Friday 15 July 2016

DEAR LIFE, TERIMA KASIH...

Dear Life.

Tidak terasa sudah 4 tahun kita bersama dalam episode bernama kesendirian. Entah kenapa malam ini pikiran saya tidak focus untuk nge jurnal dan merasa ada yg harus dikeluarkan melalui tulisan. Mungkin hanya sekedar uneg uneg, mungkin sebagai perayaan bahwa saya survive, selamat dan baik baik saja.

Dear life.
Kau sempat kejam pada saya. Meskipun saya bukan orang jahat, tapi kau memposisikan saya seperti itu. Selama 4 tahun, saya diam. Ibarat ketapel, saya sedang mundur ke belakang. Menghilang, di India. Membangun hidup dari awal lagi. 4 tahun lalu itu, saya “dipaksa” keluar dari zona nyaman saya. Dari seorang yg SOCIALLY APPROVED saya tiba tiba jadi aneh. Saya sendirian, Najwa hilang dan yang tertinggal hanya saya dan kesendirian saya. Meskipun takdir itu tak akan terjadi jika tanpa trigger yang tidak akan saya buka meski sepedih apapun itu yg saya alami. Bagi saya, cukup saya yg tahu bagaimana saya diperlakukan dulu itu. Ah, sudahlah, itu masa lalu.

Dear life.
Saat ini kau seperti sedang berbaik hati padaku. Sesuatu yg agak menakutkan sebenarnya karena aku bukan pribadi yg percaya dengan kebahagiaan. Sejak kau melemparkan ku dalam kesendirian 4 tahun itu, aku belajar bahwa TIDAK ADA LAGI YG BISA DIPERCAYA. Aku timbul tenggelam dalam kerasnya hidup mengombang ambingkan kesendirianku. Dihujat, dtinggalkan, dihina, dianggap bejat, itu sudah biasa. Aku sampai tak bisa merasa pedih lagi saking banyaknya luka di tubuhku. Kenaifan ku berbalas kejahatan. Kebaikanku dianggap kelemahan. Pengertian dan toleransiku dimanfaatkan. Hingga akhirnya aku sadar, tidak suami, tidak sahabat, tidak siapapun di dunia ini, yg foreverly baik dengan kita. Kadang mereka hanya around saat ada perlunya. Dan aku sudah biasa dengan para oportunis itu dan biasanya aku melanjutkan hidupku dan melupakan mereka yg melupakanku. Aku tidak tumbuh menjadi orang jahat, tapi aku juga lebih hati hati dengan perasaanku. Karena terlalu banyak kehilangan, akhirnya aku memilih tidak memiliki lagi. Yg ku miliki hanya semangat, diri ini yg tidak akan bisa diambil oleh siapapun kecuali Allah.

Dear life.
Akhirnya aku belajar kuat dari kekejaman mu. Aku bangkit, aku membangun hidupku kembali meski dengan luka di sekujur tubuhku pasca perpisahan itu. Aku seolah gila, aku terus berlari berusaha menghilangkan luka di tubuhku. Lalu tanpa sadar, aku telah lari jauh sekali, meninggalkan banyak hal di belakang sana. Saat aku melihat diriku 4 tahun lalu itu, aku bahkan tak kenal siapa wanita itu. Ia wanita yg begitu sedih, begitu tertekan, berusaha me toleransi pilihan salahnya dan berusaha hidup dengan laki-laki yang kurang menghargainya. Hidup penuh perjuangan hanya untuk SOCIALLY APPROVED. Saat ini, aku melihat diriku 4 tahun lalu itu, aku hanya berkata “who are you?”.

Dear life.
Meski saat ini kau sedang ramah padaku, aku tak akan lengah lagi. Aku tak percaya siapapun lagi, bahkan ia yg saat ini sedang menyayangiku. Semua harus berdasar hukum, agar aku terlindungi. Selain itu, aku juga harus melengkapi diriku dengan ilmu bela diri sehingga jika ia menggunakan kekuatan laki-laki nya over me, aku tahu cara ampuh mempertahankan diri di dalam rumah tanpa ada saksi. Aku masih tidur dengan tangan terkepal, siap bangun jika ada bahaya tiba tiba menghadangku di kamar  super nyaman ini, meskipun seharusnya aku tak perlu se khawatir itu. Tapi jika kau jilati seluruh lukaku, kau akan tahu betapa perih hidup yg telah ku lewati.

So dear life.
Bahkan saat kau sedang beramah tamah denganku, aku tak kan lengah lagi. Aku tak akan naïf lagi dan jatuh pada kesalahan bodoh, percaya dengan orang lain yg akhirnya end up memanfaatkan kenaifanku. Siapapun itu, aku detach. Aku tak akan pernah meng attach dirku dengan siapapun itu. Yes, I am happy tapi bukan berarti lengah. Aku tetap waspada, in case keadaan berbalik dan bahaya kembali menghadangku. Meski aku hanya seorang wanita sendiri, aku belajar keras mempertahankan diriku.

So dear life.
Terima kasih atas pelajaran itu. Terima ksih telah membuat aku diriku hari ini. Terima kasih atas seluruh luka perpisahan itu, luka ditinggalkan itu, luka dimanfaatkan itu. Saat ini aku bahkan tak perlu lagi menjilati lukaku. Itu tak terasa pedih lagi. Aku sudah biasa dengan pedih itu dan terbiasa menelan semua sendiri. Dan malam ini, untuk pertama kalinya aku menangis di hadapan laki laki. Yang dengan sabar menggenggam tanganku sambil mengucapkan “you are a strong woman”.
Terima kasih atas seluruh kekejaman itu. Berkat luka luka itu, aku jadi diriku hari ini.

2.34 am. Auckland.
16 Juli 2016

-NK-




No comments:

Post a Comment