Wednesday 12 August 2015

My PhD journey: IT HAPPENS FOR A REASON, part 5, THE INTERVIEW

Hello Readers.

Hari ini agak santai nih saya karena dua kelas yg saya ajar di kursus lagi tes, jadi lah saya nganggur sambil menunggu mereka mengerjakan soal hehe. Episode ini adalah episode yg agak mengharu biru readers karena berisi tentang pengalaman saya menghadiri interview. Mungkin bagi sebagian yg selalu mengikuti status saya di fb, tentu paham bahwa saya sedang mengikuti interview saat itu. Dan tentu saja, saat itu live reportnya lebih LIVE hehe.

Seperti halnya sebuah posisi di pekerjaan, Anda harus menghadiri interview sebelum dinyatakan diterima bergabung dalam sebuah organisasi. Begitu pula dengan sponsor beasiswa, mereka halnya para CEO atau bos di perusahaan yg akan memberi Anda uang saku selama Anda study, atau bisa dikatakan sebagai GAJI. So, Anda harus memantaskan diri untuk mereka. Anda harus mampu menunjukkan pada pihak sponsor bahwa Anda pantas untuk dipilih. Jual diri dalam konotasi baik, adalah halal di ajang ini, menurut saya. Tentu jual diri dengan percaya diri lho, bukan AROGAN. Saat Anda percaya diri, menurut saya, Anda aware dengan kekuatan dan kelemahan diri Anda namun Anda juga tidak meremehkan kekuatan orang lain. Namum pada saat Anda arogan, maka biasanya Anda akan terlalu jumawa dan cenderung tidak waspada dengan kelemahan Anda dan tidak aware dengan kekuatan orang lain. Percaya diri akan mengangkat diri Anda, sedangkan arogan akan menjatuhkan Anda. Trust me!

Ok, lets continue the story, then.

Masih Mei 2015. Sambil mempersiapkan interview, saya terus bekerja siang malam mempersiapkan uang tiket, hotel dan seluruh keperluan lainnya untuk ke Surabaya. Untul riset, saya membuatnya dalam papan gabus yang ringan dimana saya menggambarkan rute sintesis yg biasa dilakukan dan saya membuat lubang kecil tempat saya sisipkan IDE BARU SAYA untuk membuat jalur sintesis lebih singkat, murah, ramah lingkungan dan berkesinambungan. Penelitian saya adalah organik sintesis, prof dan saya telah berhasil menggabungkan ide kami sebelum panggilan interview datang dn basically, the research is ready. Saya tahu bahwa di interview kita jarang diperbolehkan membawa alat elektronik semacam laptop, jadi saya membuat papan gabus warna warni untuk menjual ide saya pada sponsor, LPDP. Prinsip saya, saya harus tampil beda, saya harus membuat mereka ingat pada saya, dan mereka harus menerima saya.

Saya bekerja jauh lebih keras untuk membayar semua keperluan tiket, hotel dan tetap membiayai hidup saya dan memberi orang tua saya. Saya dapat tawaran mengajar privat di restoran dan di shipping company. Meskipun kelasnya jauh dan saya harus mengurangi jam tidur saya, bangun pagi pagi naik motor ke Samarinda seberang sebelum jam 8 pagi, saya tetao laksanakan dengan penuh semangat. Malam setelah jam 9, saya berlatih interview di kamar, berusaha menjawab the possible questions.

Seperti saya bilang, interview adalah saatnya untuk jual diri dengan percaya diri, bukan dengan arogansi. Sebagai seorang dewasa saya sangat mengenal kekuatan dan kelemahan diri saya. Secara akademik, saya sangat bisa menjual diri. Penelitian saya sangat MENJUAL, status uni of Auckland yg masuk ranking 100 besar dunia, pekerjaan kedosenan saya, asal provinsi, nilai TOEFL yang cukup, usia saya yg matang, serta my survival skill untuk hidup di negara seperti India, adalah beberapa hal yg cukup menjual di mata sponsor. Namun, saya juga punya latar belakamg hidup yg tdk seperti orang kebanyakan. Saya sendirian, dengan metode dan kisah yg cukup tidak biasa. Terus terang, saya sangat gentar dengan pertanyaan yg menyentuh ranah pribadi ini, meskipun tentu banyak yg bisa memisahkan antara ranah akademik saya dan ranah pribadi saya, namun, yah, u will never know what those interviewer gonna ask you.

Setelah saya dinyatakan dipanggil, saya pun mengabari si prof. Jika sebelumnya kami hanya berkomunikasi sekitar dua minggu sekali pada saat saya interview, beliau selalu stand by untuk email saya. Saat saya mengabarkan panggilan interview, beliau menyahut email saya dengan kalimat yg sangat menyenangkan
"congratulation, it is excellent news. Tell me if i could do any help".
Sementara saya juga minta doa dari prof saya yg di India, terutama beliau beliau yg merekomendasi saya ke Auckland. Umumnya semua mengucapkan hal yang sama, ALL THE BEST WISHES.

Saya tidak langsung membalas email si prof, karena masih terus mempersiapkan diri dan tanggal interview juga masih jauh yaitu tanggal 30 Mei. Sementara itu, Allah yg. Maha Mencukupi, memberikan rejeki yg tidak disangka sangka. Manajer restoran yg saya ajar memberikan bantun, pun owner shipping company, jadi lumayan uang tiket saya jadi tertolong :-). Selain itu, di EF saya bertemu pak Robert, owner dua perusahaan batubara yang memberikan saya tips dan trik bagaimana memenangkan suatu interview hehehe. Seperti spons, saya serap ilmu beliau.

Tibalah saat saya terbang ke Surabaya. Saat itu, saya sudah niatkan saya akan intens berkomunikasi melalui email dengan si prof karena saya tidak punya pekerjaa  lagi kecuali mempersiapkan diri untuk LPDP. Saat inilah komunikasi kami sangat intens sehingga saya seolah olah sedang berbicara langsung dengan beliau. Tidak sampai lima menit, balasan beliau selalu datang. Kami berdiskusi tentanb kelemahan riset, kemungkinan keterlambatan dana beasiswa, keunggulan uni of auckland. Yang membahagiakan, beliau menawarkan posisi sebagai asisten beliau untuk saya, membawahi 1200 mahasiswa S satu di lab. Selain itu, beliau juga menawarkan magang untuk mahasiswa yg saya rekomendasikan untuk belajar di Auckland di bawah bimbingan beliau. Posisi asisten beliau tawarkan untuk mengantisipasi kemungkinan kekurangan dana.

Hingga saat saya menulis ini, saya masih sering merinding mengingat betapa ajaibnya kisah perkenalan saya dengan prof yg baik hati ini. Hingga akhirnya saya meminta izin pada beliau agar semua komunikasi email ini saya print sebagai bukti intensitas komunikasi dengan supervisor kepada pihak sponsor.

Saat itulah beliau mengirimkan sebuah dokumen yg membuat air mata saya meleleh. Saya menerimanya saat saya landing di. Surabaya. Saat mobil taksi membawa saya menuju hotel, saya melihat email beliau beserta attachment. Singkat, padat, tapi me,buat saya berkaca kaca. Saya mengirim email sesaat sebelum take off dan saat saya landing, email beliau berbunyi
"i hope u had a safe flight. Please find the attachment for your letter of support from me, it might be useful for the interview".

Saya selalu merinding saat membaca dokumen dua halaman tersebut. Beliau berkomentar tentang bagaimana beliau mengenal saya, lalu apa yg membuat beliau menerima saya, dan paragraf terakhir yang saya attach di gambar tulisan ini, saking historikal nya hal itu untuk saya.

"it would be an honour to have a student of Nurul's calibre in my research group and she will complement of more than 20 nasionalities..." Anda bisa baca sendiri paragraf terakhir dua halaman surat dukungan untuk saya ini di foto yg saya selipkan di blog ini. Hingga saat ini pun, momen membaca tulisan beliau ini masih mampu membuat saya berkaca kaca. Bagi wanita dengan jalan hidup seperti saya, KESEMPATAN tanpa DIHAKIMI adalah hal langka dan selalu membuat saya berkaca kaca jika ada orang yg mampu melihat kualitas akademik saya tanpa mengaitkan dengan apa yg telah terjadi dalam hidup saya. Dan saya tahu saya bukanlah si super genius atau si istri yg memiliki suami dg jabatan tinggi, atau si anak dengan orang tua kaya. Saya hanya seorang wanita yg rajin dan gigih dari sebuah kota kecil di Indonesia. Intinya, saya bukan siapa siapa. Dan seorang prof di Auckland yang ringan hati menuliskan dua lembar surat dukungan untuk interview seorang Nurul Kasyfita, agar bisa lulus, ah, saya merasa sangat terhormat. Bagi saya saat itu, beliau seperti seorang mentor yg memberikan saya dukungan dari jauh. Saya dilatih beliau untuk menjawab apa yg harus saya jawab untuk tetap menonjolkan kelebihan saya. Bahkan saat itu saya baru ngeh nama lengkap beliau. Sebelumnya saya selalu mengingat beliau dengan nama JON seperti cara beliau mengakhiri emailnya.

Dan pagi tanggal 30 Mei, saya pun berdiri di teras hotel menatap langit. Saya hanya berbisik "ya Rabb, bersamai saya. Mudahkan jalan saya, bukakan urusan saya. La haw la wa la quwwata illa billah. Rabbi yassir wa la tuassir. Bismillah".

Dan saya melangkah menuju tempat interview gedung keuangan Surabaya lantai tujuh...

---to be continued---

No comments:

Post a Comment