Tuesday 3 July 2018

JUAL BELI (HANYA) DENGAN ALLAH: THE (NON) RIBA STORY

"Yang ini", tunjuknya saat itu menunjuk sebuah denah lokasi tanah. Ia baru saja tiba di tanah air. Baru seminggu. Ia ingat itu tanggal 5 November saat ia bertemu dengan agen rumah yang sudah sejak ia di luar negeri meng hunting dirinya agar mau melihat lokasi. Awalnya ia ragu, ingat banyak kasus yang ia dengar, bayar dengan developer, rumah tak pernah jadi, uang raib entah kemana. Lagipula budget rumah ini besar sekali. Ia ngeri membayangkan membayar uang sebesar itu untuk sebuah rumah. Namun berulang kali ia searching for a better price, ia tak juga kunjung mendapatkan apa yang ia mau. Yaa ada rupa ada harga lah ya. Lokasi yang tidak banjir, perumahan yang rapi, terletak di daerah yang medium, bukan juga yang high class karena ia tak terlalu perduli dengan kelas kelas an dalam hidup ini. Yang ia perlu hanya RUMAH-tempat berteduh yang tidak nyewa, tidak bayar kos lagi dan TANPA RIBA. 

Sekali lagi: TANPA RIBA. Bukan apa apa, satu, ia tak suka punya hutang. Berhutang dengan negara selama 10 bulan saja itu pun akibat kesalahan pembayaran gaji, ia jera, dan itu pun tanpa bunga. Ia hanya harus mengembalikan kelebihan pembayaran gaji sebesar 13 juta selama 10 bulan itu saja. Tapi rasa berhutang itu cukup bikin sakit kepalanya. Ia tak habis pikir kenapa orang lain gemar ber hutang demi membeli apa yang mereka inginkan saat ini, padahal nanti kepala puyeng karena gaji tak sesuai dengan yang didapat. Dua, ia tak kuat bayar bunga. Itu bunga sangat mencekik. Ambil yang short loan tetap ada bunganya yang long loan tambah gila cekikannya. Tiga, ia takut tak lunas akhirnya apa yang ia cicil bertahun tahun disita Bank. Empat, jauuuuh sebelum riba ribaan ini jadi trend di masyarakat, ia sudah tahu dari abah mama nya menerima bunga bank itu saja haram apalagi membayar bunga. Sudah bayar, haram pula hedeh. Jadilah ia pribadi bersabar. Saat ia belum punya uang ia hanya bisa berdoa di kamar kos tiga langkahnya "Ya Allah berilah saya atap untuk berteduh" sambil terus bersyukur ia masih punya kamar kos di setiap hujan turun karena banyak orang yang kebanjiran dan kedinginan di luar sana. Sambil terus berdoa semoga orang orang itu segera diberi tempat yang hangat. 

Dan tiba tiba ia Diberi Allah beasiswa. Awalnya ia tak menyangka tabungannya akan terkumpul secepat ini. Sejak ia dikontrak oleh universitas terbesar di New Zealand ini, tabungannya terus merangkak naik. Ia juga heran asalnya darimana karena uang beasiswanya hampir habis untuk bayar sewa apartemen setiap minggunya. Ia pun tak mau menerima bunga bank (meski dalam dollar) disini karena sekali lagi ITU HARAM. Sedekahnya pun tak banyak lagi disini karena masjid jarang dan celengan masjid itu tak lagi berseliweran dimana mana. Namun satu yang masih ia amalkan sejak ia di India, ia selalu membeli beras, lalu membawanya ke praying room di city campus dimana ada kotak HELPING HAND untuk siapa yang memerlukan makanana. Ia selalu mengambil filosofi salah satu sahabat Rasulullah yang memikul sendiri beras karena ada rakyatnya yang kelaparan. Ia pikir membeli sendiri beras lalu membawanya ke praying room itu adalah ketulusan luar biasa ketimbang hanya sekedar transfer uang ke rekening muslim association di Auckland. Hanya itu yang ia selalu usahakan sedekahkan. Berbeda saat di tanah air, ada banyak hal yang bisa ia kontribusikan. Ia senang mencuci mukena, atau membelikan sekotak air mineral ditaruh randomly di setiap masjid yang dekat dengan toko kelontong. Sengaja ia tak beli di supermarket, satu biar dekat dengan masjidnya dan dua, memberi rejeki ke yang punya toko kelontong yang pasti bukan pengusaha besar. Ia selalu punya ALASAN di setiap tindakannya. 

Dan tanggal 5 November itu, rasa tak percaya saat itu ia Diberi rejeki Allah untuk menunjuk maket sebuah tanah yang akan dibangun rumah oleh developer. Ia, yang cuma anak kost itu? Yang cuma dosen golongan III? Yang gak punya bisnis apa apa kecuali nge les privat sana sini? Beli rumah? Cash? Gak salah tuh? *ngakak sempurna lah*. Tapi itu benar, ia benar-benar menunjuk denah sebuah rumah dengan lokasi tanah dimana rumahnya akan dibangun. Bismillah.

Developer ini sangat gigih mengejarnya sejak tahu ia berminat membeli rumah cash. Mereka tentu saja tetap menyodorkan pinjaman bank itu dengan iming iming JAUH LEBIH TERJANGKAU dan ini program untuk KPR bukan buat CASH dan uangnya BISA BUAT YANG LAIN, Bu, begitulah, tapi ia berkeras. Take my offer or leave it. Saat itu si developer membawanya ke rumah contoh dan ia menyukai itu meski harganya hahaha ia yang anak kos ini tak pernah menyangka ia akan membeli sesuatu seharga itu. 

Ini maketnya: 

Maket rumah

Saat itu negosiasi alot terjadi karena si developer berkeras tak mau memundurkan dinding untuk dapur dengan alasan ini maket sudah standard, kalau rubah desain harus lapor ke Jakarta dan ada tambahan harga 11 juta. Ia berkeras budgetnya sudah mentok dan ia tak akan menambah meski hanya 1 sen saja.  Lalu dengan tangkas ia berkata "well, I trust your skill, Pak, otherwise I will not come to you. I believe, you have the capability to make this dream come true". Skill yang ia pelajari di University of Auckland-membuat orang lain merasa berarti. Leadership skill yang ia pelajari-seperti halnya Bill Clinton yang bisa membuat siapapun yang ia ajak bicara merasa tak ada orang lain yang lebih penting di dunia. Si developer minta waktu seminggu waktu itu tapi ia mendesak "if you agree, I would like to sign the contract on 11 November-my birthday". Si developer tak bisa janji karena harus ke Yogya dan ia mengiayakan saja-ia yakin jika ini takdirNya Allah akan jadikan. Pun ia tak mau terlalu terlihat sangat berminat (meskipun iya) karena nanti developer akan merasa di atas angin. 

9 November, developer menelpon. Ibu, I can make your dream come true. Thank you for trusting us. Ia sebenarnya ingin bersorak bahagia tapi tetap stay cool sambil bilang "thank you, Pak, I know you and your team are the right ones. I am happy to invest my money to you". 

Lalu dibuatlah kontrak jual beli itu dan ia tanda tangan di tanggal 11 November 2017-hari Sabtu tepat di usia ke-37-5 tahun setelah rumah yang dulu ia beli ditarik paksa oleh masa lalu. Ia menecrmati setiap poin kontrak dan meng koreksi setiap barisnya agar tak ada kesalahan pemahaman-ia memastikan jika developer terlambat menyerahkan kunci mereka akan dapat konsekuensi. 4 bulan mereka minta waktu-Maret 2018-rumah akan selesai-tepat di waktu ia menikah dengan bule New Zealander. What a wedding gift!

Tanda tangan kontrak di 11 November 2017-ulang tahun ke-37


Daaan setiap minggu si developer terus update progress rumahnya-bahkan setelah ia kembali ke Auckland-mereka tetap berkomunikasi. Developer yang sangat senang berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengannya dan ia dengan respect membalas pesan pesan si developer. Rumahnya pun ber proses-sambil ia terus memantau dari luar negeri. Ia melihat tanah mulai diuruk, lalu tiang berdiri, atap dipasang seperti gambar berikut: 

Rumah per Maret 2018

Lalu serah terima kunci dilakukan. Ia cuma mendengar dari luar negeri. Semua urusan sudah selesai, alhamdulillah developer ini amanah dan tanah yang dulu ia lihat kini sudah berdiri sebuah rumah dan ia senang dan bersyukur melihat hasilnya. Tepat di bulan Maret 2018, developer memenuhi janjinya. Di saat yang sama ia mengirimkan foto pernikahannya pada si developer yang memberi selamat padanya. Hubungan yang saling menghormati satu sama lain. Professional, penuh dengan respect. 

Hanya sebulan di bulan April 2018, ia minta pada abahnya untuk memulai proyek "mendandani rumah". Ia membagi proyek ini dalam 4 fase insya Allah. Awalnya ia minta abah mencarikan tukang pagar dan terali untuk jendela. Mulailah pembicaraan dilakukan. Ia menghitung budget lengkap dengan berapa akan memberi abah untuk jasa beliau meluangkan waktu untuk ini. She is professional. Tidak ada satu pun keringat orang yang menetes yang tak pantas dihargai. Dan sebelum lebaran 2018, pagar dan terali berdiri. Rumahnya tampak kokoh dengan pagar minimalis yang ia minta itu. Ia puas melihat hasi kerja kerasnya sudah berbuah. Lalu lebaran tiba, abah minta waktu istirahat dulu dan ia setuju. 
Rumah per akhir Mei 2018

Now phase 3 sudah berjalan. Hari ini mungkin ia akan melihat hasil akhirnya. Bisnis dengan tukang pagar akan selesai hari ini dan ia akan beralih ke tukang yang lain. Abahnya sudah mencarikan tukang yang lain itu dan fase 4 akan dimulai. Ia terus bekerja di luar negeri, belajar malam hari dan memastikan seluruh elemen dalam hidupnya berjalan seimbang. Ia benar benar kick back dalam hidup. 

Phase 3 ON: July 2018

Ia hanya ingat satu kalimat di Al Quran yang sering dibacanya pagi ini. "Tidak akan rugi siapapun yang Berjual Beli dengan Allah". So, ini hanya sebuah cerita anak kos yang dulu bayar kos 750 ribu per bulan saja tercekik, seorang wanita yang setelah tak mampu meneruskan rumah tangganya direnggut banyak hal darinya, ini hanya sebuah ilustrasi bahwa kita bisa hidup tanpa riba. Kita bisa hidup tanpa hutang bank. Kita jauh lebih tenang dan barokah tanpa menyekolahkan SK di bank. Kita bisa HIDUP TANPA RIBA. 

Jika ada yang mengartikan ini sebagai pamer, show off, terserah saja. Atau Anda yang bilang "halah cuma rumah seiprit gitu aja dibanggakan" ya terserah saja. Saya cuma menulis, Anda baca, terserah suka atau tidak, none of my business. Bagi saya, rumah ini sudah barokah luar biasa dari Allah SWT. Saya hanya mensyukuri bahwa setelah seluruh badai hidup itu, Allah masih Membersamai kewarasan saya untuk tak berhutang meski saya harus makan seadanya. Saya hanya ingin berbagi bahwa sekali lagi KITA BISA HIDUP TANPA RIBA. Berjual belilah (hanya) dengan Allah! Yang Maha Kaya. Apa yang tak mungkin bagi-Nya. Kun, jadi, maka TERJADILAH. 

Auckland, 4 Juli 2018
6 tahun setelah hidup porak poranda.

Nurul Kasyfita