Friday 23 October 2015

The scholarship journey: LOA dulu OR beasiswa dulu?

Hey there, salam hangat dari rainy Auckland.

Amm sebenarnya saya berencana ke kampus hari ini, tapiiii di luar hujan terus nih. Jadi saya agak "malas" hehehe. Happy saturday yaaa kami sudah hampir jam sepuluh pagi disini, sedangkan di Samarinda pasti masih jam lima.

Well, kali ini tentang beasiswa, nukan tentang my PhD journey yg biasanya saya tulis. Edisi ini khusus bagi siapa pun yg bercita cita sekolah lagi, dalam or luar negeri. So, school lover, stay tune with my writing yaa.

Seperti kita tahu bersama, ada banyak scholarship provider. Yang lagi diminati sekali saat ini, ya LPDP, sponsor saya. Itu karena LPDP diperuntukkan bagi semua WNI, tidak tergantung apakah PNS, dosen, etc. Tidak perlu pengalaman kerja, bahkan pengangguran saja berhak melamar. Kalau saya bilang sih, LPDP seperti lembaga yg akan mengubah nasib banyak orang, contohnya saya. Artinya, tidak perlu jadi pegawai dulu untuk melamar LPDP, namun setelah bergabung dengan LPDP, Anda insya Allah dapat pekerjaan.

Selain itu, ada juga yg seperti saya, dosen, kami dapat juga berangkat dengan skema BPP LN dan BPP DN. Namun karena ini dikti, maka yg melamar hanya khusus dosen.

Yang berikutnya adalah embassy atau kedutaan masing masing negara. Anda bisa google kedutaan apapun yg ada di Jakarta, insya Allah ada peruntukan beasiswa mereka. Sebelum memutuskan ke NZ, saya sempat buka web dan sempat HAMPIR mengirimkan lamaran ke Brunei Darussalam. Namun, akhirnya tidak jadi. Biasanya beasiswa kedutaan juga lebih sederhana syaratnya. Anda tidak perlu sudah bekerja, yang penting telah berdiam di negara RI minimal dua tahun. Setiap kedutaan punya nama beasiswa mereka masing masing. ICCR yang dari India, aminef dari US, moffatt yg dari Brunei, ADS yang dari Aussie dan NZAS yang dari New Zealand. Ini panitia NZAS sampai telpon saya ke Auckland hanya untuk memastikan saya mundur dari beasiswa mereka. Luar biasa, kadang saya tu gak menyangka saya lulus banyak beasiswa tahun ini. Ah, Allah Maha Baik.

Ok, sekarang kita lihat mekanismenya. LOA dulu or beasiswa dulu. Istilah sederhana nya, nyari sekolahan dulu or nyari duit dulu.

LOA dulu.
Well, ini mekanisme yang saya tempuh tahun ini. Saat saya melamar beasiswa tahun ini, LOA saya sdh unconditional. Bagi yang belum paham, LOA itu artinya LETTER OF ACCEPTANCE. Ini seperti surat dinyatakan diterima oleh uni yg bersangkutan. Waktu kita melamar, LOA nya biasanya masih conditional yang artinya ada syarat syarat yg blm lengkap, semisal TOEFL, atau ijazah hard copy yg blm diterima pihak uni. Setelah kita melengkapi semua syarat syaratnya, meningkat lah derajat LOA kita jadi unconditional, artinya, diterima 100%.

Saat saya memulai kegilaan mencari sekolah akhir November tahun lalu, saya dinyatakan lulus conditional LOA pada tanggal 13 Februari. Saya ingat banget waktu itu saya lagi duduk di lobby hotel nunggu mahasiswa yang akan mengantar saya liat lokasi TOEFL IBT. Wuih, merinding liat surat LOA itu saudara saudara. Istilahnya waktu saya submit aplikasi awal Desember itu, saya gak berharap bakal lulus di Auckland. Lha, cuma lulusan India lho. Saat itu di surat itu saya hanya tinggal melengkapi dua hal, TOEFL IBT dan fotokopi dokumen hard copy. Gimana gak merinding liat tulisan

WE ARE PLEASED TO LET YOU KNOW THAT YOUR APPLICATION AS A PhD CANDIDATE IN THE UNIVERSITY OF AUCKLAND HAS BEEN APPROVED.

Satu, ini PhD man, bukan cuma master. Dan dua, ini Auckland man, kota terbesar di negara yg sistem pendidikannya setara UK. Nggak mimpi saya lulus di negara sehebat ini.

Well, intinya saya tahu saat itu, surat conditional LOA ini bisa jadi modal besar untuk jual diri ke sponsor. Hehehe, saya selalu bilang, saya jual diri ke sponsor. Lha karena memang gak punya apa apa kecuali diri sendiri.

Dan...mulailah saya cari sponsor. Karena sudah punya surat sakti di tangan saya, meski cuma CONDITIONAL. Sasaran saya dua, saya akan mrlamar ke Dikti, karena itu memang payung saya, dan kedutaan, NZAS, incaran saya. LPDP baru tersirat di benak saya saat ada teman yg mention. Awalnya saya ragu karena umur saya sudah lumayan "uzur" untuk PhD. Eh ternyata saya masih eligible. Alhamdulillah. Plus, University of Auckland ada di list LPDP dan DIKTI juga. Yay...jadilah saya melamar tiga.

Keuntungannya, punya LOA duluan itu bikin kita fokus saat jual diri di hadapan sponsor. Intinya, saya sdh siap sekolah Pak, tinggal di duitin saja. Bahkan saat saya seleksi wawancara di LPDP, saya sudah punya invoice spp sementara, saya sudah punya NIM, bahkan supervisor saya yg baik hati itu, juga menuliskan LETTER OF SUPPORT buat saya. Jadi saat kita memaparkan rencana hendak sekolah, semua surat surat yg diperlukan sudah ada di tangan kita. Intinya ya, minta biaya, karena saya sudah siap sekolah.
Lalu, saat kita sudah dinyatakan lolos beasiswa, kita bisa secepat kilat mengurus perizinan, surat tugas belajar, etc karena tujuan sekolah sudah jelas. Nggak perlu nunggu lagi. Dan proses sekolah pun bisa langsung jalan. Saat saya dinyatakan lulus oleh LPDP pada tanggal 10 Juni, tanggal 11 Juni saya sudah menyambangi rektorat untuk memulai proses tugas belajar saya ke DIKTI. Plus aplikasi visa saya sudah masuk. Dan awal Oktober, saya sudah berada di Auckland, memulai bulan pertama PhD journey saya. Asyik gak tuh?

Kerugiannya, well, biaya harus keluar duluan. Ya minimal biaya mengirim dokumen ke uni tujuan. Saat itu saya mengeluarkan biaya sebesar 140 rb untuk mengirim legalisir ijazah saya ke Auckland. Padahal kan belum tentu dapat ya beasiswanya. Terus, kalau gak dapat ya gigit jari aja ngeliat sekolahan sdh nerima tapi uangnya gak ada. Hik, sedih.

Tapi percayalah, saat LOA sudah di tangan Anda, ada banyak jalan mencari sponsor. Nggak dapat dalam negeri, coba lah sponsor luar negeri. Atau kadang universitas sendiri punya dana beasiswa untuk Anda. Yang penting Anda lolos dulu seleksi universitas. Begitu menurut saya.

Beasiswa dulu.
Yang ini juga gak kalah asyik. Mungkin Anda sudah punya uni incaran. Tapi mikirnya ah, tunggu dpt beasiswa dulu baru nyari sekolahannya. Dulu waktu saya master ke india, saya termasuk yg ikut skema ini. Tapi karena itu cuma master dan memang dari panitia beasiswa mengharuskan kita dapat beasiswa dulu baru mereka yang mencarikan sekolah, serta tdk ada keharusan sudah punya supervisor, jadilah saya ikut skema ini.

Asyiknya, saat ikut skema ini kita gak repot repot ngirim ini itu ke uni tujuan. Cukup kita kirim dkumen ke panitia beasiswa, yay, mereka yg ngurus sekolahannya. Kita duduk manis aja.

Tapi untuk LPDP, tidak berlaku seperti itu lho. Meskipun Anda sudah punya beasiswa LPDP, Anda lah yang tetap harus cari LOA. Dan saat wawancara, mungkin Anda mempromosikan ke LPDP bahwa Anda akan tembus di uni yg tercantum dalam list LPDP yang memang rata rata ranking 100 besar dunia. Nah, setelah LPDP diyakinkan oleh Anda, lalu saat mencari LOAAnd sadar ternyata uni itu berat banget untuk ditembus, disitu deh kalang kabut. Karena tidak mudah bagi LPDP atau pun any sponsor untuk bisa teryakini saat And memilih pindah Uni, apalagi yg rankingnya jauh di bawah uni yang Anda sebutkan saat wawancara. Kalau Anda pindah ke uni yg lebih tinggi rankingnya sih ok ok aja ya. Tapi kalau sebaliknya. Hik, sedih.
Keuntungannya, yay, Anda bisa lebih jual diri ke uni yg Anda tuju or supervisor yang Anda incar. Istilahnya bilangin tuh, ni, saya dah punya beasiswa, terima dong saya. Gitu heheh. Terus saat Anda mengurus LOA juga lebih semangat, karena sdh pasti nih ad uangnya hehehe. Gak kayak saya kemarin, berjuang dengan daya sendiri. :-).

Kerugiannya, Anda tidak bisa cepat memulai study. Anda masih harus berkutat mencari LOA. Selain itu masih ada resiko beasiswa Anda gugur baik karena tidak dpat LOA hingga waktu yg ditentukan, biasanya setahun, atau memutuskan pindah uni yg tidak disetujui sponsor. Ini yang biasanya patut diwaspadai saat kita melamar beasiswa. Kalau seperti saya ke India kemarin ya mudah ya, pihak sponsor yang mencarikan sekolahnya.

Well, anyway, pencarian beasiswa dn sekolah itu tetap worthy untuk dilakukan. Ini adalah proses yang sangat menarik untuk diikuti dan bisa jadi bahan cerita saat kita tua nanti hehehe. Saya alhamdulillah, diberi Allah banyak kesempatan untuk itu. Apapun mekanisme yang Anda tempuh, mau dapat LOA dulu seperti saya, or mau dapat beasiswa dulu, itu di tangan Anda. Yang penting, NEVER GIVE UP. Man jadda wa jadda. Orang yang bersungguh sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Dan janji Allah itu benar adanya.

Selamat mencari LOA bagi yang sedang mewujudkan mimpi sekolahnya. Selamat study bagi yg sudah mendapatkan beasiswa dan LOA nya. Dan selamat mencari beasiswa bagi yg sudah diterima LOA nya. Yang jelas, proses mencari sekolah, beasiswa, supervisor, akan menghindarkan kita dari hal sia sia. Kita akan fokus mengejar tujuan kita, melupakan hal hal kurang esensial di sekeliling kita dan yang saya suka, kita menjadi produktif. Jauh lebih produktif!

Long life education. Bravo untuk pendidikan!

Auckland, 24.10.2015.

Nurul Kasyfita

No comments:

Post a Comment