Sunday 4 October 2015

My PhD journey: A Sky full Of Stars

Hey hey. Ini postingan saya di hari kelima saya di Auckland.

This is honestly, a bright day for me. Seperti judul postingan saya kali ini, A SKY FULL OF STARS. Wel, sebenarnya itu sih lagunya coldplay, yang saya suka banget setel di MP3 player saya saat sedang berjalan kaki menuju atau pulang kampus. Yah, sebagai penyemangat lah intinya. A sky full of stars, seperti kesukaan saya, melihat langit dari jendela kamar Auckland saya.

Hari ini juga, full of stars menurut saya. Saya bertemu dengan banyak orang, yg memberi saya energi positif. Who are they? Well, ini dia listnya, the positive people that brights my day.

1. Jon, the supervisor.
Jelas lah, dia orang pertama yg saya temui hari ini. Kami berjanji ketemu jam 10, dan jam 10 kurang 10 saya sudah sampai di lantai tujuh, tempat beliau berkantor. Beliau sdg duduk di hadapan komputer saat saya tiba. Beliau menyuruh duduk dan menanyakan kabar saya, seperti biasa. Lalu mulai bertanya, apa saya ada pertanyaan untuk beliau. Saya mulai mengungkapkan apa yang saya mesti pelajari, apa harapan beliau ke saya, bagaimana saya bisa mencapai tujuan saya, lalu saya menunjukkan sepuluh goal yg harus saya penuhi di tahun pertama ini, yang jujur, membuat saya pusing sebagai mahasiswa PhD yang baru lima hari lalu tiba di NZ. Ia menutup ke sepuluh goal itu, lalu menyuruh saya fokus untuk tes bahasa inggris, hadir di induction day, dan menyelesaikan modul. "let me worry about this" kata beliau. "you worry your part, i will worry mine ok?".

Setelah itu, pembicaraan kami lebih kepada daily topic. Beliau menanyakan keadaan saya, bagaimana saya beradaptasi, bagaimana di hostel, etc. Hingga saya bercerita tentang cuaca yg seperti MONSTER untuk saya, toilet yang jaraknya jauh dan dingin, sakit perut yg saya derita bertahun tahun lalu dan kemungkinan kambuh karena cuaca yg begitu dingin, asma, dan beliau MENDENGARKAN DAN PEDULI. Hal yang biasanya tidak dilakukan banyak orang.

Beliau memberi kelonggaran besar untuk saya. Jika memang sakit, tidak perlu dtg, cukup email beliau. Jangan khawatir, semua dicover oleh asuransi saya, jangan khawatir, karena khawatir akan membuat saya sakit perut.
Lalu beliau mengambil formulir kartu akses untuk saya. Yang mengagumkan, beliau menuliskan nama pertama dan belakang saya dengan benar. Ejaannya benar, tidak ada satu huruf pun yang salah. NURUL KASYFITA. Nama saya termasuk yg susah ejaannya, sehingga menemukan seorang supervisor yang mampu menuliskan nama saya dengan benar, di formulir yang mestinya saya tulis sendiri, itu adalah AMAZING! Sekali lagi, saya bukan si jenius yg memiliki pengaruh besar, saya terbiasa diremehkan, tidak dihargai, dan saya menerima itu sebagai kewajaran. Namun, beliau menunjukkan saya equal dengan orang lain. Tambahan lagi, beliau menelpon si pembuat kartu akses agar khusus kartu saya, ditambahkan akses ke ruang shalat. Alhamdulillah.

Setelah itu, beliau memberi saya list yg harus dilakukan hari ini. Saya disuruh ke graduate studies, print invoice, ke accommodation office untuk mencari tempat tinggal yg lebih baik, dan ke bank. Beliau bahkan menggambarkan peta bank, agar saya tidak sesat. Dan beliau menyuruh saya kembali setelah semua selesai.

Saya pamit dan berkata, "thank you, Sir". Beliau melirik saya dari komputernya dan berkata "you called me Sir again, just Jon, please". Saya tersenyum lalu pergi.

2. Miss Rebecca dan Miss Dianne
Saya pun pergi ke kantor akomodasi. Ada miss Rebecca disana. Orang yg mengurus airport transfer saya. Ia juga baik sekali dan mengantarkan saya hingga bertemu dengan koleganya bernama miss Dianne.

Nah, dengan miss Dianne ini, saya bercerita tentang kondisi kesehatan saya. Ia ternyata juga tidak tahan dingin lalu berjanji akan membawakan saya kantung air panas hari Jumat nanti agar saat saya berjalan menuju bis, badan saya tetap hangat. Tidak terkira rasa terima kasih saya. Saya menitikkan air mata di hadapan beliau. Saya memeluk beliau dan berterima kasih. Beliau tertawa kecil dan berkata "we are the same woman who can not bear the cold, dear".

Saya menemukan banyak orang yg menganggap saya manja, menganggap kedinginan saya sebagai hal yg biasa, menganggap pertanyaan saya konyol dan bodoh, membandingkan apa yg baru saya capai di hari kelima ini dengan mereka yg sudah berbulan bulan disini. Dan saya diam saja sih, saat mereka melakukan hal itu. Namun, menemukan mereka yg mendengarkan dan peduli, se sepele apapun persoalan saya, itu adalah rahmat. Itu, yg membuat saya, menitikkan air mata.

3. Saleem,  the bank officer.
Ia seorang pegawai bank yg saya temui dengan takut takut hari ini. Saya mendengar bahwa untuk membuat rekening bank harus membuat janji dulu dan harus melalui email. Internet saya sudah tinggal 500 Mb sehingga saya memilih mampir langsung dan bertanya pada mereka. Namun, tentu saya takut jika salah, dianggap konyol, atau bahlan ditertawakan.

Lalu, si Saleem ini menyalami saya dan saat saya bertanya "may i ask you a question." Ia menjawab "definitely". Saya pun betanya apa bisa membuat janji dg dtg langsung ke bank. Ia tertawa dan menunjuk counter untuk saya. Again, tidak ada masalah yg sepele untuk mereka. Bagi mereka, masalah setiap orang adalah sama pentingnya, sama urgentnya. Tidak ada yg salah dengan bertanya, sekonyol apapun itu.

4. Again, Jon, the supervisor.
Saya kembali ke kantornya. Dan karena saya tidak punya kartu akses, saya menunggu ada yg keluar dari ruangan, agar saya bisa masuk. Si Jon, sebenarnya sudah memberi saya nomer telpon kantornya, agar ia bisa membukakan pintu untuk saya, tapi kesian. Jadi saya menunggu saja.

Saya melihatnya lagi lagi di depan komputer. Ia kaget, saya sudah selesai. Lalu menyalakan heaternya untuk saya, karena tahu saya tidak tahan dingin. Entah kenapa, saya batuk, tanpa henti, hingga keluar air mata. Ia bertanya "what, is it asthma now?". Saya berusaha recover, lalu ia mulai mengomentari tulisan saya. Padahal, ya ampun, itu tulisan ecek ecek, tapi komentarnya adalah EXCELLENT WRITING. Saya menunduk saking malunya. Lalu beliau menyuruh saya beli beras ke downtown. Saat itulah saya memberanikan diri bertanya, bolehkah saya meminjam bukunya jika nanti saya perlu. Maksud saya, dibawa pulang.

Ia berdiri, memilih satu buku organik tebal, lalu berkata "this is for you. This is a gift from me, as my thank you for joining my group research". Haaa, satu kalimat yg terucap pertama di bibir saya, ALHAMDULILLAH, ALHAMDULILLAH, THANK YOU, THANK YOU, SIR, oh No, JON, stupid, fool me". Dan beliau tertawa lepas. Lalu menyuruh saya membawa hari ini buku tersebut. Tapi lalu saya ingat harus beli beras. Jadi saya bilang "amm, not today, Sir, eh, Jon. I will carry rice today". Eh, beliau menggoda dengan bilang "so, you dont want this book?". Saya terbelalak dan bilang "noooo, i want it, but not today".

Beliau tertawa lagi dan bilang "i am joking". Lalu sebelum saya pergi beliau berkata lagi "Nurul, stop worrying, you will be fine".

Dan itulah my bright fifth day in Auckland. Saya pun berjalan kaki menuju downtown dan mengcapture Albert Park, the harbour, pertokoan, dan saat turun dari bis mengamati mount eden yg berdiri megah di belakang perumahan saya. Dan meskipun masa depan saya masih belum jelas di Auckland, saya merasa beruntung, sangat beruntung, berada disini.

Seperti lagu Coldplay yg saya dengarkan saat wandering around berjalan kaki, the sky full of stars. My sky full of stars, stars of hope, that no matter how life treats us, there will always be hope!

Auckland, 5.10.2015

Nurul Kasyfita

No comments:

Post a Comment