Saturday 21 December 2013

Karena esok hari ibu...

Hey!

Terima kasih msh bersedia membaca tulisan saya. Kali ini tulisan saya tentang perasaan saya sebagai ibu yg terpisah jauh sekali dari anak saya akibat perpisahan. Karena seperti judul saya, esok hari ibu, dan saya juga seorang ibu.

Hari ini sesungguhnya Najwa bagi raport. Sejak tengah malam saya sudah mendoakannya agar ia dapat nilai baik. Saya tahu, jika pun ia dapat nilai baik, itu akan dipandang sbg keberhasilan bapaknya, dan jika ia dapat nilai buruk, itu akan dipandang sebagai kesalahan saya. Saya akan selalu berada di pihak yg disalahkan. Ah, sudahlah.

Namun Allah tidak mentakdirkan kabar raport Najwa ke telinga saya hari ini. Ibu saya sakit sehingga beliau tidak mampu mengunjungi Najwa. Sejak perpisahan itu, bahkan ibu saya sekalipun hanya bisa bertemu Najwa di sela sela jam istirahat di sekolah. Komunikasi kami sangat minim. Sms tak berbalas, telpon pun tak dijawab. Sesungguhnya perih sekali hati saya hari ini. Pasti banyak ibu ibu yg bangga dengan raport anaknya. Sementara saya tidak bisa berbuat apa apa.

Jika anda seorang ibu, anda pasti paham apa yg saya tulis. Saya bisa menahan lapar jika saya tahu itu makanan kesukaan Najwa. Apa yg hampir saya telan, itu bisa saya keluarkan untuk saya berikan padanya. Begitu besar dan dalamnya kasih sayang saya padanya. Namun, ya hidup tidak selalu ramah. Saya ditakdirkan menikmati anak hanya hingga ia enam tahun. Sejak itu kami terpisah. Bahkan hanya sekedar melihat foto terbarunya saya tidak bisa lagi. Saya hanya bisa menemuinya di sekolah, di sela sela istirahat lima belas menit. Lima belas menit yg begitu berharga untuk saya. Alhamdulillah.

Jika hari ini anak Anda menerima raport, mhn jangan dimarahi jika nilainya jelek. Ingatlah bahwa anak memiliki bakat masing masing. Bahkan Einstein tidak lulus sekolah namun dapat penghargaan nobel. Bayangkan, ada ibu seperti saya yg harus memanfaatkan lima belas menit untuk memeluk anak. Harus menahan sakit, rindu, ingin mendengar suaranya. Anda masih memiliki nikmat memiliki anak, sementara nikmat itu telah dicabut dari saya. Percayalah, itu seperti direnggut separuh nyawa. Tidak ada lagi gairah hidup, apalagi berpikir untuk memulai rumah tangga lagi. Intinya saya sesungguhnya telah mati. Anak yg saya kandung sembilan bulan itu hilang dari pelukan saya. Meskipun saya berusaha ikhlas dg takdir Allah ini, saya tidak pernah sama lagi. Saya sudah mati separo. Saya tidak lebih hanya raga berjalan.

Ah, Najwa. Apa kabar, Nak? Kaya apa raportnya? Baik aja kah? Baik baik belajar ya. Cuma itu yg ingin saya ucapkan, tpi tetap hanya angin kosong yg menyambut saya. Akhirnya saya hanya bisa terisak, menangis atau pun berdoa pada Allah yg Maha Baik semoga ada lagi rejeki saya berkumpul bersamanya. Jika pun tidak di dunia, semoga lah di akhirat itu tercapai.

Saya masih ingat perjuangan saya melahirkannya. Sejak ia tiga bulan di kandungan saya, saya selalu berkomunikasi dlm bhs inggris dgn nya. Kami melamar CPNS bersama, tes kesehatan bersama hingga saya hampir terserempet truk saat itu naik motor dengan dia dalam kandungan saya. Kami jatuh bersama di plafon saat saya hendak mengambil buku untuk mengajar, kami terpeleset bersama di wc rumah sakit saat saya tes narkoba untuk CPNS. Najwa yg menemani saya tes dosen. Saya menulis jawaban di atas perut saya yg sdh membuncit saat itu. Ia yg selalu bersama saya.

Saat ia lahir Allah mentakdirkan saya salah jahit. Saya tidak bisa makan normal hingga dua thn lamanya. Saya kehilangan 15 kg bobot badan setelah melahirkan. Tapi tetap saya mensyukuri memilikinya. Setelah itu saya tak mampu sekolah jauh. Bahkan mengajar saja saya memakai pampers, akibat salah jahit tersebut. Tetap saya bahagia bersamanya. Bahkan saat gaji saya tidak cukup untuk membeli obat pencernaan yg diresepkan dokter, ia yg saya peluk, meskipun ia tidak mengerti mengapa saya menangis. Najwa sesungguhnya adalah kekuatan saya.

Yah, mungkin saya kurang amanah, saya msh ingat kami tidur berdua, nonton spongebob berdua, menikmati harry potter berdua. Saya mengerti Najwa karena saya menempatkannya bukan sebagai anak, ia adalah sahabat saya. Ia adalah orang dewasa dalam versi anak anak. Betapa rindunya saya denganmu, Najwa.

Tahun pertama saya kehilanganmu saya seperti orang gila. Kadang saya terbangun dan mengigau mencarimu. Karena kita selalu tidur berdua, kita selalu berpelukan hingga pagi tiba. Jika saya bangun tahajjud, ia selalu ikut disamping saya, lalu merebahkan kepalanya di paha saya selesai shalat. Ah, rindu sekali saya padanya. Sudah setahun lebih saya tidak lagi tidur bersamanya. Terakhir kami tidur bersama saat saya pulang enam hari di indonesia, saya diizinkan tidur semalam bersamanya. Mungkin saya menyakiti lelaki itu dengan minta berpisah, namun dengan merenggut anak dari saya, sesungguhnya ia telah mematikan separuh dari jiwa saya.

Hingga saat ini pun kadang saya mendengar suaramu di wc lalu jika saya antara tidur dan bangun saya akan lari ke wc karena Najwa selalu minta cucikan buang air. Setiap malam saya mengoogle namamu anakku, hanya untuk bisa melihat siapa tahu ada malaikat yg memposting kabarmu di internet. Tapi bahkan Google yg katanya serba tahu hanya mampu memberikan saya satu tautan. Daftar nama siswa SD Muhamadiyah. Itu pun tidak ada nama saya disana. Yang tertulis hanya namamu dan bapak yang kini merawatmu. Itu pun nama di layar tablet ini selalu saya usap. Berharap kau merasakan usapan saya dari jauh. Ohh betapa rindunya saya. Betapa perihnya kehilangan ini. Saya benar benar remuk malam ini, sata ingin berteriak, lalu terbang ke indonesia dan memeluknya. Itu anak sata juga.

Namun Allah Maha Baik, tidak ada satu kejadian pun yg terjadi di luar pengetahuan Nya. Sesungguhnya Najwa adalah titipan. Jika Ia hendak mengambil, itu sangat mudah. Saya tetap berkeyakinan, ada hikmah di balik semua ini. Mungkin saya kurang syukur. Pasti saya kurang amanah. Hingga kenikmatan memiliki anak itu terenggut. Dan sejak awal tahun ini saya bisa melihat sedikit hikmah, saat ini saya mudah sekali capek. Belakangan gangguan liver menyerang saya. Ah, pasti Allah tahu saya tidak kuat mengurus anak lagi. Saya tidak cukup sehat untuk itu. Karena itu Najwa harus berada di tangan yg sehat dan kuat dan itu adalah bapaknya. Alhamdulillah ya Allah, setidaknya ia dengan orang tuanya, bukan di jalanan, atau pun dengan orang asing. Hanya satu harapan saya, Najwa berkenan sedikit menangis, jika saya tutup usia nanti. Semoga ia masih ingat dengan saya, dengan kenangan kami duduk bersama di tepi sungai mahakam, dengan memori kami bekejar kejaran, dengan memori kami bercanda bersama. Rindu ingin menepuk pantatnya saat tidur. Ah, Najwa.

Saya sdh patah terhadap rumah tangga. Saya tidak ingin disakiti lagi. Dan itu sangat mungkin terjadi. Saya sadar posisi saya sebagai perempuan yg katanya sangat dilindungi hukum sesungguhnya sangat lemah. Sangat mudah bagi laki laki untuk merenggut semuanya dari seorang wanita. Selain itu saya tdk ingin doa saya terbagi jika saya punya anak lagi. Saya hanya ingin doa saya, sujud saya, selalu tertuju untuk Najwa dan kebersamaan kami suatu saat nanti. Saya tahu saya tidak akan sembuh. Sakit pasca terpisah dg anak ini akan selalu menghantui saya. Saya tetap sakit. Luka itu tetap ada, cuma ditutupi dengan sekolah, setidaknya saya mengalihkan kesakitan ini dengan hal yg positif. Saya cukup dengan laki laki. Saya tidak memiliki daya lagi untuk memulai lagi. Jika pun saya mengadopsi anak, itu bukan darah saya. Jika saya menikah lagi, maka akan ada kemunginan anak akan direnggut dari saya ketika tidak lagi sepaham dengan saya.

Ah, sudahlah.

Esok hari ibu. Saya tetap seorang ibu. Sehina apapun saya, Najwa pernah di rahim saya, saya menyusuinya berbulan bulan. Saya tidur bersamanya. Berbahagialah para ibu ibu. Jika Anda msh bisa tidur dg anak, msh bisa memeluk mereka.

Selamat hari ibu. Berbahagialah, bersyukurlah atas nikmat memiliki anak. Jgn sia siakan, karena kita tak pernah tahu kapan anak akan terenggut dari kita...semoga ibu ibu diberikan barokah atas kasih sayang yg tiada putus terhadap anak. Semoga anak kita selalu dipeliharakan dimana saja. Jika Anda membaca ini, dan Anda memiliki anak, mohon peluklah anak Anda untuk saya. Mohon sedikit keringanan hati mendoakan saya bisa berkumpul kembali dengan Najwa sebelum saya habis usia. Mohon keringanan hati untuk meniatkan pelukan anda ke anak akan menyampaikan pelukan sata ke Najwa. Amin.

Dan untuk Najwa, mama tdk berharap Awa ingat hari ulang tahun mama, atau besok hari ibu, atau hal lain. Tolong ingat satu saja nak, ingatlah bahwa Awa dilahirkan dari seorang rahim, dan jika si pemilik rahim itu meninggal dunia, tolong teteskan satu air mata saja untuknya, karena hanya Allah yg tahu betapa saya sangat menyayangimu, Najwa.

Mysore, 21 Desember 2013

2 comments:

  1. ikut mengamini semoga segera dikumpulkan lagi dengan sang buah hati Najwa tercinta..tetap semangat ya bunda..

    ReplyDelete
  2. Hey. Finally bisa comment nih di blog. Hihihi gaptek emang. Thank u yaa chi, meskipun comentnya agak telat, sangat telat malahan :-)

    ReplyDelete