Wednesday 5 September 2018

The Life of Mrs. Church: When You Want Just A Simple Life in Life

Hi there.

It's me again. Kali ini saya ingin menulis tentang hidup dan bagaimana ia telah membawa saya here and there hingga hari ini. Honestly, saya ini bukan orang yang bermimpi tinggi. My dream sejak kecil itu hanya punya rumah di sebuah pertanian lalu hidup dari hasil tani. Unlike other people, saya tidak pernah punya target ingin menikah dengan bankir, manager, dokter atau apapun sophisticated man lainnya. Satu hal yang membuat saya klepek klepek dengan a man hanya: IMAN. Saya mudah sekali jatuh cinta dengan laki laki yang religius. Itu saja.

Di fase pertama hidup saya pun biasa saja. Fase pertama ini ya saat kita memulai kuliah dan menentukan jurusan apa yang akan kita pursue. Yes, saya lulus beasiswa STAN, tapi tidak diambil karena sakit, yes, saya lulus ke Farmasi UNHAS tapi juga saya mundur karena tak kuat dengan kegiatan lab, dan yes, saya berakhir di FKIP-jadi mahasiswa calon guru. Simple, bukan? Saat itu pun saya kira hidup akan sederhana saja, saya akan menikah dengan seorang guru pesantren, punya anak, punya rumah dan hidup cukup. That's it.

But, lagi lagi hidup buat saya ternyata tak se simple itu. Saya memang menikah, punya anak, lalu salah jahit pasca melahirkan hingga bertahun tahun lamanya-bahkan hingga hari ini perut saya masih ON and OFF karena hal itu. Lalu setelah semua hal itu, saya TERPISAH dengan anak saya. Opsinya jelas dari laki laki itu: hidup bersamanya maka akan dapat anak OR berpisah dan terpisah dengan anak. I really can't live with him anymore, sehingga meski banyak sekali yang telah direnggutnya dari saya sebagai balasan karena saya tak menuruti tawarannya, I choose to go.

Selesai? No! Ternyata kerumitan hidup itu baru saja dimulai. Saya dapat beasiswa ke India, lalu pergi selama 2 tahun. Saya menghilang dari kota dan negara kelahiran saya sendiri-menyepi, sambil menyelsaikan master kedua saya di India. 2014-saya pulang-tanpa harta-dan berakhir menjadi anak kos. Anak kos yang tiap malam tidur dengan pisau di bawah bantal saya karena pintu kamar kos yang mudah sekali di dobrak orang dan saya harus bersiap siap jika ada bahaya.

Aaaand, saya lulus another beasiswa ke New Zealand. Beasiswa doktoral kali ini. Gelar saya dari India membuka jalan masuk ke Universitas nomer satu di negara ini-The University of Auckland. Saya pikir hidup akan "lempeng" dari sini-saya akan sekolah, kuliah hingga selesai. But NOPE, saya malah kena depresi akibat experimen saya yang gagal di lab dan PhD saya yang terancam karam. Saya pikir saat itu, yo wis lah, paling saya pulang, bekerja lagi di Indonesia. Tapi ternyata TIDAK! Saya Ditakdirkan Allah berhasil memindahkan PhD saya ke education-sponsor beasiswa setuju, pihak universitas setuju dan just on my day 1 pindah ke education-I GOT A JOB! Bukan job yang muluk muluk-seperti saya bilang, saya ini orangnya sederhana dan tidak ingin gaya gayaan. Apa yang bisa menghasilkan uang halal, itu yang saya kerjakan. Job pertama saya hanya jadi tukang ketik meeting dekan, dibayar 25$ per jam-itu saja, itu pun hanya 2 hari setelah itu DONE. But, berkat pekerjaan itu saya jadi dikenal manajer saya yang sekarang-yang memberi saya kontrak panjang dari universitas nomer satu di negara ini. Pekerjaannya juga bukan yang muluk muluk-cuma jadi timetabler di universitas ini. Mengurusi jadwal, mengatur ruangan dan waktu mengajar dosen, itu saja. Dosen kok jadi timetabler? Halah buat saya mah yang penting HALAL-tidak korup, tidak mencuri uang orang, itu saja.

Looks like a simple life from that point. Hehe, NO! Three weeks setelah saya landing di NZ, saya dikejar kejar oleh seorang bule NZ. Ia yang mengaku muslim meski dengan nama belakang CHURCH. Tapi alamak, bagaimana pula saya bisa menikah, surat cerai saya saja belum selesai dari tanah air, meski saya sudah 5 tahun berpisah dengan mantan saya. Maklum, mana ada anak kos punya uang dan tenaga mengurusi surat itu. Awal tahun 2012, saya sebenarnya sudah mengurus hal itu tapi digagalkan pengadilan karena saya dianggap tak bisa menghadiri sidang (wong saya di India, dengan duit pas pasan bagaimana mau menghadiri sidang di Indonesia?). Saya sebenarnya sangat tersanjung dengan perhatian bule ini-ia pantang menyerah dan selalu berusaha memenangkan hati saya. Kombinasi religius dan romantis-hal yang sangat saya dambakan dari seorang laki laki. Tapi apa daya, mana bisa menikah dengan lelaki baru tanpa surat cerai yang jelas, iya kan? Mau pulang mengurus, proposal saya juga belum tuntas di education sehingga harus selesai dulu baru bisa pulang.

Finally, akhir 2017 saya bisa pulang ke tanah air, bayar pengacara dan surat itu resmi di tangan saya awal 2018 alhamdulillah! Terasa terlahir sebagai pribadi baru saat itu. Daan Maret 2018 kami pun menikah di NZ. Dan karena meski saya hanya ingin a simple life, life is never simple buat saya. Saya menikah dengan dua hukum: Islam dan Internasional. Setelah lamaaa tak punya surat nikah atau surat cerai (manusia tanpa status saya bilang hehe), akhirnya saya punya dua surat nikah sekaligus-dari muslim community dan dari Internal Affair NZ-semacam capil kalau di Indonesia.

Looks  like hidup mulai simple! Sudah menikah kan, sudah punya surat yang kuat, so apa lagi coba? Heheh again, NO! Setelah seluruh hiruk pikuk menikah itu, kami malah daftar haji dari luar negeri. Saya mulai pusing lagi, apakah saya yg dengan student visa ini bisa diluluskan visa haji nya. Jujur untuk yg ini, saya tidak menyangka saya, wanita koboy beragama ini akan mampu melakukannya. Mampu secara finansial, secara physical-karena saya tahu, ini ibadah tidak mudah. Tapi Allah Takdirkan saya mampu-visa lulus dan saya pun berangkat dengan rombongan dari luar negeri. Dan tidak sendiri, tapi bersama suami bule saya! I do feel ya Allah, ini kisah hidup ajaib banget yak. Rasanya tak percaya saya akan melakukan ibadah paling akhir dari rukun islam ini dari luar negeri. As I said, saya ini cuma a simple woman dan just want a simple life. Tapi sepertinya Allah Takdirkan ada banyak kejutan dalam hidup sederhana saya ini. Kami menunaikan ibadah haji bersama rombongan dari NZ dan Fiji. Tak terbayangkan betapa emosionalnya saya saat melihat Ka'bah pertama kali-kombinasi dari rasa tak percaya tentu saja-(well, anak kos naik haji? Mimpi kali ye) dan rasa takjub Allah Izinkan semua ini terjadi justru bukan dari negara dimana saya terlahir. Plus, saya yang sejak perpisahan itu mengira saya akan sendiri saja dalam hidup ini-tak pernah menyangka saya akan berangkat haji dengan seorang kiwi NZ-yang berstatus suami! Isn't life is just bizzare but amazing at the same time?

Now, 5 hari setelah saya tiba di NZ, you think life is simple from now, right? Sudah selesai ibadah haji, sudah menikah, pekerjaan juga baik baik saja, supervisor ok, apa lagi coba? Hehe, nope, sekarang saya pusing memikirkan visa student saya yang akan expire tahun depan dan harus di re new 6 months from now. Ya udah, re new aja kan? Simple. Hehehe I wish it could be that simple. Saat ini saya hendak mengurus visa residency based on partnership karena saya menikah dengan seorang kiwi. But, lagi lagi visa itu tak semudah ucapannya-saya harus menyediakan 2 SKCK-dari kepolisian RI dan dari India-karena saya pernah tinggal di India dalam kurun waktu 10 tahun terakhir selama 2 tahun. Itu saja pusing kepala saya gimana ngurusnya hehe. You must be thinking "yo wes, diurus aja, toh cuma SKCK toh". Yup, correct, ini cuma SKCK. Theen yang saya pusingkan adalah saya tidak akan langsung dapat permanent residency tapi baru bisa residenscy saja-yang seperti visa yang lain ada tanggal expirenya. Saya baru bisa dapat visa permanent residency yang tidak ada expire expire date an kalau sudah berdiam selama 2 tahun di NZ-menunjukkan komitmen to stay in NZ hehe. Padahal, saya ini terikat dengan negara RI kita yang tercinta. Saya ini PNS dan beasiswa pun dari Indonesia. Saya harus pulang setelah PhD ini untuk mengabdi ke negara. Yaa kalau pulang kan tuh visa residency bisa expire dong hahaha. Nah, disitu saya pusingnya. Hidup saya ini entah mau bagaimana akhirnya. Saya menikah dengan seorang warga negara NZ, saya bahagia disini, tapi saya bangun rumah di Indonesia, pekerjaan saya di Indonesia, bule ini pun akan ikut dengan saya ke Indonesia, tapi kami berniat menghabiskan masa tua di NZ. Pusing toh? Ini hidup akhirnya hendak dimanaaaaa. Sementara kawan kawan saya di usia 38 tahun mungkin sudah settle down, sudah punya aset dimana mana, sudah jelas tempat tinggalnya dimana-saya masih luntang lantung di luar negeri dan belum tahu akan tinggal dimana. Masih mahasiswa, masih berjuang sekolah plus bekerja.

Anyway, that is life. Itulah hidup. Bagaimana pun rumitnya, tetap harus dijalani dan diusahakan dengan sebaik baik ikhtiar. Plus diiringi dengan sabar, syukur dan selalu tawakkal akan kebaikan takdir-Nya.

Sekali lagi, saya ini bukan wanita yang aiming high. Tapi Allah Takdirkan saya menulis ini dari luar negeri, saya menikah dengan bule luar negeri, saya bekerja di luar negeri, ber haji dengan grup dari luar negeri dan mungkin akan pindah dan jadi warga negara negeri ini. Wallahu alam. Hidup ternyata tak pernah simple untuk saya. Dan sepertinya Anda akan terus membaca episode demi episode dari wanita yang tak pernah aiming high dalam hidupnya-seorang wanita yang mengira hidupnya akan sederhana-tapi ternyata itu tak se sederhana yang dibayangkannya. Seorang wanita muslim asal Samarinda. Ia yang kini menambah nama belakangnya menjadi Nurul Kasyfita Church.



Auckland, 6 September 2018,

-Mrs. Church-

No comments:

Post a Comment