Monday 29 December 2014

The Ikhlas Power

Hi there! Setelah sekian lama, maka saya menulis kembali untuk Anda.

Kali ini saya ingin menulis tentang ikhlas. Ini adalah kata yg sering kita ucapkan, namun susah sekali untuk diterapkan. Dan kali ini saya ingin sedikit membicarakan hal ini, berdasar sudut pandang saya yg miskin ilmu dan fakir amal ini. Semoga bermanfaat.

Ikhlas menurut saya adalah respons terbaik saat sesuatu tdk berjalan sesuai harapan. Misalnya, ketika Anda merasa sdh nelakukan yg terbaik, tapi ternyata hasilnya tdk sesuai dg harapan Anda. Contoh kecil, Anda sedang berjalan, eh, kaki masuk lubamg dan nyut nyut. Maka saat ini yg terbaik yg bisa Anda lakukan adalah ikhlas, menerima takdir Allah bahwa saat itulah waktu Nya kaki Anda masuk lubang. Itu yg terjadi pada saya minggu lalu, hehehe.

Ikhlas tidak sama dengan pasrah. Ikhlas berarti menerima takdir Allah setelah kita berusaha, sedang pasrah berarti diam dan menyerahkan semua pada Allah. Orang yg ikhlas akan berusaha yg terbaik, menyerahkan urusan pada Allah, lalu menerima keputusan Allah, apapun itu.

Orang yg ikhlas paham betul bahwa kita tdk memiliki apa apa ataupun siapa siapa di dunia ini. Orang yg ikhlas tdk akan termakan umpan, tidak jumawa dengan pujian, tapi juga tidak kalah dengan cacian. Tidak ada yg diperlukan orang yg ikhlas kecuali Allah swt di sampingnya. Orang yg ikhlas tidak akan beribadah hanya karena ingin dapat "fasilitas" dari Allah atau menghentikan ibadahnya saat hidupnya sulit. Orang yg ikhlas akan kontinyu dengan amal ibadahnya, saat ia di atas, atau di bawah.

Pada saat kita ikhlas, maka tubuh akan terasa rileks. Dan tentu saja ini adalah sensasi yg melegakan. Inilah yg menjadi dasar terapi yoga dengan duduk bersila, menghirup udara dari hidung dan mengeluarkannya dari mulut. Ikhlas adalah penerimaan. Ikhlas adalah penyerahan. Pada saat kita ikhlas, maka sakit seperih apapun, akan terasa ringan. Beban seberat apapun akan terasa normal. Bayangkan, jika Anda sakit, lalu terus beekeluh kesah krn kurang ikhlas dengan takdir itu. Bukankah segalanya menjdi lebih sakit? Kenapa tidak mencoba ikhkas dan menerima ini sdh takdir saya. Toh jika Anda berteriak pun, sakit Anda tdk berkurang. Terima lah, kita cuma makhluk, Allah lah penguasa kita.

Dan itulah yg saya rasakan saat ini. Saya menerima jika saya tdk bisa berkumpul dengan Najwa lagi. Ikhlas bahwa itulah takdir yg ditetapkan Allah untuk saya. Ikhlas bahwa saat ini hidup tengah berada di samudera luas dan saya tdk punya apa apa kecuali diri saya yg harus berenang sendiri mencari daratan. Intinya, ikhlas, menerima dan selalu bersangka baik pada ketentuanNya.

Apakah saya berhenti beribadah? Tidak. Jika saya berhenti beribadah hanya kareba takdir hidup yg sedang di bawah, berarti saya tdk ikhlas beribadah pada Allah. Berarti saya mengharap balasan Allah saat beribadah. Bukankah Rasul manusia termulia saja tidak meninggal dalam kekayaan? Jika level ibadah seseorang berbanding lurus dengan fasilitas hidupnya, maka Rasulullah harus menjadi sekaya firaun. Tapi bukankah tidak seperti itu?

Maka meskipun saya sudah melanglang buana ke negara mayoritas hindu, saya tetap melakukan apa yg mestinya saya lakukan sbg seorg muslim. Saya tetap shalat, puasa, menutup aurat dan hal hal lain yg biasa sata lakukan. Karena ibadah kita tidak tergantung dari kwnyamanan hidup yg diberikan Allah pada kita. Itu berarti kita tdk ikhlas beribadah. Kita harus istiqomah, bagaimana pun hidup ditakdirkan Allah utk kita.

Maka ikhlas itu menghasilkan kedamaian. Saya memang belum menemukan daratan untuk beristirahat, atau berniat bergabung dengan kapal yg baru agar bisa mengarungi samudera hidup ini. Saya masih berenang. Sendiri. Namun, keikhlasan membuahkan samudera yg tenang. Mungkin juga karena saya telah terbiasa berenang sendiri, segala kelelahan, kesunyian, ketakutan itu hilang dari saya. Yg saya rasakan saat ini hanyalah damai. Kedamaian yg terpancar dari senyum saya saat tidur. Kedamaian yg saya rasakan saat bangun kembali. Bersyukur, berdoa dan berusaha yg terbaik hari itu. Dan ikhlas, bagaimana pun takdir Allah utk saya.

Saya mengikhlaskan siapa pun yg terenggut dari saya. Saya mengikhlaskan sahabat yg memilih pergi dari saya dan mensyukuri siapa pun yg memutuskan utk tetap berkawan. Saya ikhlas jika ada yg me sms saya dg sangkaan, kecurigaan, bahkan kata kata yg menyakitkan. Ikhlas, maka apapun yg datang, hanya damai yg saya rasakan.

Dan akhirnya saya pun bisa bernafas lega. Saat ini keuangan sdh mulai membaik. Kerinduan saya pada Najwa selalu berbuah doa dan dzikir. Dan saya sedang bersemangat mempersiapkan study saya selanjutnya. Saya juga berdoa agar bisa berwakaf lebih untuk kematian saya. Bahkan jika pun saya harus meninggal dalam kesunyian di kamar saya, saya ikhlas. Itu pasti yg terbaim dari Nya. Dan apapun itu, saya tdk akan berubah. Karena bagi saya, yg wajib adalah kita beribadah, perkara balasan, itu Allah urusannya.

Dan terima lah, ikhlas lah, dan semoga Anda merasakan apa yg saya rasakan saat ini. Damai.

Ikhlaskan apa yg telah hilang, jalani apa yg ada saat ini, berdoalah yg terbaik untuk masa depan.

Let go of what it was, accept what it is, have faith in what it will be.

Samarinda, 29.12.2014

Nurul Kasyfita

No comments:

Post a Comment