Friday 18 July 2014

Mengasah Khusnudzon (the last 15mins togetherness)

Hello reader.

Ini tulisan saya lagi. Kali ini saya memposting tulisan di sebuah kamar kost di kota kelahiran saya, Samarinda. Kebetulan saya belum punya tv, sehingga hanya tab ini teman pelipur lara. Hehe.

Khusnudzon, wuih berat sepertinya nih tema tulisan saya kali ini. Tidak, sungguh, saya tidak akan membahas sedalam itu. Saya hanya manusia awam yg baru mampu melaksanakan empat dari lima rukun islam. Jadi tulisan ini hanya tulisan seorang muslim koboy yg mencoba menafsirkan hidup.

Khusnudzon berarti berbaik sangka. Saya tidak sedang membicarakan pencapresan atau apapun yg berkaitan dg politik, karena sungguh, saya tdk tertarik dg itu. Dalam hal ini, saya berbicara tentang sangkaan hamba pada pencipta Nya. Jika hidup kita mudah, lempeng, semua yg kita inginkan tercapai, bahkan melebihi apa yg direncanakan, tentu dengan mudah kita jumawa. Dengan mudah kita menganggap diri kita benar, ibadah sdh on track, dan betapa Allah Menyayangi kita. Namun, khusnudzon justru diuji saat kita terpuruk, saat seolah olah takdir baik itu memusuhi kita, saat seolah olah no matter berapa banyak ibadah yg kita lakukan, Allah seperti tidak perduli dengan doa kita. Allah seperti menimpakan semua kesulitan di seluruh dunia pada satu hamba, kita.

Entah itu persoalan jodoh, misalnya. Kita telah berusaha semaksimal mungkin, berdoa, tahajjud, sedekah, memperbaiki diri, tapi tetap saja yg datang msh belum THE RIGHT ONE. Atau Anda yg ingin sekali punya anak, namun belum dianugerahi Allah, tentu Anda merasa, "hey, bukankah Engkau Maha Kuasa ya Allah? Apa susahnya memberi saya anak seperti yg Kau lakukan pada mereka yg lain?". Mudah bukan meragukan Nya, menyalahkan, bahkan merasa Ia tak adil pada Anda.

Syukur dan khusnudzon itu berkaitan menurut saya. Adalah mudah jika hidup sesuai yg Anda inginkan, untuk bersyukur. Namun level ikhlas dan khusnudzon plus syukur itu akan diuji saat kita dibenamkan dalam kesulitan. Mampukah Anda tetap bersyukur saat perut lapar, namun Allah memutuskan Anda hanya diberi remah roti? Mampukah Anda tetal bersangka baik pada keputusan Nya? Saat itulah, pelajaran tentang khusnudzon dimulai. Bukankah jika orang benar diganjar dengan hidup yg nyaman, Nabi Muhammad SAW tidak perlu tidur beralas tikar? Mestinya Firaun yg seperti itu bukan? Tapi itulah bedanya pribadi yg khusnudzon dan yg kufur.

Tentu saya tidak menyalahkan siapa pun Anda yg hidupnya baik baik saja. Pun, saya tidak iri dengan apapun yg Anda miliki. Saya yakin, Allah menempatkan kita masing masing pada kesempurnaan takdir. Mungkin jika saya ditempatkan bergelimang harta seperti Anda, saya akan kufur. Jadi Anda yg saat ini sangat berkecukupan, tentu dipandang Allah SWT mampu menerima anugerah itu.

Seperti Anda tahu, saat ini saya sedang sedih. Dan saat hati saya seperti saat ini, saya memilih menyendiri. Saya tdk ingin dilihat oleh siapapun yg mengenal saya sbg pribadi kuat. Bukan karena saya jaim, bukan, saya hanya tdk suka merepotkan Anda dengan cucuran air mata saya. Bahkan jika pun tulisan ini mengganggu akhir pekan Anda, saya banyak banyak mohon maaf. Hanya ini media yg bisa saya tuangkan utk sekedar mengurangi beban saya.

Saya rindu sekali dengan Najwa. Terakhir kmrn kami bertemu dan saya merasakan betapa ia juga rindu saya. Dua thn sdh kami ditakdirkan terpisah. Saya sendiri di kamar kos tanpa sedikit pun akses bersamanya. Setiap barang yg saya beri dibuang, bahkan sedikit uang yg saya miliki pun tak sudi dipakai utk anak saya.

Tentu saya bisa saja menggugat Allah dan takdir Nya. Saya bisa saja berkata "wahai Allah, bukankah saya telah ikhlas akan ketentuan Mu. Bukankah saya telah banyak bersabar dengan hidup ini? Tidak adakah sedikit ganjaran untuk kesabaran saya? Sampai level berapa kah Kau menginginkan saya bersabar?" bisa saja saya berucap seperti itu. Tapi, akankah khusnudzon saya tetap ada? Apa saya tetap berprasangka baik pada Nya dengan segala gugatan itu? Tentu, saya terus  berdoa agar Ia yg Maha Menguasai hati mendinginkan hati siapapun yg sedang marah. Menyentuh hatinya dengan kasih, hingga bisa melihat Najwa juga perlu ibunya. Dan bagaimanapun ia membuang segala yg saya beri, darah saya tetap mengalir di dalam tubuh Najwa.

Saya perlu tersenyum saat ini. Saya benar benar remuk, melihat uang yg saya siapkan tdk berani diterima okeh anak saya sendiri. Dan betapa tidak berdayanya saya di negara saya sendiri. Betapa di India saya bisa memperjuangkan hak saya dimana pun itu dan selalu ada jalan keluar. Dan betapa buntu nya saya di negara saya sendiri. Tidak ada jalan tengah sepertinya. Dan saya tidak punya kekuatan utk sekedar memperjuangkan hak saya untuk anak saya. Itu sungguh menyesakkan.

Dan dari beberapa pilihan yg ada, entah itu marah dengan Allah, menggugat Nya, bersangka buruk pada Nya, saya memilih untuk tetap bersangka baik. Saya menyendiri, di sebuah kamar kost, merindukan anak saya. Saya tahu saya tidak punya energi untuk merayakan idul fitri. Saya hanya ingin tidur pada hari itu, karena hanya pada saat tidur, mimpi akan segala hal yg tdk pernah menjadi nyata, mampu sedikit menghibur saya.

Dan Anda tahu apa yg menghibur saya pagi ini? Setelah shalat dhuha, saya berdoa pada Nya. Beri saya sedikit alasan utk tersenyum. Tunjukkan pada saya bahwa Engkau menyayangi saya. Bantu saya utk tetap khusnudzon. Dan Ia menjawab itu. Saya membuka pintu kost saya, dan melihat seekor anak kucing yg menyusu pada induknya. Saya tidak cemburu dengan kebersamaan mereka, alhamdulillah, hati saya sangat jauh dari kegelapan iri dan cemburu. Saya justru tersenyum. Indah, meluhat bagaimana binatang bisa begitu dekat dengan anaknya, meskipun saya pun merindukan anak saya. Dan demi pemandangan itu, saya menatap langit dan berucap, alhamdulillah.

Saat ini hati saya mulai lapang. Saya tahu dimana Najwa berada. Tapi untuk pergi kesana, saya tahu tidak akan membawa manfaat. Yg ada Najwa yg akan menangis, bingung berada di antara dua kutub yg memperebutkan dirinya. Dan saya pun meneruskan tadarrus saya. Allah tentu punya maksud akan kisah ini. Dan itu pasti yg terbaik. Jika pun akhirnya saya mati konyol dalam kerinduan ini, maka saya hanya berharap kisah saya menjadi bagian pelajaran terus bersangka baik pada ketentuan Nya. Semoga segala keikhlasan ini menjadi jalan pembuka saya bersama Najwa di akhirat. Karena hidup toh cuma sebentar. Dan saya yakin, kesabaran ini tidak sia sia. Allah menyayangi saya. Sangat menyayangi saya hingga saya diberikan pelajaran betapa berharganya kebersamaan dengan anak.

Dear Allah, trmksh atas pemandangan indah pagi ini. Terima kasih, saya bisa tersenyum dan bersyukur akan takdir Mu. Peliharakan anak saya Najwa, dimanapun ia saat ini. Dinginkanlah hati siapa pun yg sedang marah. Selimuti siapapun yg benci dengan cinta kasih. Saya hampir khatam yg kedua kali Ramadhan ini, trmksh atas kesempatan ini. Dan Engkau Maha Kaya, ibadah saya bukanlah untuk. Mu, Kau tidak perlu itu. Maka apapun yg Kau gariskan untuk saya, terima kasih utk itu. Saya ikhlas, dan yakin itu yg terbaik dari Mu.

Meskipun 15 menit itu singkat sekali, saya rela berdiri berjam jam didepan kelasnya menunggu ia selesai belajar. Dan meski kmrn adalah 15 menit terberat yg kami alami, saya bersyukur masih memiliki momen bersama anak saya. Perih, tentu, uang yg saya siapkan tdk berani diambilnya. Ah, hidup, ramahlah pada kami. Sesak, itu juga yg saya rasakan. Ketidakberdayaan itu menyesakkan saya. Namun, hari ini Allah memberi saya alasan utk tersenyum tegar kembali. Alhamdulillah.

Terima kasih ya Rabb. Tiga hari kami bersama. Dan akan berjumpa lagi 6 Agustus.

Cukup, selalu merasa cukup, syukur selalu, khusnudzon pada Mu. Amin.

Samarinda, 19.07.2014

Nurul Kasyfita

No comments:

Post a Comment