Thursday 2 January 2014

India: Eat. Pray. Live.

Hey! Thank uu masih berkenan membaca tulisan saya. Seorang wanita yg terdampar di tanah Hindustan. Acha acha!

Ini sih terinspirasi dari teman chat saya yang ada di Koppa sana, (u know who u are, dear...). Di sela sela chat kami krn sana sama sekolah di India, yah, dia nyeletuk, kok jalan hidup mbak mirip film eat, pray, love yah? Bagi yg belum ngeh, film eat, pray, love diperankan oleh Julia Robert bersetting di tiga negara, Italia, India dan Indonesia. Julia Robert memerankan seorang wanita yg mencari kedamaian melalui perjalanan di tiga negara pasca perceraiannya. Di Italia, ia makan sepuasnya tanpa berpikir berat badan meningkat. Di India, ia hidup mendalami meditasi untuk kebahagiaan mentalnya. Dan di Indonesia, tepatnya di Bali, ia menemukan cintanya.

Si teman chat yg sdh terasa seperti saudara saya ini, membandingkan kisah hidup saya dengan film tersebut. Sampai sampai, ia berandai andai semoga doktoral saya bisa ke Italia, jadi persis seperti film itu meskipun saya tidak berasal dari Bali. Hehe, lucu juga...

Well, tapi saya mengakui analoginya benar. Saya memang berangkat ke India di tengah badai perceraian dan terenggutnya Najwa dari saya. Istilahnya keberangkatan saya ke India 1,5 tahun lalu itu saya sebut sebagai proyek "membawa hati yang luka". Lha daripada cuma dapat gelar janda, mending dapat gelar M.Sc Chemistry juga toh? Itu kelakar teman saya yg berdomisili di US.

Harus saya akui, banyak sekali transformasi saya setelah saya sekolah di India. Selain ilmu yg banyak sekali bertambah, disini juga tempat saya menyembuhkan diri. Saya berangkat ke India dengan luka, harga diri yg terkoyak kotak, hujatan, hinaan dan kecaman yg terus berdatangan pada saya. Tidak ada seorang pun yg perduli bagaimana perasaan saya kehilangan anak pasca bercerai. Banyak pihak dengan mudah menghakimi saya sebagai ibu yg gila karier hingga rela menuntut ilmu dan meninggalkan anaknya. Tentu, itu tidak benar. Saya tidak akan memutuskan berangkat ke India jika saja saya masih memiliki akses meraih Najwa. Hal yg tidak diketahui banyak pihak shg dengan mudah melontarkan kecaman, hinaan ataupun hujatan pada saya. 1.5 tahun lalu saya memilih diam dengan semua itu. Toh jika pun saya membela diri, tidak akan merubah keadaan. Saya sangat tahu keberangkatan ke India adalah keputusan terbaik diantara yg terburuk. Ketimbang saya terpuruk di kamar kos, tak punya akses lagi dengan anak, menyandang status janda, bukankah lebih baik saya sekolah? Tapi sekali lagi saya tidak menggunakan media ini untuk membela diri. Mungkin ini baru pertama kali saya sedikit bercerita di balik badai perceraian saya.

Sebenarnya dulu saya adalah pribadi penakut. Bahkan saya tidak berani naik pesawat. India yg membuat saya berani terbang hingga tujuh jam lamanya. India telah merubah saya menjadi pribadi yang kuat, tegar, pintar bernegosiasi, pantang menyerah dan percaya diri. Disini saya belajar survive seorang diri. Di India lah, saya memulai pertapaan saya. Ya pertapaan secara ilmu kimia dan juga secara mental. Saat saya memutuskan berangkat 1.5 thn yg lalu, saya memacu diri saya bahwa saat dua tahun beasiswa ini selesai, saya harus pulang dalam keadaan yg jauh lebih baik. Saya harus bertransformasi di India. India harus jadi kepompong saya. Saya yang dulunya ulat penakut harus bisa menjadi kupu kupu yg bisa terbang bebas mencapai cita cita saya. Boleh jadi dua tahun lalu saya hanya perempuan penakut yg naik pesawat saja tidak berani. Atau perempuan yg menangis di kaki mantan suaminya. Maybe i was her. Namun saya berjanji, saya harus pulang dalam keadaan yg lebih baik. Saya harus kuat memghadapi persidangan, kuat menopang hidup saya, kuat dicemooh dan dihujani kecaman, saya harus tegar. Dan di India saya bertapa untuk itu.

Apa saja ketakutan saya yang telah sembuh di India?

One, EAT. Sejak mengalami gangguan syaraf pasca melahirkan di tahun 2006, saya takut makan. Makan, saudara saudara. Kesalahan jahit tersebut mengakibatkan perut saya mudah terserang diare. Alhasil sejak 2006 saya tidak makan buah dan sayur lagi. Saya takut makan.
Tiba tiba saya harus terbang ke negara yg makanannya sangat dimusuhi oleh perut saya. Berlemak dan spicy. Di India saya melawan ketakutan pertama ini. Dan saya berhasil! Saya mulai makan semangka, pepaya, berbagai sayur, dan kondisi pencernaan saya sangat membaik disini! Saya sembuh. Lebih segar, lebih sehat! India membuat saya makan, melawan ketakutan saya, melawan kesedihan saya kehilangan anak. Dalam kesendirian saya, India menyembuhkan saya dengan caranya sendiri! Anda tidak tahu air mata saya berlinang saat pertama kali saya mencicipi kembali pepaya setelah bertahun tahun tidak memakan buah tersebut! Itu adalah kenikmatan tiada tara!

Two, PRAY. Jujur sejak perceraian dan badai kehidupan itu menghantam saya, saya sempat marah dengan Tuhan. Saat awal saya tiba di India, saya merasa doa saya hampa. Namun, saya tetap menjalankan ibadah seperti biasa namun itu benar benar tak bernyawa. Saya marah kenapa Tuhan mencoba sebegitunya? Waktu itu sempat saya berpikir Allah sangat senang menimpakan saya kesulitan hidup meskipun saya terus beribadah. Saya kesal, saya marah. Doa saya kosong, membentur dinding, lost contact dengan Pencipta. Namun yg patut saya syukuri, saya adalah pribadi disiplin jdi meskipun saya melakukan sesuatu setengah hati saya akan tetap melakukannya sekedar menggugurkan kewajiban. Saya percaya saat itu saya tengah mencari tangan Allah kembali di tengah amarah saya. Saya timbul tenggelam di tengah pecahnya bahtera rumah tangga saya. Di tengah kesendirian saya. Perlu satu tahun untuk terapung timbul tenggelam itu untuk saya. Akhirnya saya menemukan kembali tangan Allah. Buhul kuat tempat saya bergantung. Bersimpuh saya menangis, meratap, memohon pertolongan Nya. Saat itulah saya sadar betapa tak berdayanya saya. Wong saya cuma makhluk. Yang menciptakan Allah, ya sesuka suka Allah saya mau diberi jalan hidup seperti apa. Yg jelas, Ia, tak akan menzalimi saya.
Setelah itu, saya merasa hubungan vertikal saya kembali. Saya merasakan doa saya tak lagi kosong. Saya kembali menemukan Allah! Dan itu juga terjadi di tengah kesendirian hidup saya di India. Saya menemukan kembali komunikasi dengan Nya. Hidup terasa lebih teratur dan optimis dengan keyakinan Ia akan selalu ada untuk saya. Allah lah sebaik baik penolong. Dan dengan Nya lah segala urusan dimudahkan. So, kenapa harus takut, jika saya tetap mengandalkan Dia, yg Maha Memiliki segalanya? Disini, saya juga sembuh. India membantu saya sembuh dari kesintingan saya. India makes me to pray!

Three, LIVE! Bukan love seperti film Julia Robert, saya mengganti huruf O dengan I. Semata mata karena harapan untuk menemukan cinta itu hanpir tak ada di hati saya. Saya lebih memilih untuk tetap hidup. Di India saya melawan ketakutan saya untuk tetap hidup! Dan setelah saya bertapa disini, I am ALIVE! Saya yang dulu penakut menjadi pemberani bahkan bertahan dari laki laki iseng disini. Saya yang pesimis kembali menemukan optimisme dalam hidup. Saya yang dulu tak berani negosiasi, sekarang sering mendapatkan apa yg saya perlukan dengan kekuatan negosiasi! Anda mungkin sudah tahu jadwal ujian akhir saya yg dengan sukses berhasil saya geser hingga 1 Januari lalu? Itu bukan satu satunya negosiasi saya di India. Saat saya ditangkap polisi karena tdk pake helm, atau motor diangkut krn salah parkir, negosiasi saya juga berjalan baik. Jika orang asing lain mesti membayar hingga ribuan rupee, denda saya hanya 200 rupee. Hehehe. Selain itu, hanya di departemen Kimia, saya memiliki ruang khusus untuk shalat. Itu hasil negosiasi dengan chairman kimia hingga saya bisa dengan mudah shalat lima waktu disini. Saya belajar bahwa segala sesuatu jika kita gigih dan benar, kita akan dapatkan.
Selain itu, saya juga melawan ketakutan saya hidup sendiri. Wajar lah kiranya seorang perempuan merasa bingung, gundah, saat tiba tiba hidupnya diguncang perpisahan. Satu yg saya takutkan, jika saya tak bisa menopang hidup sendiri karena saya benar benar tak mau merepotkan kedua orang tua saya. Saat saya pertama kali tidur di kamar kost saya sebelum berangkat ke India, saya terisak, takut jika saya tak punya penghasilan hidup. Namun, hampir dua tahun disini, saya melihat rejeki saya selalu dicukupkan. Saya tak akan pernah kelaparan. Ulat yg tidak sekolah saja bisa makan setiap harinya, tentu saya yang memiliki sedikit ilmu harus tetap bertahan hidup! Saya menemukan diri saya kembali di India. Perlahan saya menghidupkan kembali cita cita sekolah ke luar negeri yg sempat terkubur hidup hidup pasca menikah dan sakit pasca melahirkan. Dan saya hidup! Saya kembali hidup! Saya sudah jauh lebih berani. Saya bukan lagi wanita yg terisak, berdiam diri, meskipun disakiti. Saya telah bertapa dalam kepompong bernama India selama dua tahun ini. Saya akan kembali menghadapi semuanya dengan pribadi yg lebih baik, lebih segar, lebih hidup! Saya bukan lagi ulat, saya adalah kupu kupu yg siap terbang meraih cita cita tertunda saya! Ia boleh saja menyakiti saya dengan merenggut anak saya. Tapi saya tidak akan membalas itu. Saya akan fokus melakukan hal yg saya anggap saya cukup bagus dalam hal itu. Dan karena saya seorang pembelajar, apa yg lebih baik dari sekolah bagi saya?

Ok, sebelum saya pulang ke Indonesia saya akan melengkapi terapi saya satu lagi. Saya berencana melompat dari puncak gedung atau pun jembatan di Malaysia. Bukan, bukan bunuh diri hehehe. Atau jika itu tak tercapai, saya ingin naik roller coaster, melawan ketakutan saya pada naik turunnya hidup. Saya hanya ingin melawan ketakutan saya yg terakhir. Saya harus melawan semua itu untuk siap menghadapi semuanya saat saya pulang nanti. Bukankah sudah saya bilang, perang sesungguhnya itu dimulai Agustus 2014? Dan untuk masa sulit itu, saya harus benar benar sembuh. Hidup dan sembuh!

Perang itu akan dimulai Agustus 2014. Perang melawan lelaki itu. Dan saya harus bertahan hidup. Saya tidak akan membalas, apapun yg dilakukannya pada saya, namun saya tidak akan hancur dengan serangannya. Dan untuk itu saya harus kuat, fearless. Saya harus melawan berbagai ketakutan dalam diri saya. Saya harus berubah bak xena the warrior, hehehe. Saya masih setengah ulat saat ini. Dan saya akan keluar dari kepompong India ini menjadi kupu kupu yg siap menyongsong cita cita saya.

Bagi Anda yg sedang terpuruk dengan kenyataam hidup, wajar jika Anda lari terbirit birit dari kenyataan. Everybody needs a little time. Tapi kembali lah. Bangkit lah. Hidup dan sembuh! Karena itu mungkin. Jadikan kesulitan sebagai semir sepatu yg akan menggosok kita, menggilas, namun noda hitam kita akan hilang dan akhirnya kita yg tadinya digerus yg bersinar, berkilau, menawan. Gorgeous!

INDIA: EAT, PRAY,  LIVE!

Mysore, 2 Januari 2014

No comments:

Post a Comment