Tuesday 2 May 2017

A FACEBOOK STORY: WHAT’S TO LIKE; WHAT’S NOT TO LIKE?


Yup, here I am again, typing in my blog. Hari ke-6 menghindari facebook dan to be honest, I feel FREE! HIDDEN AND FREE, actually!
Hi there, sorry ya lupa nyapa. Ini karena postingan ini lebih kepada sambungan postingan lalu tentang betapa saya berusaha menghindari facebook dan public yg cenderung ungrateful hehe. Kenapa saya bilang ungrateful? Well, think about it. Intinya anybody who is posting in facebook itu kita gak pernah tahu motifnya. Ada yg memang suka nge share printilan hidup even if you think it is not important (to you) but maybe it is important (for her), ada yg emang suka show off. So, in my opinion public itu harusnya bisa liat mana yg emang genuinely sharing mana yg senangnya showing off. But that is them. Ungrateful. Kalau saya sih senang senang aja ada yg posting foto pemandangan indah dari negara lain, kan enak gak usah terbang jauh-jauh eh kita liat pemandangan yg oke. Atau ada yg posting pengalamnnya umroh misalnya, juga enak kan kita gak usah tanya tanya eh ada yg share. But public is public. Ada saja yg ungrateful dan mean. Dan itu yg saya rasakan. Until finally I choose to leave facebook.
As I said before, facebook dan Instagram itu hiburan rakyatnya mahasiswa yg sedang kuliah di luar negeri seperti saya ini. Bayangkan, you are away in another country, keluarga gak ada, terasing sendiri di negara lain. Saya termasuk beruntung karena saya punya kawan kerja plus tunangan dan supervisor yg sangat sangat supportif dengan saya. Gak kebayang dengan mahasiswa lain yg harus struggle sendiran, terus pas ia posting di facebook akun nya yah hanya sekedar having a bit fun, yah, dicap show off. Asem kan?
And I feel that. For your information, hidup saya “sedikit berubah” sejak saya hijrah ke NZ. Dulu saya juga hijrah sih tapi saat itu saya ke India dan bukan di kota besarnya seperti Mumbay or Delhi, sehingga meski dulu saya juga suka posting di facebook ,tapi mungkin menurut public itu tak terlalu signifikan. I am still pathetic woman yang gak punya akses ke anak, yg hampir bangkrut karena perceraian dengan hidup yg porak poranda. Dan saat itu public happy, yay, one woman down, satu saingan terjungkal dalam kerasnya persaingan hidup ini hehe, seems familiar? Yup, itulah public, senang saat kau sakit dan sakit saat kau senang.
Namun sejak saya pindah ke NZ, yup, hidup saya berubah. Sebenarnya awalnya Cuma karena saya dibawa supervisor saya kesini. Jujur saya bukan si ambisius yg mengkoleksi LOA dari berbagai perguruan tinggi di dunia lalu menunggu hingga Harvard kirim LOA nya ke saya. Nope, saya benar-benar hanya wanita sederhana dan bermimpi sederhana. Saya selalu view myself as anak kos yang gak punya dapur lalu luntang lantung makan di warung-warung. Just that, as simple as it is.
Daaan, hidup saya berubah hampir 180 derajat saat saya DILAMAR a kiwi yg memanjakan saya bak putri disini. Tiba-tiba saya dihadiahi pakaian (sebenarnya karena pakaian yg saya bawa dari Indonesia itu terlalu tipis untuk cuaca NZ); perhiasan; berbagai liburan; tidak termasuk keberuntungan yg menghampiri saya seperti mampu tinggal di apartemen ok di tengah kota Auckland, dapat pekerjaan dan digaji dollar; plus supervisor yg begitu baik hati menerima saya meski saya Cuma pindahan dari sains. And, public mulai sakit hati. Awalnya semua pada bilang happy to see you are happy, tapi tambah kesini aura jealousy nya mulai terlihat jelas. Padahal menurut saya postingan saya mah sama aja jenisnya saat saya di India. Bedanya mungkin jenis makanan yg saya posting kalau dulu saya postingnya dosa, rotti, indomie, pani puri, sekarang saya postingnya cereal, roast, taco, spaghetti carbonara, goulash, ya menyesuaikan lah namanya juga di negara barat. Tapi kalau seandainya mata public itu bisa melihat dengan hati yg bersih, postingan saya sebenarnya sama saja dg saat di India dulu, tentang daily life, tentang kuliah saya, tentang hidup dan apa yg saya rasakan. But nope, mereka lebih senang melihatnya dengan mata jealousy.
Di medsos itu sebenarnya serbah salah. Anda posting sedih Anda di judge CURCOL. Anda share happiness dianggap show off capek deeh hahaha. Saat saya masih di Indonesia, ada seorang kawan yg saya putuskan hubungan karena ia tak tahan dengan happy posting saya. Dan well, karena ia laki-laki, (saya agak sexist untuk hal ini), saya unfriend saja. Buat apa juga saya berteman jika hanya untuk dibaca postingan saya lalu disindir di statusnya hehe. So, saat itu langkah saya dengan para haters yg benci dengan my happy posting hanya UNFRIEND. Begitu pula saat saya di NZ, ada lagi satu teman wanita yg sebenarnya sering saya dengarkan curhatannya eh malah unfriend saya karena juga tak tahan dnegan happy posting ala saya. Well, I just let her go then karena saya juga tak pernah begitu attach dengan siapapun juga.
Until finally, saya melihat itu dari my own Mum. Awalnya beliau masih happy, senang liat saya engaged, senang liat hidup saya happy. Lalu mulailah gak komen lagi jika saya posting dibelikan apa apa oleh my fiancé, lalu juga mulai gak mau lagi texting, bahkan tiap texting selalu curhat betapa beratnya hidup di tanah air, dan betapa hidup adik saya sekarang susah (which I don’t understand sebenarnya salah saya dimana, so kalau adik saya agak unhappy, saya juga harus unhappy gitu?). Saya masih tahan saja dengan bilang terserah deh mau anggap saya apa. Dan masih berusaha posting happy ala saya. Belum lagi beliau suka menyamakan saya dengan sepupu sombong yg asli sukanya show off. I really hate that, because I am not that low hellow, postingan saya jauh lebih dalam dibanding my cocky cousin yg sukanya posting perhiasan berliannya. Tepok jidat dah, malas dealing with these people lagi.
Then, as you read before, saya tiba tiba insyaf sendiri dan mikir “who am I to post” emang saya siapa sih berani-beraninya posting di sosmed. So, I choose to be silent, sejak hari itu hingga hari ini. Yeah, saya masih liat postingan orang-orang lain, tapi really, perasaan hidden dan free itu benar-benar menyenangkan. Saya gak sok alim dengan posting ayat-ayat, saya gak sok ibu-ibu dengan posting resep-resep yg gak pernah dicoba juga sebenarnya, saya gak sok bijak dengan share nasehat yang katanya self reminder padahal sebenarnya juga pingin nyindir orang lain; saya gak lagi terlihat di facebook. Saya menutupi hidup saya, meski awalnya susah, saya memilih hening di New Zealand dengan hidup saya dan perjuangan saya menyelesaikan Phd saya. Jika pun akan posting mungkin hanya untuk mile stones yg penting semisal wisuda, berangkat konferens, atau hal-hal signifikan lainnya. Itu pun jika saya masih mood buat posting hehe.
Dan awalnya susah, saya kira saya Cuma insyaf dari facebook karena belum ada happy thing yg bisa di share, dan saat ada hal yg happy, saya bisa tergoda lagi untuk posting. Namun ternyata tidak. Seperti kemarin saya buka puasa, lelaki baik itu menawari membelikan sushi. Tau gak air mata saya menetes karena ingat saya pernah Cuma bisa buka puasa ma bakso 5 ribuan. Itu pun makannya di kelas, karena biasanya saya ngajar lagi jam setengah 8 malam. Saat itu, apakah ada keluarga saya yg saya komplen terus bilang “nih liat hidup saya susah, kalian kok gak ikut susah juga” nggak tuh, karena menurut saya, setiap orang punya takdir masing-masing. Bahkan ada saja kejadian saya hanya makan bakso 5 ribu terus liat adik saya posting makan dimana gitu, yo wis, gak papa, rejekinya dan saya juga gak akan tertukar. Tapi kemarin, saya ditawari sushi, halal pie oleh laki-laki itu yg berjalan kaki membelikan unuk saya buka puasa. Saya buka puasanya di apartemen keren, di lantai 15 di kota terbesar di New Zealand. Lalu view yg saya liat laut dengan rangitoto mountain nya. Gimana gak menetes air mata coba. Anak kos lho yg makanannya Cuma bakso 5 ribu an tiba-tiba punya hidup se wah ini.Apakah saya posting? NOPE, saya memilih mengaji, bersyukur akan rahmat berbuka puasa saya kemarin. Tanpa perlu hit tombol POST di hape saya.
Lalu supervisor saya juga bertemu saya kemarin. Salah seorang diantaranya begitu dekat dengan saya lalu mengamati berbagai jewellery yg melekat di badan saya (ehem saya kemarin pakai kalung mutiara, plus diamond engagement ring saya). Beliau berkata “he must really spoils you a lot, dear Nurul, look at those jewellery on you”. Saya Cuma nyengir sambil bilang “thank you, yeah, a little”. Lalu beliau memuji betapa pekerja kerasnya saya, mencek apakah saya happy, lalu bilang saya pretty. See, biasanya saya akan share perasaan happy ini dengan nge klik tombol POST. Lalu akan ada respon orang lain entah haters entah liker yg jelas akan ada reaksi karena ada aksi dari saya (based on Hukum Newton III) hehe.
But nope, I did not post. Sekarang what’s to like and what’s not to like? Saya masih ngeliat orang lain posting dengan berbagai gayanya. Ada yg jualan, ada yg share nasihat, ada yg share resep, ada yg posting kegiatannya, acara weekend nya, foto foto anaknya, masakan yang dibuatnya, banyak lah, dan me? NOTHING! Saya gak posting APAPUN. Saya juga gak balas message SIAPAPUN. Saya benar-benar detach dengn facebook dan segala manusia yg tergabung di dalamnya. So, sekarang, What’s to like, what’s not to like, wong saya gak ada posting ANYTHING hehe. Saya happy with him, saya enjoy sendiri. Dan benar-benar SENDIRI. Dan saya happy, saya liat sunrise pagi ini, took a pic, terus liat dan bilang ke diri sendiri “this is just for me, just for me”. Lalu saya dimarahi di tempat kerjaan, nangis sendiri, dan instead of hit tombol post, saya Cuma bilang “this is my battle, my battle”, tanpa berusaha minta simpati ke siapapun, not even to my mum, and here I am, alone dengan hidup saya.
Dan tadi malam saya bercerita dengan lelaki itu, saya ungkapkan betapa saya sekarang merasa jauh lebih baik tanpa facebook. Dan meski ia tahu setiap kali saya bilang I WILL NOT POST ANYMORE, tapi akhirnya saya end up posting lagi, tapi kali ini ia benar-benar melihat saya detach dari facebook, seperti halnya saya detach dengan berbagai hal lain dalam hidup saya.
Daaan, saya melihat sedikit perubahan. My mum tiba-tiba menjadi simpatik karena berpikir saya sedang menghadapi kesulitan hidup di NZ sini. Yeah, siapa bilang hidup saya easy piecy di sini? Saya juga bekerja, tiap malam belajar, gak Cuma haha hihi kok. The difference is, I DON’T COMPLAIN, saya tak suka mengeluh. Sangat tak suka hingga saya lebih senang menelan kesedihan saya sendiri. Dan itu yg membuat orang lain berpikir saya SELALU bahagia! Haha.
Dan di persembunyian saya hingga hari ini, saya merasa DAMAI. Saya gak perlu nunjukin ke dunia baju apa yg saya pakai, atau liburan apa yg saya rasakan, orang gak tahu apa yg saya makan, dengan siapa saya makan, dimana saya saat ini, apa yg saya dapat hari ini, gak perlu lagi orang lain tahu. Malah bagus, para stalker dan spy itu gak lagi punya bahan untuk diomongin tentang saya. Juga gak ada alagi yg perlu di like dari saya. Saya persilahkan FACEBOOK untuk Anda semua, but not me. Silahkan posting apapun, say amah sembunyi aja. Lebih damai, gak ada lagi yg iri (meski juga gak ada lagi yg kontak), gak ada lagi yg kasak kusuk dtg minta tolong, gak ada lagi pokoknya saya putus hubungan dengan dunia luar selain yg saya hadapi di hadapan saya. Malah bagus kayaknya jika mile stones saja yg saya posting, itu pun jika saya masih mood hehe. Jika tidak, bukankah lebih nyaman hidden saja?
So, mungkin itu yg diinginkan public. You better silent kalau gak tahan di bully. Dan sekarang, see, semuanya tetap posting dan saya SILENT. Sekarang public mau nge like atau nge hate apa dari saya? I give you NOTHING! No aksi dari saya, so no reaksi dari Anda! Peace buat seluruh makhluk hidup di dunia!

Auckland, 2 Mei 2017,


-NK-


No comments:

Post a Comment