Haji. Bagi saya ini seperti
ibadah yang sangat tinggi dan hanya orang orang yang benar benar beriman dan
mampu secara fisik dan finansial yang bisa menjalaninya. Terus terang saya
bukan orang yang bermimpi besar akan menjalani perjalanan ini. Satu, dulu saya
sering sakit perut aneh yang membuat saya tidak bisa beraktifitas lancar
seperti orang lain. Jangankan hendak perjalanan jauh, ke Balikpapan saja dulu
saya takut padahal itu Cuma perjalanan 3 jam dari Samarinda. Dua, saya ini
penakut naik pesawat. Kalau ada pesawat yang Cuma sejam atau semenit saya lebih
baik naik itu hehe. Tidak bisa membayangkan duduk berjam jam lamanya di pesawat
menuju ke suatu tempat. Tiga, uangnya darimana. Jangankan memikirkan biaya haji
yang puluhan bahkan ratusan juta itu, bayar kos saja 750 ribu di tahun 2014 itu
saya harus kerja di dua tempat. Empat, ya elah iman saya saja masih on off,
beragama masih koboy, masak mimpi naik haji. Begitulah pikiran saya.
Selain
itu saya kurang support dengan (maaf) kebiasaan orang kita yang mencantumkan
gelar religius ini di depan nama mereka, bahkan sering marah atau tersinggung
jika sudah naik haji terus kita lupa panggil dengan Pak Haji atau Bu Hajjah.
Menurut saya, ini sesuatu yang tak perlu di mention. Yes, I know, melakukannya
memang berat, perlu dana, waktu, tenaga yang tidak sedikit, sehingga harus
dihargai, tapi bukankah sebaiknya cukup orang tahu kita berangkat, share hal
hal yang bermanfaat, then kalau pulang yo wis, perbaiki diri terus. Bukan
terlena dengan gelar itu, seolah olah kita sudah jadi manusia pilihan Tuhan. Saya
memang bukan termasuk manusia yang senang dengan gelar gelar. Menurut saya,
everyone is equal, kita ini MANUSIA, yang membedakan hanya KUALITAS IMAN kita.
Itu saja.
Anyway,
di tengah tidak adanya faktor dukungan untuk berhaji itu, baik segi finansial,
iman, fisik, mental, Allah Takdirkan saat ini saya sedang kuliah PhD di luar
negeri. Yang ajaib, saya malah ketemu jodoh disini dan jodoh saya seorang
muslim kiwi. Kami pun sebenarnya tidak pernah berambisi untuk ke tanah suci, hanya
tahun lalu kami tiba tiba ber nazar akan hal ini. Itu pun karena saat itu saya
sedang menghadapi hal yang rumit di tanah air dan you know, saat kita berada
dalam kesulitan, kita selalu berdoa lebih kencang dari biasanya. Dan keluarlah
kalimat itu “if Allah proceeds our process, let’s do hajj next year”. Padahal harganya
saja belum tahu, kerumitan urusannya juga masih buta, sudah “lancang” ingin
berhaji. Dan tunangan saya waktu itu pun mengiyakan. Dan alhamdulillah, urusan
saya memang BENAR BENAR DILANCARKAN. So, here we are berusaha mewujudkan nazar
kami, dari luar negeri.
Berangkat
haji dari luar negeri itu ada untung ruginya. Untungnya, space terbuka LEBAR.
Apalagi di negara Barat seperti New Zealand ini, sangat sedikit mereka yang
hendak ber haji. Jika pun ada, biasanya sudah cukup berumur dan itu pun bukan orang
NZ asli. Biasanya mereka orang India atau Pakistan yang sudah tinggal lama di
NZ. Sehingga, asal kita hendak ber haji, biasanya bisa berangkat on the year.
Ruginya, karena jarang yang hendak beribadah ini, travel yang mengurusi juga
sedikit, dan menurut saya, service nya kurang kompetitif dengan harga yang
MELAMBUNG (apalagi pakai kurs dollar). Memilih travel yang akan mengurusi
perjalanan ini pun susah susah gampang. Apalagi yang menjalankan bukan orang NZ
asli tapi pendatang seperti India, Srilanka atau Pakistan. Yaaa beda saja sih,sepertinya kalau westerner yang mengurusi akan jauh lebih profesional.
Anyway,
diantara dua agen yang saya temui, satu adalah agen besar bermarkas di
Australia dan NZ (sebutlah agen A), sedangkan yang satu NZ dan Fiji (agen B).
Agen A sudah saya hubungi sejak awal Maret, tapi SLOOOOW banget jawab email.
Jadi keki. Telpon pun kadang tidak diangkat. Mungkin karena base mereka di
Australia. Saya bertanya masalah student visa saya yang masih belum jelas
apakah boleh melamar visa haji lewat NZ. Akhirnyaaaa setelah menunggu lamaaaa,
2 minggu lalu mereka membalas email saya dengan SORRY, WE CAN’T HELP YOU ON
THIS. Mengecewakan, apalagi harga mereka
jauh lebih murah dari travel B.
Long
story short, travel B tiba tiba menghubungi kami malam Jumat minggu lalu. Itu
karena saya pernah menulis expression of interest ke mereka. Dan travel B ini
meyakinkan bahwa VISA SAYA BOLEH MELAMAR HAJI. Saya jelas tidak percaya dong.
Apalagi travel A sudah menyebut mereka sudah dikonfirm oleh konsulat Arab Saudi
di Auckland. Akhirnya, saya sendiri yang telpon ke konsulat Arab Saudi. Dan
akhirnya dikonfirm boleh melamar haji. Lega.
Untuk
service sendiri, travel B yang lebih mahal memang tampak jauh lebih
profesional. Web mereka interaktif, bahkan kita bisa melihat berapa jumlah uang
yang kita bayarkan dan berapa sisanya. Lalu semua jamaah dikumpulkan di FB
page, ada juga WA grup untuk hajj class. Hotel mereka juga di swissotel Makkah
di Makkah tower, di ring terdekat dengan Ka’bah, dan yang di Madinah di
Movenpick, NO AZIZIYAH apartment. Saya juga baru ngeh aziziyah apartment ini
adalah apartemen penduduk Makkah yang bisa disewa selama musim haji (tentu
dengan harga yang lebih murah dari hotel). Resiko di Aziziyah, kita akan sering
packing dan unpacking, yang membuat lelah jamaah. Kalau di hotel, apalagi yang
paling dekat dengan Ka’bah, kelelahan itu bisa dikurangi. Email saya juga
berbalas cepat dengan customer service yang bukan orang India atau Pakistan
sepertinya (namanya Hesham Jones), dan Inggrisnya oke. Selain itu mereka tidak
terbang langsung ke Jeddah tapi berhenti semalam di Kolombo, Srilanka untuk
istirahat di hotel di Srilanka yang juga ditanggung travel. Lalu akan ada kelas
haji (4 kali sebelum berangkat), lunch provided, dengan shekh lulusan Makkah
(katanya). Yang termahal ya hotel itu yang mencapai 41 juta untuk 10 hari di
Mekkah dan 9 hari di Medinah. Itu pun kami tidak bertahan selama itu di
Madinah, hanya 2 hari, kami kembali bertolak ke Auckland (with extra charge
hehe). Dan akhirnya, dengan berbagai pertimbangan, bismillahirrahmaannirrahiim, kami memutuskan melaksanakan
perjalanan ini melalui travel B. Lebih mahal 10 jutaan, tapi lebih terjamin
akan diurusi (sepertinya) hehe.
There
you go. I tell you the story. Perjuangan kami masih jauh untuk trip ini. Meski
sudah di konfirm konsulat, saya masih ketar ketir dengan status student visa
saya melamar haji. Tapi semuanya sudah Digariskan Allah SWT. Kita ini hanya
menjalani saja. Setidaknya satu lagi pengalaman saya bertambah, tahu seluk
beluk bagaimana orang pergi haji dari luar negeri. Doakan perjuangan kami untuk nazar besar ini yah. Amiin. Semoga bermanfaat, amin.
No comments:
Post a Comment