress yang mahal banget, lalu ia oke lagi ngebayarin kalung mutiara super cantik itu. Plus, extension chain yg sudah lama memang ingin saya beli. Yay, sudah senang kan hati ini hehe.

Lalu ia bawa lagi saya makan di resto india. saya pesan yg murah saja, 15 dollar sudah dapat naan, nasi, butter chicken plus minum. Saya pikir cukuplah itu. Dan saya gak habis hehe. Sekarang perut saya gak se starving dulu lho lebih sopan setelah saya ikutan diet GM ala saya yang juga gak bikin kurus itu hahaha. Sudahlah. Lalu kami turun menuju parkir. Nah, saat itulah saya liat butik bagus banget plus coat-coat cantik mereka. Biasanya kami gak pede masuk ke butik cantik, karena dah tahu uang kami gak akan cukup buat beli sesuatu apapun disana hehe. So daripada bikin keki mending gak usah masuk.

Namun ia encourage saya kemarin, daaan masuklah saya di butik itu. Wuih emang kereeen serasa di film pretty woman sayaaa hahaha. Nah, ia ambil 2 coat buat saya coba, yg broken whote dan yg merah maroon. Saat itu seperti biasa yaaa foto karena saya suka membandingkan pakaian dengan difoto dulu. Lalu karena bingung, saat itulah say aupload. Bingung pilih yang mana, gitu aja caption nya.

Eh, langsung banyak yg suka, nah mulai lah gatal tangan saya. Langsung nge cek notifikasi lagi daaan tobat FB pun bubar jalan eheheh. Sudahlah. Habis itu tanpa dinyana, say aliat DOTTI! Toko dress yang saya suka banget ituuu daaaan liatlah tu jaket keren, dan lagi lagi DIBELIKAAAN> Subhanallah ya rabbi, betapa besar kuasaMu. Benar-benar saya gak kuat lagi gak nangis kemarin itu. Ya, karena saya sudah sering hidup sendirian dan menahan hal yang tak mampu saya beli lalu tiba-tiba sekarang liat jaket pagi di web sore sudah di tangan. Ya Allah ya rabbi, saya benar-benar tak menyangka akan perubahan hidup yang begitu drastis terjadi di NZ sini. Yah saya juga sudah hijrah, saat itu ke India dan seperti saya bilang, meski hidup sudah ada perubahannya tapi tak se drastis yang terjadi di NZ sini. Dan seandainya saya tak bertemu dengannya pun, maka hidup saya juga mungkin akan flat-flat saja, tak ada perubahan yang berrati kecuali kuliah, menulis dan menulis.

Pagi ini, saya liat sunrise yg oke banget dan gatal lagi nih tangan mencet tombol POST. Hbais itu hilanglah seluruh tobat sambel itu dan berganti dari posting ke posting hehehhe *malu maluuu banget* hahahaha.

But kayaknya sudah deh. Habis posting terakhir ini tentang kerinduan akan tanah India, sepertinya saya akan silent lagi. Semoga bisa meredam rasa happiness yang kadang begitu membuncah hingga susah untuk dipendam sendiri. Kalau masalah saya maish bisa pendam, tapi happiness wuaaa susaaah hahahah.

Hari ini juga saya shopping. Masih ter nganga sih liat gedung tinggi secara saya jarang banget jalan ke downtown. Dan hari ini saya menyusuri Queen street melihat berbagai koleksi coat dari berbagai merk ternama di Auckland. Itu tu saya merasa seperti Kabayan masuk kota hahaha, ter nganga gitu liat betapa classy nya pakaian pakaian ala Barat. Terus saya liat jaket tapi masih mikir-mikir hendak beli apa nggak, karena jaket saya sudah lumayan banyak. Sambil terus ditemani si kiwi meski cuma lewat SMS. Nah, sore ini saya liat semua belanjaan saya itu, ya rabb, betapa besar rahmat-Mu. Kadang saya suka takut sendiri dengan betapa mudahnya hidup saat ini. Entah karena saya yang sudah biasa tahan banting atau rasa syukur saya yang begitu terasah, yang jelas saya merasa saat ini semuanya Dimudahkan oleh Allah. Sebenarnya sejak saya di India sih saya sudah merasakan hal itu. Kadang saya suka takjub dengan negotiation skill yang saya punya. Gak nyangka aja saya yang dulunya pemalu bahkan nukar uang ke warung aja malu tiba-tiba karena keadaan jadi harus nego sana sini, nyari uang sendiri, menghalau orang-orang kejam, belum yg suka manfaatin, intinya tiba-tiba saya SENDIRI. Dan saat sendiri itulah tiba-tiba semua inner strength itu keluar hehe. The power of kepepet lah istilahnya. Saya merasa bahkan jadwal ujian universitas saja bisa bergeser dengan Allah dan  the power of my negotiation. Sejak saat itu saya paham bahwa jika kita berusaha pasti ada saja jalanNya. Dan itu memang terbukti. Di Indonesia saat saya kepepet karena pemotongan gaji, doa dan usaha saya diijabah Allah melalui EF dan banyaknya murid privat yang memanggil saya lalu membayar lebih. Lalu di NZ sini saya membelokkan PhD dari sains ke education. Yang dilobby bukan main-main lagi, universitas, beasiswa, plus imigrasi. Dan semuanya juga terlewati. So, sebenarnya the power of kepepet itu yang keren hehe.

Tapi saya jadi takut sendiri. Karena ingat ada beberapa artis atau teman yang hidupnya berubah drastis eh lalu juga dipanggil Allah cepat alias pendek umurnya hehe. Semoga lah saya masih dipanjangkan umur, masih banyak dosa soalnya. Ini barusan tobat FB nya tobat sambel hehehe.

Anyway, rasanya postingan terakhir tentang foto bersama mahasiswa tadi cukuplah untuk keheningan sementara. Toh kalau saya nge share bagaimana saya nge lobby banyak pihak dan survive dengan kesendirian saya ntar malah dibilang show off lagi *hedeh, menghela napas*. Posting foto juga off dulu lah, menghilang lagi kita, sembunyiiii hehehe. Ntar kalau ada yg signifikan lagi baru kita post lagi. Lagian, ni lagi rame masalah hendak kumpul kumpul lah sesama mahasiswa, jadi saya yang malas ber sosialisasi lagi inginnya hidden saja, biar tak terlihat lagi. Sudahlah, cukuplah ke insyafan sementara ini. Saya harus bertobat lagi (within period of time heheh) ntar ya balik lagi tobatnya.

Oya, saya juga ngerasa gak bebas lagi lho, karena banyak notif. Jadi kangen lagi saat saya duduk nonton TV sendirian dan gak pegang hape, atau saat bisa tidur dengan nyenyak karena gak ada juag yg hendak dihubungi. Plus ibu saya kan juga marah kalau saya updtae status tapi gak pernah say HI. Jadi yo males, biarlah saya hidden lagi. Rasanya sudah cukup online 2 hari ini. Saya ingin fokus belajar dan istirahat lagi ahhhh.

Oke, waktunya menyusun baju-baju penuh dengan label itu. I know no one will read this, tapi cukuplah buat bikin hati saya gak terlalu sakit hidden dari FB hehe.

Have a lovely weekend, people! I am off sebelum dibilang showing off!

Auckland, 6 Mei 2017,

-NK-

Thursday 4 May 2017

MY FRIDAY STORY

Hi there!I know no one is there, but saya tetap bilang hi there aja yah!

Saya lagi nih, dengan postingan aneh ala saya.

Kali ini pingin cerita tentang si superman, laki-laki kiwi yang menemani saya di Auckland sini. Jujur awalnya saya gak terlalu ON dengan lelaki ini. Yah beda umur kita hampir 14 tahun, after all, se anti-anti nya saya ma brondong tapi tetaplaaah beda usia 14 tahun itu bikin saya liat dia looks like my father instead of my man. But you know he never gives up on me. Meski awalnya saya tolak mentah mentah tuh tawaran bersama, meski saya juga lagi jomblo saat itu, tapi ia tetap keukeuh mengejar saya dan finally, yay, he wins!

Pagi ini saya bangun, shalat subuh terus ngaji sambil liat sunrise. Keren banget tiap hari melihat bagaimana langit Auckland berubah dari gelap, menjadi semburat kuning, lalu matahari muncul dari balik Rangitoto. Indaaaaahhhh banget dan seperti biasa, this is just for me, just for me!

Ow anyway, kemarin saya posting di FB. Cuma foto pemandangan gitu terus dengan caption Allah and His natural entertainment. Udah, cuma gitu aja. Itu pun saya posting pas lagi iseng sambil nunggu jawaban di WA saya  tentang artikel yg saya submit. Setelah itu, saya OFF. Tapi terasa loh saya attach lagi dengan hape, Wuih males. Mending off lagi haha. Udah males baorriednget dengan facebook atau instagram. Sebenarnya sih karena my mum. Serba salah pokoknya. Kalau saya gak balas textnya tapi update terus di FB beliau marah. Nah giliran saya nge text kadang juga gak disahutin tuh apalagi kalau lagi sibuk dengan my sister, yo wis lah saya minggir ajaaahh. Nah jadi kan mending saya gak balas text plus gak update anything juga di FB. Anyway, say apikir who am I to post sih? Artis bukan, presiden bukan, ilmuwan kondang bukan, terus ngapain saya posting? Belum lagi liat ungrateful public itu, belum liat postingan yg suka grup grupan terus komen komen an hanya sesama grupnya semata-mata agar postingannya rame. Belum orang-orang oportunis yg tiba-tiba nyapa pas ada buku yg saya share atau pas pingin di cek tugansnya, wuih udahlah malas banget saya! I feel sick pokoknya. So, tetap off dan memlih silent itu lebih baik. Terserah orang mau mikit saya meninggal, saya sakit, saya kalah dalam hidup, saya sudah gak ada yang bsia dibanggain lagi, TERSERAH! Intinya lu mau mikir apapun tentang saya, I am not worried, saya tahu hidup saya baik-baik aja, saya happy aja di NZ sini, dan saya udah males nulis lagi karena ada labih banyak jealousy eyes ketimbang yg tulus mendoakan. Hidup saya masih berjalan teratur, pagi tadi bangun, set apple watch, nge gym, lalu sarapan cereal (which is kalau saya posting my Mum itu pasti nyinyir lagi dan bilang kenapa gak makan nasi lagi dan saya sudah seperti bule katanya). Heran lho, ada a mum yg gak bangga anaknya sekolah doktoral dan berhasil mengatasi kehancuran hidupnya dengan melakukan hal positif. Ahhh, sudahlah, makanya kalau sudah di konfront gitu saya paling bilang "iya, emang gak ada untungnya kok punya anak kayak saya ini. Kesian rugi banget yak sudah melahirkan saya ke dunia ini". Paling cuma gitu, saking sudah gak punya jawaban lagi dan terus terang capek tau disalahkan dan disesali terus menerus itu. Siapa sih yang ingin hidupnya hancur, cerai, terus gak punya akses ke anak? Tanpa disalahin dan disesalin aja tiap hari hidup saya tu udah harus merangkak supaya bisa tetap maju, Kalau saya nurutin sakit hati karena hidup hancur ini wahahahaha udah gak bangun lagi kali esok hari. But you know, itulah my Mum. Selalu nge regret.

Okay, enough tentang FB. Now about my life. Kerjaan saya sekarang udah jarang paling seminggu sekali. Yeah income jadi low juga sih jadi sekitar 100 dollar NZD aja tiap minggu. Nah kalau kerjaan lagi sepi gini apa ada saya komplen ke orang lain? Gak tuh, ya saya SUCK IT UP aja. Mau gimana lagi coba? Komplen pun gak akan berubah kan? Tapi keputusan saya untuk gak share hal-hal ygs edih itulah yg bikin orang lain mikir saya ini selalu happy hahaha. Sudahlh, public mah gak pernah happy! No matter what!

So, everyday saya cuma di rumah kecuali sehari seminggu itu saya kerja. Pagi biasanya kalau lagi gak puasa saya nge gym. Lalu sarapan, terus mandi (dengan hot shower yang super oke itu), lalu saya belajar hingga zuhur. Intinya hidup tenang banget. Kadang saya kangen juga sih dengan hidup saya di India dulu. Yeah, itu negara crowded banget, tapi yang jelas I am happy there.

Tapi sepertinya my love luck gak berhasil disana. Saya malah akhirnya dipinang seorang kiwi man yg keren banget menemani saya yang monster ini. Ia benar-benar laki-laki keren. Gak pernah bentak, selalu humble, romantis, terus selalu ingin nyenangin hati saya. Hari Jumat ini aja, ia rela ninggalin mobilnya di bengkel, lalu bawa saya shopping yay (nih kalau di share lagi di FB jadi lah banyak mata jealousy lagi hahahaha). So, rencananya sore ini kami bakalan shopping plus makan di resto Indonesia di darerah Albany. Yang saya suka banget karena di Albany itu lengkap mallnya. Plus gak jauh dari tempat tinggal saya. So yay, having a date lagi kitaaa.

Aaannnd ketemu lagu India yang oke banget bikin perasaan mellow. Tiba-tiba keingat lagi dengan semua memori saya di India dulu. Pergi ke easy day, pergi ke big chicken resto, makan di warung Maliyali, ketemu banyak orang disana yang melihat saya seperti a movie star karena pakaian saya yang jauh berbeda dengan mereka. Terus terang, India membuat saya kaya. India membuat saya tumbuh berbeda dan saya bangga pernah tinggal disana dua tahun lamanya. Mungkin bagi orang lian, India itu negara kotor, negara crowded, yeah, I couldn't deny that. Tapi juga gak bisa dipungkiri betapa uniknya negara itu dan betapa saya ingin kembali lagi kesana. Ingat betapa murahnya barang-barang disana, betapa hormatnya laki-laki dengan wanita disana (untuk yg mereka sayangi lho ya) dan my happy life selama saya disana. But well, sekarang saya sudah di negara maju ini sehingga India terlihat begitu konservatif sekarang. Tapi tetap, saya rindu ingin kembali kesana.

Udah ya entar saya sambung lagi. Saya mau siap-siap nge date nih hehe. Stay happy ya people, meski I know no one is there to say hey back to me. But it is okay to be alone. It is better dan gak nyakitin siapa-siapa.

Hugs from Auckland!

-NK-

Wednesday 3 May 2017

THE AUCKLAND STORY: WELCOME BACK, DEMENTOR!

Hi there.

I know no one is there, except me and my writing hehe, but it feels correct to start my writing with HI THERE even if no one is THERE!

Masih saya dengan tulisan sepi saya di media ini hehe. Sudah lebih seminggu and I am still facebook-free *bangga* hehe. Kadang masih liat tulisan orang lain disana, kadang ada perasaan menggelitik ingin nulis terus klik POST, tapi hingga hari ini tidak pernah ada post lagi.

My mum tiba-tiba selalu ingin telpon, padahal dulunya jangankan telpon, ngetik pesan aja kdg malas. Apalagi kalau adik saya lagi stay in her home, yup, saya di ignore saja. Sebenarnya ini mengecewakan banget, karena dulu saya pikir dengan koneksi internet yg oke disini yaah seminggu sekali kek kita video call, but NO, she is too busy or I am toor less interesting for her to call. Dan you know me, saya tak suka komplen, so saya diam saja dan cuma bilang "okay, if you don't want to talk to me, fine" dan akhirnya memilih fokus dengan hidup saya disini. Sekarang begitu saya melakukan aksi NO POST ON FACEBOOK itu beliau malah nayri-nyari. Mulai ramah, mulai nanya apakah RC masih bantuin saya, etc, basa basi yg udah gak kerasa lagi manisnya. Dulu dulu jangankan nanya saat saya share dibelikan apa gitu oleh RC jangankan nengok, malah di ignore entah karena jealousy, entah karena adik saya lagi kelilit utang saat ini, I don't know, yg jelas, when you are happy, believe me, NOT EVERYBODY IS HAPPY FOR YOU. Ada banyak mata mata iri yg silently whispering semoga kau dapat kemalangan lagi. Dan saya sudah learn tentang hal itu dari banyak orang. Termasuk dari my own mum.

Anyway, postingan kali ini lebih kepada my Auckland story. Sebenanrnya ingin posting betapa dinginnya Auckland saat ini. Musim gugur sudah lebih serius dengan kedinginannya hehe, so sekarang suhu berkisar 9-14 derajat. Sudah mulai lagi mendekati winter meski kami tak pernah punya salju di Auckland. Tapi seriously, sudah dingin banget. Saya mulai pakai winter clothes lagi, sudah bye bye temporarily dengan baju summer yg tipis tipis itu. Dan kegiatan saya masih sama setiap hari. Kadang saya ingin posting betapa penampilan saya berubah lagi. Saya pakai syal, pakai coat, meski belum pakai topi dan glove. Setiap hari saat saya berdiri di simpangan waterloo quadrant menunggu lampu merah dan nyebrang jalan, saya masih takjub dengan perubahan hidup saya. Yeah, bayangin orang dari Samarinda lalu ke India yg jauh lebih konservatif, lalu tiba-tiba ke Auckland, dengan bermacam-macam manusia. Tapi kalau saya posting orang lain pasti bilang "ah biasa aja tuh perubahan hidup begitu". Iya kalau perubahan hidupnya dialami berdua dengan suami dan anak sih gak papa biasa aja. Lha ini saya berjuang sendirian lho (meski my mum selalu bilang saya gak pernah sendiri padahal aslinya sih sering di kick out dari family, doi lebih bangga dengan sepupu saya yg sombongnya naudzubillah itu). Saya gak punya akses ke anak saya sendiri dan berjuang meraih beasiswa tanpa ada dukungan dari keluarga. Mereka selalu berpikir saya ini aneh karena ingin sekolah terus *nyengir* padahal saya sekolah ya karena dibayar terus jauh lebih adil ketimbang bekerja menurut saya. Di pekerjaan itu banyak intrik, males banget saya hehehe.

Okay, back again. Pekerjaan saya masih oke, saya masih dapat kerja minimal seminggu sekali. Dan baru baru ini supervisor saya merestui saya kerja lagi di city campus (yay). So mulai bulan depan saya akan jadi exam invigilator yg kerjaannnya yaaa ngawasi orang ujian. Bayarannya 75$ per session (kira-kira 3-4 hours per session). Dan yg saya senang, kerjaannya itu cuma tinggal nyebrang dari tempat tinggal saya. Asyik banget, plus saya dapat pengalaman baru lagi. Luar biasa banyaknya pengalaman yg saya dapat di Auckland sini. Dan rata-rata ini adalah pengalaman yang bikin saya bisa survive dimanpun. Saya tahu seluk beluk student center di Universitas sebesar University of Auckland. Saya berlatih jadi receptionist, dan sekarang jadi exam invigilator. Tapi sekali lagi kalau saya posting musti tanggapan orang yeah gitu aja diposting hahaha. Sudahlah, sepertinya medsos lebih suka ngeliat postingan politik, bela agama, hoax, nyindir sana sini, etc yg menurut saya gak asyik banget.

Hidup saya juga damai banget sekarang. Laki-laki yg menemani saya kali ini benar-benar bikin saya damai. Ia selalu bilang terima kasih, bilang sorry, dan selalu manis dan menemani saya. Rasanya tak ada hari dimana ia ingin jauh dari saya. Selalu bilang kangen dan looking forward to meet you. Dan meski kami sudah bersama hingga setahun lebih saat ini, our love masih hangat saja. Malam ini kami berencana nge date untuk buka puasa saya. Meski ia baru pulang kerja, ia berkenan membawa saya nge date coba. Mungkin kami akan ke resto Malaysia dekat apartemen atau ke resto steak yanga agak jauh dikit tapi saya happy banget kami bakalan nge date. Tadi malam kami juga sharing banyak hal, dan berbincang dengannya itu dalam bahasa asing di Auckland itu EKSOTIS banget. I feel sexy when I talk to him. Intinya having relationship dengan westerner itu benar benar PAS buat saya. He is sweet, gentle, gak arrogant bilang sorry dan selalu grateful dengan keberadaan saya.

Proposal saya juga oke, sedang memoles instrumen kali ini dan seminar proposal saya sudah dijadwal akhir bulan ini. Senang karena sebelumnya saya ambruk di sains tapi sekarang di education saya bisa bangkit lagi. Proposal saya selesai dalam 11 bulan tidak perlu extend meski saya masih harap-harap cemas dengan apakah saya bisa selesai tepat waktu karena beasiswa yg sudah terpakai saat di sains dulu. But anyway, yang belum datang entar aja dipikir. Gitu sih prinsip saya suapaya semua tetap jalan hehe. Karena kalau mikir masa depan terus takut, malah yg masa sekarang tak tertangani dengan baik.

Tempat tinggal saya juga oke banget. Tadi pagi saya liat sunrise, liat laut, rangitoto mountain, terus mikir betapa ajaibnya hidup ini. Setelah saya dihempas kesana kemari setelah perpisahan saya, sekarang saya hidup di tengah kota Auckland, di apartemen keren dengan segala kelengkapannya. Saya masih gym dengan rutin, masih sering mengaji (sebagai pelampiasan saya tak lagi posting di FB) dan membaca berbagai hal yang menarik minat saya. Dan senangnya, sekarang saya tak perlu lagi kasak kusuk ambil kamera nge capture gambar lalu post buat ungrateful public itu. Sekarang semua yg saya rasakan adalah milik saya sendiri. Bahkan sekedar posting buku aja saya malas. Kalau saya nemu buku bagus, itu buat saya sendiri. I don't share anymore. Buat apa juga posting kalau di belakang dicela juga haha. Belum lagi orang-orang oportunis yg datang cuma pas ada perlunya. Huaa males. Malah bagus kalau ada yang mengira saya meninggal sendirian di New Zealand. Saya pikir hidup tak perlu lagi di share jika hanya untuk dibicarakan di belakang.

Anyway dementor is coming back, itu istilah saya hehe. Itu karena Auckland sekrang dingin banget nget hingga terasa seperti si dementor datang dan menyedot segala kehangatan musim panas bukan kebahagiaan lho ya hehe. I am still happy.

So, that is my life. Pagi bangun, liat sunrise, lalu bersihin kamar, ambil apple watch, terus nge gym. Lalu kalau tidak kerja, saya belajar hingga zuhur, shalat, mengaji lalu belajar lagi hingga ashar. Sore saya nonton TV sambil masak buat dinner. Setelah maghrib biasanya saya memilih tidur. Karena dingin jadi nikmat banget bobo hehe plus enak buat bangun pagi esoknya. That's it. Damai, gak ada yang perlu tahu saya ngapain, nggak ada yang perlu tahu saya ma siapa, nggak ada yang perlu tahu saya makan apa, dibelikan apa, it is all FOR ME! Saya pikir ya itu, malah bagus kalau ada yang ngira saya dah meninggal hehe. Malah bagus kan jadi gak di stalk lagi, gak di ghibah lagi, saya damai dan aman dengan hidup saya di New Zealand. Jauh dari semua orang. Jauh di dunia nyata, jauh di dunia maya! Biarin my mum mau memuja si sepupu sombong dengan postingan berlian dan duit 20 M nya. Terserah yg lain mau posting resep, makanan, nge share nasihat, posting selfi nya, mau bikin grup grup an posting, terserah, mau apa. I don't care. I am done with facebook!

Anyway, welcome back to Auckland, dementor! Semoga hanya kehangatan kota ini yg engkau sedot, bukan hapiness orang-orang yg tinggal di dalamnya. Orang-orang happy. Seperti saya.

Auckland, 4 Mei 2017,

-NK-

Tuesday 2 May 2017

A FACEBOOK STORY: WHAT’S TO LIKE; WHAT’S NOT TO LIKE?


Yup, here I am again, typing in my blog. Hari ke-6 menghindari facebook dan to be honest, I feel FREE! HIDDEN AND FREE, actually!
Hi there, sorry ya lupa nyapa. Ini karena postingan ini lebih kepada sambungan postingan lalu tentang betapa saya berusaha menghindari facebook dan public yg cenderung ungrateful hehe. Kenapa saya bilang ungrateful? Well, think about it. Intinya anybody who is posting in facebook itu kita gak pernah tahu motifnya. Ada yg memang suka nge share printilan hidup even if you think it is not important (to you) but maybe it is important (for her), ada yg emang suka show off. So, in my opinion public itu harusnya bisa liat mana yg emang genuinely sharing mana yg senangnya showing off. But that is them. Ungrateful. Kalau saya sih senang senang aja ada yg posting foto pemandangan indah dari negara lain, kan enak gak usah terbang jauh-jauh eh kita liat pemandangan yg oke. Atau ada yg posting pengalamnnya umroh misalnya, juga enak kan kita gak usah tanya tanya eh ada yg share. But public is public. Ada saja yg ungrateful dan mean. Dan itu yg saya rasakan. Until finally I choose to leave facebook.
As I said before, facebook dan Instagram itu hiburan rakyatnya mahasiswa yg sedang kuliah di luar negeri seperti saya ini. Bayangkan, you are away in another country, keluarga gak ada, terasing sendiri di negara lain. Saya termasuk beruntung karena saya punya kawan kerja plus tunangan dan supervisor yg sangat sangat supportif dengan saya. Gak kebayang dengan mahasiswa lain yg harus struggle sendiran, terus pas ia posting di facebook akun nya yah hanya sekedar having a bit fun, yah, dicap show off. Asem kan?
And I feel that. For your information, hidup saya “sedikit berubah” sejak saya hijrah ke NZ. Dulu saya juga hijrah sih tapi saat itu saya ke India dan bukan di kota besarnya seperti Mumbay or Delhi, sehingga meski dulu saya juga suka posting di facebook ,tapi mungkin menurut public itu tak terlalu signifikan. I am still pathetic woman yang gak punya akses ke anak, yg hampir bangkrut karena perceraian dengan hidup yg porak poranda. Dan saat itu public happy, yay, one woman down, satu saingan terjungkal dalam kerasnya persaingan hidup ini hehe, seems familiar? Yup, itulah public, senang saat kau sakit dan sakit saat kau senang.
Namun sejak saya pindah ke NZ, yup, hidup saya berubah. Sebenarnya awalnya Cuma karena saya dibawa supervisor saya kesini. Jujur saya bukan si ambisius yg mengkoleksi LOA dari berbagai perguruan tinggi di dunia lalu menunggu hingga Harvard kirim LOA nya ke saya. Nope, saya benar-benar hanya wanita sederhana dan bermimpi sederhana. Saya selalu view myself as anak kos yang gak punya dapur lalu luntang lantung makan di warung-warung. Just that, as simple as it is.
Daaan, hidup saya berubah hampir 180 derajat saat saya DILAMAR a kiwi yg memanjakan saya bak putri disini. Tiba-tiba saya dihadiahi pakaian (sebenarnya karena pakaian yg saya bawa dari Indonesia itu terlalu tipis untuk cuaca NZ); perhiasan; berbagai liburan; tidak termasuk keberuntungan yg menghampiri saya seperti mampu tinggal di apartemen ok di tengah kota Auckland, dapat pekerjaan dan digaji dollar; plus supervisor yg begitu baik hati menerima saya meski saya Cuma pindahan dari sains. And, public mulai sakit hati. Awalnya semua pada bilang happy to see you are happy, tapi tambah kesini aura jealousy nya mulai terlihat jelas. Padahal menurut saya postingan saya mah sama aja jenisnya saat saya di India. Bedanya mungkin jenis makanan yg saya posting kalau dulu saya postingnya dosa, rotti, indomie, pani puri, sekarang saya postingnya cereal, roast, taco, spaghetti carbonara, goulash, ya menyesuaikan lah namanya juga di negara barat. Tapi kalau seandainya mata public itu bisa melihat dengan hati yg bersih, postingan saya sebenarnya sama saja dg saat di India dulu, tentang daily life, tentang kuliah saya, tentang hidup dan apa yg saya rasakan. But nope, mereka lebih senang melihatnya dengan mata jealousy.
Di medsos itu sebenarnya serbah salah. Anda posting sedih Anda di judge CURCOL. Anda share happiness dianggap show off capek deeh hahaha. Saat saya masih di Indonesia, ada seorang kawan yg saya putuskan hubungan karena ia tak tahan dengan happy posting saya. Dan well, karena ia laki-laki, (saya agak sexist untuk hal ini), saya unfriend saja. Buat apa juga saya berteman jika hanya untuk dibaca postingan saya lalu disindir di statusnya hehe. So, saat itu langkah saya dengan para haters yg benci dengan my happy posting hanya UNFRIEND. Begitu pula saat saya di NZ, ada lagi satu teman wanita yg sebenarnya sering saya dengarkan curhatannya eh malah unfriend saya karena juga tak tahan dnegan happy posting ala saya. Well, I just let her go then karena saya juga tak pernah begitu attach dengan siapapun juga.
Until finally, saya melihat itu dari my own Mum. Awalnya beliau masih happy, senang liat saya engaged, senang liat hidup saya happy. Lalu mulailah gak komen lagi jika saya posting dibelikan apa apa oleh my fiancé, lalu juga mulai gak mau lagi texting, bahkan tiap texting selalu curhat betapa beratnya hidup di tanah air, dan betapa hidup adik saya sekarang susah (which I don’t understand sebenarnya salah saya dimana, so kalau adik saya agak unhappy, saya juga harus unhappy gitu?). Saya masih tahan saja dengan bilang terserah deh mau anggap saya apa. Dan masih berusaha posting happy ala saya. Belum lagi beliau suka menyamakan saya dengan sepupu sombong yg asli sukanya show off. I really hate that, because I am not that low hellow, postingan saya jauh lebih dalam dibanding my cocky cousin yg sukanya posting perhiasan berliannya. Tepok jidat dah, malas dealing with these people lagi.
Then, as you read before, saya tiba tiba insyaf sendiri dan mikir “who am I to post” emang saya siapa sih berani-beraninya posting di sosmed. So, I choose to be silent, sejak hari itu hingga hari ini. Yeah, saya masih liat postingan orang-orang lain, tapi really, perasaan hidden dan free itu benar-benar menyenangkan. Saya gak sok alim dengan posting ayat-ayat, saya gak sok ibu-ibu dengan posting resep-resep yg gak pernah dicoba juga sebenarnya, saya gak sok bijak dengan share nasehat yang katanya self reminder padahal sebenarnya juga pingin nyindir orang lain; saya gak lagi terlihat di facebook. Saya menutupi hidup saya, meski awalnya susah, saya memilih hening di New Zealand dengan hidup saya dan perjuangan saya menyelesaikan Phd saya. Jika pun akan posting mungkin hanya untuk mile stones yg penting semisal wisuda, berangkat konferens, atau hal-hal signifikan lainnya. Itu pun jika saya masih mood buat posting hehe.
Dan awalnya susah, saya kira saya Cuma insyaf dari facebook karena belum ada happy thing yg bisa di share, dan saat ada hal yg happy, saya bisa tergoda lagi untuk posting. Namun ternyata tidak. Seperti kemarin saya buka puasa, lelaki baik itu menawari membelikan sushi. Tau gak air mata saya menetes karena ingat saya pernah Cuma bisa buka puasa ma bakso 5 ribuan. Itu pun makannya di kelas, karena biasanya saya ngajar lagi jam setengah 8 malam. Saat itu, apakah ada keluarga saya yg saya komplen terus bilang “nih liat hidup saya susah, kalian kok gak ikut susah juga” nggak tuh, karena menurut saya, setiap orang punya takdir masing-masing. Bahkan ada saja kejadian saya hanya makan bakso 5 ribu terus liat adik saya posting makan dimana gitu, yo wis, gak papa, rejekinya dan saya juga gak akan tertukar. Tapi kemarin, saya ditawari sushi, halal pie oleh laki-laki itu yg berjalan kaki membelikan unuk saya buka puasa. Saya buka puasanya di apartemen keren, di lantai 15 di kota terbesar di New Zealand. Lalu view yg saya liat laut dengan rangitoto mountain nya. Gimana gak menetes air mata coba. Anak kos lho yg makanannya Cuma bakso 5 ribu an tiba-tiba punya hidup se wah ini.Apakah saya posting? NOPE, saya memilih mengaji, bersyukur akan rahmat berbuka puasa saya kemarin. Tanpa perlu hit tombol POST di hape saya.
Lalu supervisor saya juga bertemu saya kemarin. Salah seorang diantaranya begitu dekat dengan saya lalu mengamati berbagai jewellery yg melekat di badan saya (ehem saya kemarin pakai kalung mutiara, plus diamond engagement ring saya). Beliau berkata “he must really spoils you a lot, dear Nurul, look at those jewellery on you”. Saya Cuma nyengir sambil bilang “thank you, yeah, a little”. Lalu beliau memuji betapa pekerja kerasnya saya, mencek apakah saya happy, lalu bilang saya pretty. See, biasanya saya akan share perasaan happy ini dengan nge klik tombol POST. Lalu akan ada respon orang lain entah haters entah liker yg jelas akan ada reaksi karena ada aksi dari saya (based on Hukum Newton III) hehe.
But nope, I did not post. Sekarang what’s to like and what’s not to like? Saya masih ngeliat orang lain posting dengan berbagai gayanya. Ada yg jualan, ada yg share nasihat, ada yg share resep, ada yg posting kegiatannya, acara weekend nya, foto foto anaknya, masakan yang dibuatnya, banyak lah, dan me? NOTHING! Saya gak posting APAPUN. Saya juga gak balas message SIAPAPUN. Saya benar-benar detach dengn facebook dan segala manusia yg tergabung di dalamnya. So, sekarang, What’s to like, what’s not to like, wong saya gak ada posting ANYTHING hehe. Saya happy with him, saya enjoy sendiri. Dan benar-benar SENDIRI. Dan saya happy, saya liat sunrise pagi ini, took a pic, terus liat dan bilang ke diri sendiri “this is just for me, just for me”. Lalu saya dimarahi di tempat kerjaan, nangis sendiri, dan instead of hit tombol post, saya Cuma bilang “this is my battle, my battle”, tanpa berusaha minta simpati ke siapapun, not even to my mum, and here I am, alone dengan hidup saya.
Dan tadi malam saya bercerita dengan lelaki itu, saya ungkapkan betapa saya sekarang merasa jauh lebih baik tanpa facebook. Dan meski ia tahu setiap kali saya bilang I WILL NOT POST ANYMORE, tapi akhirnya saya end up posting lagi, tapi kali ini ia benar-benar melihat saya detach dari facebook, seperti halnya saya detach dengan berbagai hal lain dalam hidup saya.
Daaan, saya melihat sedikit perubahan. My mum tiba-tiba menjadi simpatik karena berpikir saya sedang menghadapi kesulitan hidup di NZ sini. Yeah, siapa bilang hidup saya easy piecy di sini? Saya juga bekerja, tiap malam belajar, gak Cuma haha hihi kok. The difference is, I DON’T COMPLAIN, saya tak suka mengeluh. Sangat tak suka hingga saya lebih senang menelan kesedihan saya sendiri. Dan itu yg membuat orang lain berpikir saya SELALU bahagia! Haha.
Dan di persembunyian saya hingga hari ini, saya merasa DAMAI. Saya gak perlu nunjukin ke dunia baju apa yg saya pakai, atau liburan apa yg saya rasakan, orang gak tahu apa yg saya makan, dengan siapa saya makan, dimana saya saat ini, apa yg saya dapat hari ini, gak perlu lagi orang lain tahu. Malah bagus, para stalker dan spy itu gak lagi punya bahan untuk diomongin tentang saya. Juga gak ada alagi yg perlu di like dari saya. Saya persilahkan FACEBOOK untuk Anda semua, but not me. Silahkan posting apapun, say amah sembunyi aja. Lebih damai, gak ada lagi yg iri (meski juga gak ada lagi yg kontak), gak ada lagi yg kasak kusuk dtg minta tolong, gak ada lagi pokoknya saya putus hubungan dengan dunia luar selain yg saya hadapi di hadapan saya. Malah bagus kayaknya jika mile stones saja yg saya posting, itu pun jika saya masih mood hehe. Jika tidak, bukankah lebih nyaman hidden saja?
So, mungkin itu yg diinginkan public. You better silent kalau gak tahan di bully. Dan sekarang, see, semuanya tetap posting dan saya SILENT. Sekarang public mau nge like atau nge hate apa dari saya? I give you NOTHING! No aksi dari saya, so no reaksi dari Anda! Peace buat seluruh makhluk hidup di dunia!

Auckland, 2 Mei 2017,


-NK-


Friday 28 April 2017

Who am I to post?: A Facebook story

Hey there.

Saya lagi nih dengan tulisan iseng ala saya. Ammm...kali ini temanya agak berbeda, pun sharing system tulisan kali ini berbeda. Jika biasanya tema saya tentang semangat yang berapi-api, menyemangati siapapun yg sedang galau entah yang sedang putus cinta, yang sedang berhajat melamar beasiswa, yang sedang ambruk luar biasa dalam hidupnya, selalu saya berusaha tularkan A POSITIVE VIBE ala saya. Tapi kali ini berbeda, mungkin tidak mellow, tapi hanya sekedar tulisan refleksi ala saya. Tidak ada semangat yang menggebu-gebu seperti biasanya, tidak ada positivisme yang biasa saya tularkan, hanya saya dan sebuah refleksi.

Sistem sharing tulisan ini pun kali ini berbeda. Saya hanya akan upload tulisan ini di blog saya, dan tidak men sharenya di media lain contoh nih di facebook hehe. But if you found this writing to be interesting and would like to share it in your facebook wall, monggo, I have no objection lho ya.

Here we go. Saya mulai ya tulisannya.

Saya itu sebenarnya penggila facebook and instagram. Di dua media inilah biasanya saya menghabiskan hari-hari saya. Apapun saya posting, tentang masakan, tentang jalan-jalan, tentang rasa syukur saya akan hidup, tentang kebaikan hati lelaki yang menemani saya saat ini, intinya EVERYTHING that I think worth sharing. Hal ini karena saya suka bercerita sehingga kisah tisyu di dapur saja bisa jadi kisah menarik luar biasa dengan kelincahan jari-jari di keyboard saya. Saya tidak suka share hal-hal berikut:
POLITIK, NO NO I HATE POLITICS
HOAX, apalagi hehe
SHARE RESEP MASAKAN, buat apa juga kalau gak pernah dicoba, cuma share doang
SHARE STATUS ORANG LAIN, menurut saya itu tidak original, ngapain nge share kalimat orang lain untuk kondisi kita, belum tentu relevan.
SHARE MEME kocak, saya pikir itu buang buang waktu meskipun lucu sih.
JUALAN, nope, saya gak minat jadi pedagang.
NYINYIR, terus terang saya happy dg hidup saya dan tak suka juga kepoin akun orang lain so ngapain nyindir?

Intinya, saya lebih suka nulis tentang SAYA di akun SAYA dan dengan gaya SAYA. Narsis? Iyaaa, saya pikir lebih baik narsis dibanding sinis ma hidup orang lain ya nggak? Peace!

Oya, saya juga NO COMMENT dengan postingan orang lain. Dulu, duluuuu banget, saya suka komen di status status mahasiswa yg dekat dengan saya. Yah, biar rame aja FB nya begitu menurut saya. Namun I found ada juga orang-orang yg dengan kejamnya menyalahgunakan komen saya untuk menyerang saya balik. Saya pernah dimusuhin orang sekantor hanya karena saya ikutan komen di status jujur seorang mahasiswa. Saya pikir komennya jujur dan patut dihargai meski medianya di media sosial yg mungkin kurang tepat. Dan yak, karena saya komen akhirnya saya kena bully juga hehe. Since then, HARAM hukumnya saya komen di status orang lain. Akhirnya saya lebih banyak melenggang di media sosial di akun saya. Ada yg komen saya sahutin, ada yg nge tag saya like, ada yang nge inbox saya balas, intinya saya main di kandang sendiri hehe. Amaaannn menurut saya.

Tentu gaya saya ini juga banyak haternya. Ada beberapa yang menganggap postingan realita ala saya ini sebagai ajang SHOW OFF suka pamer meski intinya saya hanya ingin menunjukkan betapa kita bisa bangkit dari keterpurukan dan tetap bahagia dengan pilihan hidup kita plus selalu bersyukur akan apapun yg diberikan Allah ke kita. Tapi yah itulah manusia, tak pernah ada benarnya, selalu komentar.

Anyway, barusan saya insyaf dari facebook. Bukan karena apa apa sih, tapi tiba-tiba saja ada some voice tapped on my shoulder and said "WHO AM I TO POST?". Yah, emang siapa sih saya ini sehingga saya pantas untuk nge post di facebook?

Saya bukan:
PRESIDEN
ORANG SUKSES
IBU TELADAN
PEKERJA TELADAN

Saya hanya:
A BIG FAILED PERSON baik sebagai ibu, wanita, istri, anak, saudara perempuan, bahkan sebagai kawan pun saya tak cukup baik. Sejak perpisahan yg menjungkir balikkan hidup saya di tahun 2012 itu, saya lebih memilih SENDIRI. Saya tak suka dihakimi dan hidup saya sudah terlalu berat tanpa penghakiman-penghakiman itu. So, here I am, memilih sendiri.

Yeah, saya sekarang kuliah PhD di universitas top 100 dunia di jurusan top 20 pula. But again, WHO AM I TO POST? Jika orang lain bisa posting tentang:
1. Keberhasilan anak-anaknya, saya tak punya itu.
2. Keindahan rumah tempat tinggal atau kecanggihan mobilnya, saya tak punya itu.
3. Hubungan baiknya dengan rekan kerjanya, saya tak punya itu.
4. Keharmonisannya dengan suami atau keluarganya, do I have that? No.
5. Prestasinya menerbitkan tulisan di jurnal internasional, tulisan saya baru sebatas blog mau posting apa coba?
6. Kuliahnya yang sukses, kuliah saya biasa biasa saja tak ada yg luar biasa dari apa yg saya capai dalam hidup.

Yeah di usia hampir 37 ini, here I am, masih luntang lantung sebagai mahasiswa dengan beasiswa, tidak punya rumah kecuali pindah dari kost ke apartemen di Auckland sini, tak punya mobil, motor pun dijual saat saya pindah ke Auckland, tak punya akses ke anak, tak punya rumah tangga yg oke, atau prestasi kerja yg mumpuni, so kembali lagi WHO AM I TO POST?

Meskipun tulisan ini terkesan begitu negatif dan merendahkan diri saya sendiri (which is unhealthy for my mental), tapi tetap saya bersyukur, di negara jauh ini saya masih bisa makan, masih bisa tidur nyaman, masih bisa disayangi, diperhatikan, betapa Allah Maha Memelihara saya, meski saya sendiri. Dan seperti hari ini, Auckland hujan seharian, dan saya dengan nyaman tidur di sofa sambil nonton TV, berselimut sambil minum coklat hangat. Tidak terbayang betapa dinginnya di luar sana dan berapa banyak gelandangan yg tidur tanpa atap di Queen street sana. Jika bisanya saya menulis ini di facebook saya sebagai status, kali ini, saya cukup menikmati rasa syukur itu sendirian. Again, who am I to post? Saya bukan siapa siapa, tanpa pencapaian apa apa, di usia 37 ini pun saya masih belum mencapai apa apa :-(. Cuma minum coklat panas di sofa sambil nonton TV di kota besar seperti Auckland, masa sudah berani beraninya posting? Hehe,

So, finally saya mencapai titik dimana saya tak berani lagi psoting di facebook. I don't have any pride to show seperti orang-orang lain itu dengan berbagai pencapaiannya. Bukan, bukan saya iri dengan mereka. Saya hanya malu tak punya apa apa tapi sudah petantang petenteng dengan status facebook saya. Padahal seberapa sih saya ini? Setinggi rumput saja belum.

Dan inilah saya dengan diamnya saya di media sosial. Saya pikir mungkin baiknya saya minggir saja. Toh saya tak punya dagangan yg dipajang di laman facebook saya. Tak punya prestasi yg bisa dibanggakan, tak punya harta yg bisa di show off, tak punya akses ke anak hingga bisa posting kebersamaan saya dengan anak, so, apa sih saya ini? Who am I to post?

Am I sad? Yep, a bit. Karena hidup di negara orang lain ini, facebook itu adalah hiburan rakyat murah meriah plus masih bisa terhubung ke tanah air, so itu entertainment saya sebenranya. Tapi ya itu lagi, emang saya ini siapa jadi berani-beraninya posting? Sudah sehebat apa sih saya? Sudah punya apa sih dalam hidup? No, I am just NOTHING, NOBODY. So lebih baik saya silent.

Dengan silence nya saya ini, saya lebih banyak waktu merenung. Berpikir tentang hidup dan bagaimana bisa survive. Kadang saya mengaji dan mendoakan Najwa, anak saya nun jauh disana. Kadang pula saya membaca buku, menulis di blog seperti saat ini atau memikirkan proposal saya. Saya lebih banyak diam. Bahkan di kehidupan nyata.

Entah sampai kapan silence ini akan berlangsung karena intinya saya ini orang yg ceria dan suka bercerita. Entahlah. Tapi saya pikir silence ini akan berlangsung cukup lama. Setidaknya hingga saya bisa menghilangkan kalimat WHO AM I TO POST di pikiran saya.

Itu saja.

Auckland, 29 April 2017,

-NK-



Friday 7 April 2017

>^%$#@&*()!+: Password for A Life Changing

Hi there. How are you?

Kalau saya disini sih seperti biasaaa baik baik saja (pencitraan sebenarnya) heheh. Mumpung ini lagi weekend dan proposal saya sudah siap submit, saya ingin sedikit menulis. Tapi tentang apa ya, hehe tentang apa saja deh. You know me, I am weird.

Ammm, mungkin Anda bingung liat judul tulisan ini. Itu kok kayak kode error hehe. Yak ini memang tulisan aneh dari orang yang juga aneh so judulnya juga mesti aneh.

Okay. Have you ever felt that your life is JUST never changing? Yaa istilah Indonesia nya tu "saya kok begini begini aja ya". Sementara orang lain hidupnya meningkat entah tiba-tiba dapat pekerjaan yg memberi banyak rejeki, menikah dengan orang kaya, menang undian, lulus beasiswa, punya anak yg lucu, beli rumah mewah atau mobil, intinya hidup orang lain itu BERUBAH KE ARAH YANG LEBIH BAIK sedangkan hidup kita seolah-olah "jalan di tempat".

Terus mungkin ada saatnya kita berpikir "dia itu rahasianya apa ya kok bisa hidupnya berubah, apa saya harus melakukan apa yg ia lakukan ya, siapa tahu hidup saya juga berubah". Lalu kita mengikuti jejak orang lain itu, entah daftar beasiswa, atau ikutan bisnis yg ia geluti, atau ikut gabung dengan teman-temannya, intinya kita MENIRU apa yang orang itu lakukan dengan harapan hidup kita juga bisa membaik seperti mereka.

Tapi ternyata TIDAK. Hidup kita tetap jalan di tempat sedangkan hidup mereka melaju bak anak panah yg dilepas dari busurnya dan kena TEPAT DI SASARAN! Pokoknya mereka LUAR BIASA sedang kita BIASA BIASA saja.

Terus terang saya dulu punya pikiran seperti itu, terutama setelah saya menikah. Saat itu, meski saya telah berusaha sekuat tenaga, bekerja, beribadah, memohon pada Allah agar terjadi perubahan hidup tapi tetap saja, saat itu adalah saat tersuram dalam hidup saya. Saya tinggal di sebuah bangsal asrama putra, memasak di sebuah dapur kecil yang lantainya bolong dan kadang ada tikus yang mengintip di sela-sela dindingnya, sakit perut berkepanjangan akibat salah jahit, bergaji minimal dan harus menanggung biaya pengobatan karena mahalnya obat perut saya dulu, dengan anak (yg masih bayi saat itu) yg merengek di sebelah saya saat saya terkapar beralaskan plastik saat diare berkepanjangan itu menyerang saya. Saat itu saya meneteskan air mata lalu hanya berbisik pada diri sendiri "Ya Tuhan, apa passwordnya? Apa yg dilakukan orang lain itu sehingga hidup mereka membaik sementara saya yg hampir tak punya apa apa ini malah terkapar sakit dan tak mampu menghasilkan uang, padahal saya perlu uang untuk obat saya. Tak bisakah Kau Menyehatkan saya agar saya bisa bekerja keras dan membeli rumah yg sedikit lebih baik dari bangsalan ini? Apa yg dilakukan manusia lain itu (yg tidak saya lakukan) sehingga Kau begitu baik pada mereka namun begitu kejam pada saya?".

Pernah saya berpikir seperti itu? PERNAH! Saya sampai berpikir there must be some kind of password yg bisa membuat Tuhan approve pada life changing seseorang. Hehehe biasa lah pemikiran aneh.

Lalu entah bagaimana BAM! Hidup saya berubah! Saya kehilangan banyak hal, termasuk akses ke anak saya. Dengan penyakit perut yg masih menyerang saya saat itu, saya berangkat ke India meski khawatir dengan bagaimana masakan India akan membuat perut saya bertambah parah penyakitnya. Tapi well, saya tak punya piihan lain selain MENJALANI apapun itu yg ada di hadapan mata saya.

Dan !@#$%^^&*()_+~?><"}{%$#@!!. Bukan salah ketik ituuu memang sengajaaa ceritanya password life changing nya saya SUBMIT. Dan yak! Hidup saya BERUBAH! Dari yg awalnya seorang istri, jam 4 sudah bangun mengurus rumah tangga, lalu ke pasar, menyiapkan sayur, berangkat ke kampus mengajar, pulang memandikan anak, melipat pakaian, lalu tidur paling akhir, tiba-tiba saya jadi SINGLE WOMAN. Wanita tanpa siapa-siapa. Dan saya harus tanggung SEMUANYA. Hidup saya JUNGKIR BALIK tak karuan. Ada ancaman finansial, kesedihan tak bisa bertemu anak, kesedihan dihakimi dan terpinggirkan dari pergaulan, belum lagi segala sesuatu saya tanggung SENDIRI. Makanya itu password TAK JELAS begitu bentuknya karena memang itu yg terjadi dari sebuah LIFE CHANGING ala saya hehe. Hidup jugkir balik tak karuan hingga bentuk hidup itu saja tak lagi bisa terdefinisikan.

Namun kali ini saya tak lagi mengeluh. Meski perut kadang masih saja dangdutan hingga saya pernah mengerjakan ujian Kimia Fisika di India di samping WC professor saya disana akibat perut yg kadang masih dangdut an ini, tapi semua saya JALANI. Masalah tak lagi saya BICARAKAN tapi saya SELESAIKAN! Dan entah bagaimana bentuk hidup hingga hari ini, tapi itu yg saya lakukan, I SOLVE MY PROBLEMS.

Dan tiba-tiba, semua berubah (sedikit) membaik. Saat saya di India, saya tidak menyangka akan didandani oleh seorang wanita India bernama Arthi yg dengan telaten menjahitkan saree untuk saya lalu aunty sebelah rumahnya yg dengan sigap menjahitkan kain dalaman untuk saya. Dan for once in my life, saya merasa CANTIK! Sesuatu yang tak pernah saya rasakan dulu. Dulu saya terbiasa menerima bahwa saya tak secantik atau sekaya orang lain, sehingga saya harus menerima saja apa yang ditawarkan hidup untuk saya. Seminimal apapun itu.


Tiba-tiba yang dulu saya tak diizinkan pakai jeans, saya mencobanya dan saya merasa satu hal: saya BERBEDA. Yang dulu saya (sedikit) diurusi, tiba-tiba saya mengurus diri saya sendiri. Booking tket, urus visa, booking hotel, lobby pejabat sana sini, mengurus beasiswa, memikirkan keuangan belum termasuk MENGHALAU ORANG_ORANG YG KEJAM PADA SAYA. Ya, belum termasuk mereka. Wajah saya tak lagi bersedih, setiap ada halangan yg saya pikirkan adalah bagaimana MENYELESAIKANNYA! I stop talking to people tantang masalah saya dan mulai MENGGENGGANM TANGAN SAYA SENDIRI untuk menyelesaikannya satu demi satu.

Dan yak hidup saya BERUBAH! Saya BERUBAH! Setelah India mendidik saya menjadi siap dengan apapun (motto mereka: EXPECT THE UNEXPECTED), hidup membawa saya ke episode baru di New Zealand. Dan disini perubahan hidup saya semakin massive saja. Dari yang dulu saya tinggal di kost dengan matras tanpa ranjang, dengan kecoa yg kadang seliweran, saya dibawa ke sebuah kamar apartemen di negara modern seperti New Zealand. Saya bekerja di University of Auckland, menerima gaji dalam bentuk dollar, dihargai, diberi kesempatan. Dari yang dulu saya berpikir saya hanyalah seorang ITIK BURUK RUPA tiba tiba saya dikagetkan bahwa wajah minimalis seperti saya ini sukses membuat seorang kiwi berlutut di hadapan saya di puncak tower tertinggi di negara ini, SKY TOWER. Wajah minimalis saya ini bisa membawa seorang lelaki kiwi menawarkan banyak hal di masa depan untuk saya. Dan hidup saya benar-benar BERUBAH!

Dari yg dulu tidak boleh pakai jeans, tiba-tiba saya explore banyak fashion. Lalu dari yg masih lugu dengan pakaian India tiba-tiba saya disulap menjadi wanita modern yang harus sigap dan siap mandiri namun tetap dihargai sebagai wanita. Dan itu yg terjadi tadi malam pada saya. Saya didandani bak Julia Roberts dalam PRETTY WOMAN. Entah berapa pakaian yg saya coba tadi malam, lalu MC Walter dan RC menunggu di luar tirai lalu saya membuka tirai dan menunjukkan dress cantik itu satu demi satu. Dan setelah pengalaman pakai saree, tentu saja mengenakan dress ala westerner itu adalah sebuah PERUBAHAN lagi untuk saya.


Dan pagi ini saya berbaring di ranjang luas saya di apartemen lantai 15 ini. My life change. Saya tidur di ranjang luas di kamar dengan lantai berkarpet, jendela saya penuh dengan view yg cantik banget, Gaji saya masuk dari universitas besar dunia plus dari beasiswa, laki-laki itu begitu menyayangi dan memanjakan saya, perut saya yg dangdutan kini sdh jauh membaik, saya nge gym, mengalami perbaikan gizi hehe, punya oven, punya weekend yg biasanya dulu saya nge weekend dengan nge les in privat sekarang saya punya weekend kadang liburan, kadang shopping, kadang nonton film, intinya saya sekarang berada di hidup yang TAK PERNAH SAYA BAYANGKAN.

Siapa coba yg bisa membayangkan wanita yg dulu tinggal di bangsalan asrama putra itu, yg terkapar pakai plastik di ranjang, yg bahkan tak tahu rasanya pakai jeans, tiba tiba berangkat ke luar negeri, dilamar bule di menara tertinggi di New Zealand, kuliah di universitas top dunia, bekerja juga, dibayar dengan dollar dan berpakaian dan juga (berpikir) mandiri seperti wanita western yg dulu hanya ia lihat di TV. Tiap pagi ia berdiri di persimpangan jalan Symonds street, menunggu lampu merah lalu kaki-kaki mungilnya berlari mengikuti kaki panjang para bule yg juga menyeberang jalan. Lalu ia menunggu bis 274 atau 277, naik ke bis sambil senyum dengan supirnya, kadang disapa balik dengan ramah, lalu ia duduk dekat jendela, melihat city campus, clock tower, lalu melihat mount eden, turun di bus stop sambil berteriak riang "THANK YOU, DRIVER". Lalu berjalan kaki menuju meja staffnya, bilang GOOD MORNING ke semua orang, Hi John, Hi Rani, Hi Rebecca. Lalu disapa teman sekerja, dihormati meski berjilbab, mulai melayani student hingga sore tiba. Pulang, ia belajar untuk PhDnya. Tidur, esok ia bangun semangat lagi menyongsong hari.

Dan jika Anda bertanya apa passwordnya untuk life changing se drastis yg saya alami? Atau agar se beruntung ini? Apa harus apply beasiswa juga? Apa harus pisah dengan anak juga (not recommended lho ya)?

Jawaban saya password for the life changing is: @!@#$#%$^&*_":?~><.

Which means, there is NO specific password. Your life is your life, your story. Mau digencet gimana pun kalau kata Allah belum sampai waktuNya ya belum sampai. Mau nikah se ngebet apa kalau Allah belum sampaikan ya belum juga. Mau ke luar negeri segila apapun, kalau Allah belum Sampaikan ya belum aja.

So gimana dong biar hidup berubah? DOA. USAHA. Dan yang pasti satu password.

KUN FAYAKUN dari Allah untuk bikin semua nya JADI! Dan satu yang pasti, Allah berfirman: Tidak akan berubah keadaan suatu kaum hingga kaum itu merubah dengan tangan mereka sendiri. So, kun fayakun pasti dari Allah, tapi usaha dan doa itu yang dari kita sebagai manusia.

So, usaha, doa, baik sangka semoga KUN FAYKUN untuk hajat kita disegerakan olehNya.

Auckland, 08 April 2017,

-NK-