Friday 2 October 2015

My PhD Journey: First Days in Auckland

Hi guys.

Well, well, I am now in Auckland. Kali ini saya ingin berbagi kisah ttg Auckland di awal hidup saya disini ya. Bagi Anda yang mengikuti postingan saya di fb, pasti tahu bahwa saya berangkat tgl 30 September kemarin dan tiba di Auckland tanggal 1 Oktober 2015. Saya akan bercerita tentang dua hari perjalanan saya, karena ini sangat berkesan bagi saya, so far.

30 September 2015.
Hari ini hari yang berat buat saya. Sejak pagi, meski saya sarapan di hotel, saya tetap tidak bisa menikmatinya. Hari ini benar-benar hampa buat saya, karena meskipun saya bersama keluarga, saya tahu detik detik saya meninggalkan mereka semua sudah tiba. Saya bersalaman dengan ibu saya dan adik saya, dan hampir saja tidak bisa melangkahkan kaki ke luar hotel. Yang saya ucapkan hanya TUNGGU SAYA, TUNGGU SAYA. Kenapa? Karena kedua orang tua saya sudah tua dan you know, umur itu tidak tahu kapan berakhirnya, sementara saya akan berada puluhan km dari mereka semua. Bahkan untuk mencapai Samarinda saja, saya harus menghabiskan 20 jam perjalanan. Tentu tidak sebentar bukan? Semoga Allah selalu memeliharakan kai semua, dan mengizinkan saya untuk bertemu beliau beliau kembali amin.

Saat di airport, rasanya tambah berat. Saya melihat ibu saya terakhir kali dari gerbang keberangkatan, menitikkan air mata dan hampir tidak melangkahkan kaki lagi. Saya ingan cancel PhD ini. Apa yang saya lakukan? Bego sekali langkah ini rasanya. Kenapa tidak master ini saja, bukankah sudah cukup untuk dapat hidup layak di Samarinda? Begitu pikiran yang berkecamuk di otak saya.

Tapi tentu pikiran gila itu harus segera dihilangkan, karena itu syaitan. Saya memukul kepala saya sendiri hanya untuk meyakinkan bahwa saya kuat. Saya pun menunggu pesawat ke Jakarta. Bagasi saya yang overweight 1 kg segera dibongkar dan mulailah perjalanan saya. Di pesawat menuju Jakarta, tidak banyak yang saya lakukan. Saya hanya menangis dan menangis.

Tiba di Jakarta, saya memindahkan bagasi ke Qantas. Berat sekali koper itu dan saya berulangkali melenguh untuk menguatkan diri. Saat ini kaki dan tangan saya sudah tidak terasa lagi bengkaknya karena memikul begitu banyak barang bawaan seorang diri. Saya check in, memastikan luggage tag nya adalah AUCKLAND dan menuju ruang tunggu. Bagasi saya ternyata hanya 29 kg di timbangan di Jakarta, tau gitu termos dan sepatu saya bawa bersama saya. Hik.

Saya pun memasuki pesawat. Wow, itu pesawat yang super besar. Saya belum pernah melihat pesawat sebesar itu. Saya ternyata bersebelahan dengan seorang warga negara Kroasia, seorang lelaki ramah yang saya pun tidak tahu namanya. Ia tinggal di Sydney dan sepanjang jalan kami banyak berbagi kisah, hingga akhirnya saya tertidur. Makanan pun mulai berganti rasa, dan satu satunya yang bisa saya habiskan hanyalah roti kebab. Entahlah, semuanya tasteless.

1 Oktober 2015
New day, new land. Si Kroasia membangunkan saya saat sarapan, dan berkata ini sudah pagi di Sydney. Ia menunjuk sunrise dari jendela pesawat dan pas saya lihat jam ternyata masih jam 2 di Samarinda. Sydney-Samarinda ternyata beda 3 jam. Saya agak bingung dengan waktu saat ini karena benar-benar pergi ke tempat yang lebih cepat zona waktunya itu membingungkan. Jika biasanya saya ke India dan dapat surplus waktu, kali ini saya seperti kehilangan waktu.

Saya pun lanjut ke Auckland. Saya duduk di terminal 36, dan benar-benar seperti orang hilang. Suhu sudah mulai menurun dan saya pun tertidur lagi di kursi. Hingga saya masuk pesawat dan ternyata di sebelah saya perempuan berkebangsaan Malaysia. Taoi kami tidak banyak bertegur sapa, karena ia lebih banyak mendengarkan musik. Kami diberi menu makan siang, dan jujur saya bingung dan merasa mual dengan menu makan siang saya. Satu satunya yang bisa saya habiskan hanya ES KRIM MANGGA yang segar menurut saya. Saya bahkan muntah di toilet pesawat karena perjalanan dan turbulensi lumayan banyak yang saya rasakan.

Dan....tibalah kami di Auckland. Sebelum landing, si pilot memberi kami aero show dengan terbang di atas sky tower, auckland zoo, mount eden, dan banyak lagi yang ditunjukkan si pilot. Saya benar-benar menikmati pemandangan Auckland dari atas. Ini seperti kota yang HIJAU. Itu yang saya rasakan.

Saya pun turun dari pesawat, dan dengan dag dig dug menunggu bagasi saya. Si Kroasia sempat bercerita bahwa ia kehilangan bagasinya saat transit dari Jerman ke Kuala Lumpur, jadi saya sempat takut barang saya tidak tiba ke Auckland. Alhamdulillah, si koper ungu ada. Saya pun memuat ke trolly dan memulai screening imigrasi. Imigrasi NZ sangat ketat dengan bioscreening yaitu barang barang dari makhluk hidup yang tidak boleh dibawa ke NZ bahkan madu sekalipun. Saya pun men declare beberapa barang karena jika kita bohong dan mereka melihat di X Ray, saya akan langsung didenda 400 NZD. Hoa, that is A LOT OF MONEY!

Saya sempat khawatir mereka akan mengambil beberapa barang terutama sendal jepit yang saya bawa karena outdoor outfit juga bisa disita. Saya juga bawa ANTANGIN, saudara saudara haha, jadi benar-benar takut akan disita. Eh, ternyata seluruh barang bawaan saya dinyatakan clear dan saya bisa keluar airport dengan segera.

Saya harus segera menemui perwakilan universitas yang menjemput saya, karena jika dalam waktu 1,5 jam saya tidak muncul, supir itu akan meninggalkan saya. Karena instruksi yang sudah sangat jelas, saya berhasil menemukan beliau. Seorang New Zealander yang gemuk dan seringkali bercanda dengan saya bahwa saya akan menjadikan NZ sebagai rumah saya. Saya cuma berkata singkat, Indonesia is my home, Sir.

Tibalah saya di hostel tempat saya akan berdiam, selama beberapa bulan ini. Saya masuk dan si supir bahkan menelponkan si penjaga hostel untuk saya. Muncullah seorang lelaki tua bernama Greg. Ia pun menjelaskan berbagai kamar yang ada di hostel dan saya memilih satu. Setelah ia pergi, mulailah barang barang bertebaran di kamar. Saya memasukkan satu per satu. Saat itulah cultural shock melanda saya. Wc ternyata tidak ada airnya, sehingga saya harus membawa botol untuk bilas. Dan satu satunya botol minum yang saya punya hanyalah aqua 135 ml. Selain itu saya tidak punya makanan dan perut saya lapar sekali. Cuaca juga sangat dingin saat malam hari dan karena WC di luar, saya harus menggigil ria ke WC. Perut lapar, cuaca dingin, WC yang mengejutkan, saat itulah saya mulai menitikkan air mata saya. Sendirian di kamar, jauh dari siapa pun.

Saat itu, satu yang saya lakukan, SYUKURI HAL SEKECIL APAPUN SAAT INI. Dan berikut hal yang saya syukuri saat hari pertama di Auckland.
1. Bagasi saya lolos screening tanpa ada pemeriksaan dan yang penting, ia selamat hingga ke Auckland.
2. Saya sudah dapat kamar tanpa harus menginap di hotel atau di barak asrama dan menghabiskan banyak uang untuk itu.
3.  Saya diantar supir dari Universitas dan tidak menghabiskan banyak uang untuk biaya taksi.
4. Saya sudah bertemu beberapa orang Indonesia di building ini dan sudah mulai ada teman.
5. Saya masih HIDUP. Masih mampu berpikir, meskipun dalam kesedihan.

Saya terus berkata "besok akan lebih baik, akan lebih baik, Insya Allah", sambil terus menangis. Saya tahu, saya akan sakit jika menangis terus, tapi karena beban saya penuh sekali, air mata ini terus mengalir Dan akhirnya, saya pun tertidur dalam kelelahan, pegalnya kaki dan tangan, perut yang keroncongan, setelah menjalani perjalanan 20 jam non stop.

This is my PhD journey. The new life begins again. Mungkin tidak akan mudah, tapi dengan Allah, semuanya akan baik baik saja.

Auckland, 2.10.2015.

Nurul Kasyfita

1 comment:

  1. Cantik kamarnya Rul...
    Dan saya penasaran dengan WCnya hahaha....

    ReplyDelete